Sesampainya Aaron di dalam unitnya, langkah pria itu langsung dihadang oleh Daisy.
"Dari mana saja kamu? Kenapa kamu tidak menjawab panggilan teleponku, dan kenapa setelah aku hubungi berkali-kali, nomormu malah tidak aktif?" Daisy menatap tajam Aaron sambil bersidekap.
"Biasa, aku habis keluar nongkrong sama teman-temanku. Ponselku tadi ketinggalan di dalam mobil, jadi aku tidak melihat panggilanmu," jawab Aaron.
Meski pun pria itu berbohong, tapi dia tetap bersikap tenang dan santai. Dia sama sekali tidak terlihat habis melakukan suatu kesalahan. Itu karena Aaron sudah terbiasa berbohong dan bisa dikatakan bahwa dia adalah pembohong profesional. Dulu, dia sering membohongi Bella demi menutupi perselingkuhannya dengan Daisy, dan sekarang, dia membohongi Daisy demi menutupi kedekatannya dengan Anna. Luar bisa bukan?
"Kamu pasti sengaja, 'kan?" Daisy memicingkan matanya menatap pria itu.
"Sengaja apa? Kalau kamu tidak percaya, lihat saja, ini ponselku masih belum menyala. Dayanya habis." Aaron menunjukkan layar ponselnya yang tidak menyala tepat di depan wajah Daisy. Pantas saja jika layarnya mati, itu karena dia memang sengaja menon-aktifkannya saat dia masih dalam perjalanan bersama Anna.
"Bukan itu maksudku. Kamu pasti sengaja 'kan mengerjaiku? Tega sekali kamu. Bercandaanmu sangat tidak lucu, hampir saja kamu membuat jantungku copot."
Aaron yang tidak mengerti arah pembicaraan Daisy tentu saja merasa kebingungan. "Kamu ini sebenarnya bicara apa? Mengerjai apa? Siapa yang mengerjaimu?"
"Siapa lagi? Tentu saja kamu yang mengerjaiku. Memangnya disini ada orang lain selain kita berdua?"
"Astaga, kamu ini bicara apa sih? Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu? Aku sama sekali tidak pernah mengerjaimu." Aaron berusaha membela diri dari tuduhan Daisy. Tuduhan yang berhasil membuatnya kebingungan.
"Aaron, jangan bercanda. Ini benar-benar tidak lucu. Kamu sungguh membuatku takut."
Makin kesini Aaron semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Daisy. Karena malas meladeni wanitanya, pria itu pun segera berlalu dari hadapan kekasihnya itu.
"Sudahlah, jangan membuatku semakin bingung. Aku capek. Aku mau mandi dan beristirahat."
"Aaron! Aku belum selesai bicara!" teriak Daisy, lalu menyusul langkah pria itu. "Kamu sengaja 'kan menakutiku dengan menulis nama Bella di cermin?"
Mendengar nama mendiang istrinya disebut, Aaron langsung menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Daisy dengan raut wajah yang terlihat semakin kebingungan. Dia sungguh masih belum mengerti dengan arah pembicaraan wanita itu.
"Apa? Kamu ini bicara apa? Jangan mengada-ngada. Aku sama sekali tidak pernah melakukannya. Untuk apa juga aku melakukan hal konyol seperti itu untuk menakut-nakutimu? Apa untungnya coba?" Aaron mulai kesal karena Daisy terus-terusan saja menuduhnya yang bukan-bukan.
"Dan satu lagi, jangan pernah menyebut nama itu lagi di hadapanku. Aku benar-benar tidak suka mendengarnya," imbuh Aaron memperingati. Sejujurnya jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia juga merasa bersalah atas tewasnya Bella, tapi karena hatinya sudah dipenuhi dengan keserakahan akan harta duniawi, dia pun segera menepis perasaan bersalah itu jauh-jauh.
"Jadi kalau bukan kamu yang melakukannya, lalu siapa?" tanya Daisy. "Ayolah, Ron, kali ini aku akan memaafkamu jika kamu mau mengakui perbuatanmu," tambahnya. Dia masih belum percaya jika bukan Aaron pelakunya.
