"Aaaarrgghh pelan-pelan ... sakit!!"
Syakil gelap mata, kepalanya terasa sakit hingga memaksa wanita masuk ke mobilnya. Tanpa peduli wanita itu mau atau tidak, yang jelas saat ini Syakil ingin membawanya pergi jauh lebih dulu.
Pertemuan pertama tapi pria itu sudah menggila, terlepas dari pria hidung belang bukannya dia aman namun justru kian takut. Amara Nairy, wanita cantik yang merupakan seorang karyawan biasa menelan pil pahit kala sang kakak menjualnya kepada salah satu pengusaha kaya di ibu kota.
Dengan dalih gaji Amara terlalu kecil, wanita itu mengambil jalan pintas dan membuat adiknya hampir terjebak lubang kemaksiatan itu. Kini, setelah berhasil lepas, Amara justru dibuat takut oleh penyelamatnya sendiri.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku, kenapa bisa di sana?"
Alih-alih menjawab wanita itu justru dibuat bingung dengan pria yang ada di hadapannya kini. Tangannya bahkan mengepal, tatapan tajam menusuk Amara bahkan terlihat seperti hendak mengulitinya, gurat kemarahan kian jelas di mata pria yang hingga detik ini belum dia ketahui namanya.
"Kamu dengar aku?"
"Hm, dengar."
Amara menjawab dengan suara bergetarnya, saat ini pikiran wanita itu sudah kemana-mana. Terlebih lagi sebelum berhasil membawanya pergi, pria itu membayar dengan harga tinggi dan ini adalah hal yang patut dia curigai.
"Kakakku yang memintaku mendatangi tempat itu, aku tidak tahu jika hal ini akan benar-benar terjadi."
Bingung sendiri kenapa bisa hal semacam itu terjadi padanya. Jika ditanya apakah Amara mau melakukannya sama sekali dia tidak berniat sedikitpun.
"Sudah makan?"
Amara menggeleng, dia ingin berbohong namun kenyataannya memang merasakan lapar. Sejak tadi siang perutnya sama sekali tidak bertemu makanan, bukan karena tidak ada makanan, melainkan tidak ada keinginan.
Tanpa bertanya ingin makan apa, Syakil kini memilih salah satu restoran terdekat demi nembuat wanita ini lebih baik, perihal mau dibawa kemana dia nantinya, Syakil tidak begitu peduli.
Sejak tadi Syakil tak mengalihkan pandangannya, wajah manis Amara berhasil meraih perhatian Syakil. Tidak ada yang berbeda, bahkan cara makannya pun sama. Syakil menopang dagu kemudian menarik sudut bibir kala wanita itu menatap ke arahnya.
"Siapa namamu?"
Merasa di antara mereka kembali kaku tanpa pembicaraan, Syakil bertanya perihal nama wanita itu. Jika Syakil lihat-lihat, tampaknya pemilik mata bulat itu bukanlah seorang wanita yang banyak bicara.
"Amara," jawabnya singkat, tanpa inisiatif bertanya balik dan kembali meneruskan makannya dengan elegan.
Amara, Syakil tersenyum getir kala mendengar namanya. Telinganya tidak salah dan memang bukan Ganeta yang keluar dari bibir wanita itu. Lagi dan lagi, Syakil harus mengubur impiannya dalam-dalam, tidak ada Ganeta yang dia rindukan meski sudah semirip itu.
Entah dia yang terlalu merindu atau memang mereka yang terlalu mirip hingga Syakil merasa Amara adalah mantan kekasihnya. Meski demikian, dia tidak memperlihatkan betapa gilanya dia kala menemukan Amara.
"Rumahmu dimana?"
Amara terdiam sesaat, pulang sebenarnya hanya membuat telinga semakin sakit saja. Erangan dan desa-han sang kakak mulai membuat Amara tidak tahan dan kerap kali sengaja tidak pulang untuk beberapa hari.
"Malam ini aku tidur di penginapan saja, aku tidak mau pulang."
Amara menunduk, sebenarnya dia juga takut mengatakan hal ini. Akan tetapi, pulang juga bukan pilihan yang baik. Ada banyak kegelisahan dalam diri Amara jika dia memutuskan pulang ke apartemen yang mana di sana mereka tingggal berdua.
-
.
.
.
Gaya hidup Eva, sang kakak yang luar biasa tinggi membuat Amara harus ikut berjuang demi terpenuhinya kebutuhan Eva. Sulit memang, hendak melepaskan diri juga percuma karena setelah kematian orang tuanya, Amara hanya memiliki Eva seorang.
"Penginapan? Dengan penampilanmu yang begini? Kau ingin memperjelas stigma orang lain tentangmu?"