"Mengakui apa sih maksud kamu? Untuk apa juga aku mengakui perbuatan yang tidak aku lakukan sama sekali? Jangan bercanda, aku bukan orang bodoh."
"Lalu kalau bukan kamu pelakunya, siapa lagi?" Sekarang Daisy juga tidak kalah bingungnya karena Aaron tidak kunjung mau mengakuinya.
"Mungkin hantu." Aaron menjawab dengan asal saking kesalnya pada Daisy. Gara-gara wanita itu menyebut nama Bella, mood Aaron seketika memburuk. Sekelebat ingatan tentang kejadian tragis beberapa bulan lalu kembali terngiang di ingatannya. Sepertinya malam ini dia harus menenggak alkohol untuk bisa melupakan kejadian yang menimpa Bella waktu itu.
"Aaron, berhenti bercanda. Kamu benar-benar membuatku takut."
"Salahmu sendiri, jadi berhenti memberondongiku dengan berbagai macam pertanyaan yang super menyebalkan itu! Karena kalau tidak, kamu pasti akan membuatku semakin marah!" Usai memperingati Daisy, Aaron pun segera masuk ke dalam kamar. Dia ingin segera mandi untuk mendinginkan hatinya yang terasa panas karena ulah Daisy. Kalau saja Daisy tidak menyebut nama Bella, dia pasti tidak akan semarah ini pada Daisy.
Melihat Aaron marah dan pergi meninggalkannya seketika Daisy merasa sedih. "Ron, sepertinya kamu sudah berubah. Ini pertama kalinya kamu bersikap kasar padaku."
Namun, kesedihannya itu tidak berlangsung lama. Rasa takutnya akan sesuatu yang tidak terlihat sepertinya lebih mendominasi.
"Kalau bukan Aaron pelakunya, lalu siapa yang melakukannya?" gumam Daisy berbicara sendiri. Seketika wanita itu memegangi tengkuknya karena merasa bulu kuduknya mulai merinding.
"Jangan bilang kalau sekarang hantu Bella sudah mulai bergentayangan, dan dia ingin balas dendam padaku. Ih, amit-amit." Karena ketakutan, Daisy lalu lari terbirit menyusul Aaron masuk ke dalam kamar.
Sementara itu di tempat lain, Bella tertawa terbahak menyaksikan ekspresi ketakutan mantan sahabatnya tersebut. Tontonan di laptopnya benar-benar sangat menghibur dan mampu membuat moodnya jadi semakin membaik.
"Sepertinya lain kali sebelum aku menonton, aku harus menyediakan minuman dan cemilan dulu," kata Bella. Menyaksikan kejutannya yang dia siapkan untuk Daisy berhasil ternyata mampu memberikan kepuasan tersendiri di hati Bella.
.
.
Tidak terasa sudah 3 bulan lamanya Anna menjadi tetangga Aaron dan Daisy. Maka selama itu pula lah hubungan tetangganya itu perlahan-lahan mulai merenggang dan tidak harmonis lagi. Hampir setiap hari Bella menonton percekcokan antara Aaron dan Daisy di layar laptopnya. Masalahnya hanya satu, itu karena Daisy sudah pernah memergoki Aaron dan Anna jalan berdua. Hal itu tentu saja membuat Daisy murka, cemburu, dan semakin membenci Anna karena gadis itu sudah berani mendekati prianya.
Ditambah lagi sekarang mental Daisy sudah mulai terganggu karena terlalu sering mendapatkan teror atas nama Bella. Melihat sikap Daisy yang sekarang sudah hampir mendekati gila, Bella tentu saja merasa sangat senang dan puas. Akhirnya dia bisa membalas sakit hatinya pada wanita itu. Perempuan licik seperti Daisy memang pantas mendapatkannya, dan sebentar lagi, Bella akan membuat Aaron membuang wanita j*****g itu demi Anna.
"ARGH!!! PERGI!!! JANGAN GANGGU AKU LAGI!!! PERGI!!! PERGI!!!" Daisy berteriak histeris sambil menutup kedua matanya. Saat ini wanita itu menjatuhkan dirinya hingga bersandar di depan pintu unitnya. Dia baru saja mendapatkan paket kejutan dari Bella. Sebuah boneka yang sudah dimut***si dan dilumuri dengan darah. Yang membuat Daisy semakin ketakutan, boneka itu dulunya adalah boneka yang sama persis dengan boneka yang sering dia dan Bella perebutkan saat mereka masih sama-sama kecil.
Anna tersenyum smirk. Sebelum Aaron keluar, dia cepat-cepat mengganti boks paket itu dengan boks paket yang baru. Tentunya tanpa perlu ketahuan oleh orang lain.
"Ada apa? Kenapa kamu berteriak lagi?" tanya Aaron. Dia berlari menghampiri Daisy dengan panik.
Ini bukan yang pertama kalinya Daisy seperti itu. Selama 1 bulan terakhir, sikap Daisy memang sangat aneh, sering berteriak histeris dan menangis ketakutan. Yang membuat Aaron kesal, wanita itu selalu saja menyebut nama Bella, Bella, dan Bella. Sampai-sampai Aaron merasa sangat muak padanya. Aaron sangat tidak ingin mendengar nama itu disebut, tetapi Daisy selalu saja menyebutnya hampir setiap hari, sehingga ujung-ujungnya memicu emosi Aaron dan membuat Aaron pergi meninggalkannya sendirian di apartemen. Jika Aaron sudah marah pada Daisy seperti itu, dia pasti akan mengajak Anna untuk keluar jalan-jalan bersamanya.
"Buang paket itu, Ron! Aku benar-benar takut!" Begitu Aaron datang menghampirinya, Daisy langsung berhambur memeluk pria itu. Dia sungguh merasa ketakutan sampai tidak berani membuka matanya.
Mata Aaron lalu beralih menatap boks paket yang tergeletak di depan pintu. Dia sama sekali tidak melihat ada yang aneh dengan paket tersebut. Lalu apa yang membuat Daisy ketakutan sampai berteriak histeris seperti tadi?
"Ada apa dengan paketnya? Paketnya baik-baik saja, jadi untuk apa kamu takut?" tanya Aaron. Sekarang dia berusaha menenangkan Daisy yang tengah berada dalam pelukannya.
"Tidak, Ron, paket itu sangat menakutkan. Isinya adalah boneka yang sudah dihancurkan dan dilumuri dengan darah," jelas Daisy. Dia masih memeluk Aaron dengan erat dan tidak berani membuka matanya biar sedikit pun.
Aaron menghela napas. "Sepertinya kamu sudah berhalusinasi berlebihan. Lihat, paket itu isinya adalah alat kosmetik incaranmu, jadi untuk apa kamu ketakutan seperti ini?"
"Benarkah? Kamu tidak sedang bercanda, 'kan?" Sebelum memutuskan untuk membuka matanya kembali, Daisy harus memastikan bahwa Aaron tidak sedang mengerjainya.
"Tidak, Sayang, aku serius. Ayo, bukalah matamu," bujuk Aaron.
Dengan bujukan Aaron, Daisy akhirnya mau membuka matanya kembali. Dia merasa sangat terkejut saat melihat paket yang tergeletak di atas lantai saat ini malah paket yang berbeda dengan paket yang dia lihat sebelumnya.1
"T-tapi, Ron-" Baru saja Daisy ingin menjelaskan pada Aaron bahwa paket yang dia lihat sebelumnya adalah paket yang berbeda, tapi pria itu sudah memotong ucapannya.
"Sudahlah, Sayang. Sepertinya kamu berhalusinasi lagi seperti sebelum-sebelumnya." Aaron mengambil paketnya lalu mengajak Daisy untuk masuk ke dalam. "Ayo masuk. Sepertinya kamu butuh istirahat."
B e r s a m b u n g ...
...___________________________________________...
...Minta saweran iklannya dong, jangan cuma dibaca doang terus ditinggal tanpa jejak😢🤧😅...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Adelia Rahma
udah rada rada gila ini
2022-11-27
1
fifid dwi ariani
bahagia selalu
2022-10-04
1
Ajusani Dei Yanti
udah mulai mau gila 🤭🤭🤭
2022-09-25
1