Syakil sedikit meninggi mengutarakannya, entah kenapa dia emosi tiba-tiba kala membayangkan wanita ini mendatangi penginapan dan tidur sendirian di sana.
"Aku tidak mau pulang, jika Eva tahu aku kabur dan meninggalkan client yang dia maksudkan, maka aku bisa dikurung esok hari."
Begitu banyak ketakutan Amara jika dirinya memilih pulang, sedikit tidak masuk akal namun memang saudaranya yang hanya berjarak dua tahun itu semakin menggila kala orang tua mereka menjadi korban kecelakaan pesawat beberapa tahun lalu.
Terlahir dari keluarga yang sempat kaya, mereka kehilangan segalanya kala pihak bank justru menyita seluruh harta akibat hutang yang ditinggalkan mendiang papanya. Ya, jika dilihat dari hal ini baik Eva maupun Amara keduanya sama-sama terluka.
"Baiklah jika itu maumu."
Untuk kali ini Syakil belum bisa memaksakan. Meski dia bahkan ingin membawa Amra pulang ke rumahnya. Akan tetapi, jika sampai benar terjadi kemungkinan Kanaya akan marah akan jauh lebih besar.
Amara belum selesai makan, dering ponsel membuatnya berhenti dan cepat-cepat merogoh tas kecil di kursi sebelahnya.
"Siapa? Kenapa tidak diangkat?"
Syakil bertanya demikian lantaran Amara justru terdiam namun tidak menolak panggilan itu, hanya dia biarkan mati sendiri. Panggilan tersebut kembali datang berkali-kali hingga membuat telinga Syakil sakit sendiri.
Syakil yang kesal lantaran Amara tidak menjawab segera menarik ponselnya tanpa aba-aba, meski tidak ada gerakan kasar namun jelas saja apa yang yang dia lakukan membuat Amara tidak nyaman sebagai orang yang baru mengenal.
"Jangan diangkat!!"
Syakil mengerutkan dahi, dia penasaran apa yang akan dia dengar jika mengangkat panggilan dari Eva tersebut.
"Kenapa?"
"Jangan saj_"
"Hallo."
Terlambat, Syakil sudah menerima panggilan itu lebih dulu. Amara gelagapan dan panik kala mendengar teriakan sang kakak dari benda pipih itu.
Belum selesai satu kalimat, Syakil justru mendengar berbagai macam cacian dan semuanya sangat menyakitkan untuk didengar. Tentu saja itu adalah bentuk kemarahan dari wanita itu kepada Amara yangtiba-tiba pergi padahal tugasnya belum selesai.
"Adikmu bersamaku," ucap Syakil dingin setelah caci maki itu sempat membuat telinganya panas.
"Bersamamu? Siapa ini? Karena kau membawanya pergi, pria yang menyewanya tidak mau membayar sisa pembayaran sebagaimana kesepakatan awal!!"
Ternyata masalah itu, Syakil menarik sudut bibir. Sejak kapan wanita bisa di cicil begitu, pikirnya menggeleng pelan. Mendengar hal itu Syakil hanya tertawa sumbang, terlihat santai dan sama sekali tidak ada beban.
"Lalu kau mau apa?"
"Ganti rugi!! Kau yang membawanya kan? Bayar!!"
"Apa yang bisa aku dapatkan jika aku memberikan uangnya padamu? Adikmu, apa boleh menjadi milikku?"
Deg
Mata Amara membulat sempurna, sejak detik ini dia simpulkan jika pria ini tidak ada bedanya. Sama gilanya seperti pria hidung belang yang ada di club tadi.
Sebelum terlambat, Amara segera beranjak dan tidak lagi peduli meski ponselnya masih di tangan pria misterius yang benar-benar membuatnya kian takut. Berlari dengan sekuat tenaga meninggalkan Syakil tanpa aba-aba dan membuat pria itu panik tentu saja.
"Amara tunggu!!"
Syakil berlari keluar setelah meninggalkan beberapa lembar uang di meja, dia tidak tahu berapa yang harus dia bayar. Hingga semua yang tersisa di dompetnya dia keluarkan seluruhnya.
"Shitt!! Mau kemana dia ... jangan coba-coba lari dariku." Bertahun-tahun dia kehilangan, jelas saja ketika kembali dipertemukan takkan pernah dia lepaskan.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Wani Ihwani
udah 3x aku baca gak nya ya novel ini Mikhail pun dah 3x juga
2025-01-08
0
Halimah As Sa'diyah
tapi kan bukan Ganeta?
2025-01-14
0
Nurhayati Nia
syakil amara ntu takut ama kamuu
2024-10-29
1