Mentari-pun menyapa dengan sinaran keemasan yang tak begitu menyengat pagi ini. Suasana desa di pemukiman pegunungan ini masih sama asri dan saling menegur sapa di mana tempat.
Para warganya berjalan kaki kembali ke perkebunan dan mengangkut hasil Tani dengan Sepeda yang di rakit khusus.
Seperti sekarang. Anya tengah datang ke kamar Sandra membawakan buah-buah segar hasil panen perkebunan. Ia memakai seragam sekolahnya dengan sepeda terparkir didekat pohon sana.
"Saan!!" Anya mengetuk pintu kamar dengan pelan takut jika beberapa penginap disini terganggu.
"Saan! apa kau sudah bangun?" tanya Anya berulang kali mengetuk tapi tak ada jawaban. Akhirnya Anya spontan mendorong pintu hingga terlihat Sandra masih belum bangun diatas ranjangnya.
"Pasti dia kelelahan. aku letakan disini saja." gumam Anya meletakan keranjang buahnya di atas meja dekat ranjang. namun, ia tersentak melihat handuk kompres di kening Sandra.
"Atagfirullah. Sandra demam?" gumam Anya memeggang lengan putih itu tapi anehnya sudah tak terlalu panas. Keadaan Sandra juga tampak lebih baik dengan selimut terpasang rapi.
"Aneh! apa semalam ada yang merawat Sandra?" pikir Anya sejenak tapi ia segera mengambil dugaan kalau semalam itu ada Ketua Rusel.
"Pantas saja kamar Sandra rapi dan bersih, ternyata Ketua yang merawatnya."
"Maksudmu?"
"Eh!" Anya terperanjat saat Sandra sudah bangun. wajah bantal wanita ini terlihat menggemaskan dengan mata bengkaknya akibat menangis.
"Kau sudah bangun?" sambung Anya duduk di dekat Sandra yang meraba keningnya.
"Handuk?"
"Hm. semalam kau pingsan, ada paman juga kesini tapi untung saja kau sudah sadar." jawab Anya tersenyum mengambil handuk yang lembab. sepertinya baru di ganti.
Sandra terdiam. ia rasa tubuhnya sudah tak sepegal dan selemah semalam. Kepalanya juga sudah ringan tak begitu berat.
"Terimakasih!"
"Untuk?" tanya Anya heran.
"Kau merawat-ku semalaman!"
Anya menggeleng. ia sama sekali tak merawat Sandra semalaman disini.
"San! aku semalam memang kesini tapi tak menginap."
"Lalu?" tanya Sandra tak mengerti kenapa ia bisa berganti pakaian lalu di kompres serta kakinya terasa rileks seperti habis di pijat.
"Mungkin semalam Ketua yang merawat-mu."
"K..ketua?" tanya Sandra yang diangguki Anya dengan semangat.
"Kau tahu?! semalam dia begitu sangat manis. dia mencemaskanmu sampai tak mau beranjak dari tempat tidur. aku iri padamu." ucap Anya memerah membayangkan itu.
Sandra diam. ada sekilas senyuman di sudut bibirnya membayangkan apa yang Anya katakan barusan. Tapi, ia juga tak bisa menepis kalau Rusel memang sangat baik.
"San!" panggil Anya saat melihat Sandra senyam-senyum sendiri tak menghiraukannya.
"SANDRA!!!"
"Kauu..." Sandra menggeram saat Anya memekik di telinganya. Ia kembali berwajah cuek dan sangat menyebalkan menarik kikikan Anya.
"San! apa kau mulai menyukai Ketua kami? hm!" goda Anya mencoel dagu lancip Sandra yang memerah.
"K..kau ini apa-apaan. ha? dia itu pria aneh dan maniak. aku sama sekali tak menyukainya." bantah Sandra tapi tak sejalan dengan pandangan matanya.
"Benarkah?"
"A.. iya, pergilah kau sekolah. nanti terlambat!" Sandra mendorong bahu Anya agar pergi tak menggodanya lagi.
"Baiklah. tapi, kau harus menceritakan apapun padaku." .
Sandra diam. ia menatap Anya dengan rumit untuk jawaban kesanggupan kali ini.
"Apa ada yang kau sembunyikan?" selidik Anya membuat Sandra diam.
"Tidak ada. hanya saja ini sedikit rumit untuk di katakan."
"Apa? aku akan menjaga rahasia." jawab Anya penasaran. Apa Sandra punya penyakit parah sampai terus pingsan begitu? atau wanita ini punya kelainan.
"Tidak ada. kau pergilah." ucap Sandra menepuk lengan Anya yang terdiam sejenak.
"San! kau pasti orang baik, aku mengaggumi-mu." balas Anya tersenyum lalu melangkah pergi.
Sandra diam di tempat seakan mendapat bongkeman. Ia hanya bisa tersenyum nanar akan ucapan gadis polos seperti Anya yang tak tahu tentang sifat dan kejahatannya selama ini.
"Jika kau tahu aku wanita yang buruk, mungkin kau tak akan mau lagi berteman denganku." gumam Sandra memejamkan matanya. rasanya beban ini terlalu berat untuk ia pikul, cepat atau lambat perutnya akan membesar dan apa orang-orang sini akan memakluminya karna ia tak bersuami? atau malah mengusirnya.
Sandra memejamkan matanya merilekskan tubuh dan pikiran. Semakin ia mencoba menekan maka ia tak akan sanggup beridiri.
"Kepalaku sangat pusing memikirkannya." gumam Sandra mencengkram kepalanya. Tiba-tiba saja rasa mual itu mulai menjalar di perutnya dan ini yang ke berapa kali ia alami saat di kota.
"A..aku.."
Sandra langsung turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi belakang. Ia memuntahkan isi perutnya disana sampai air mata Sandra keluar.
"Hoeekkmm!!!"
Yang keluar hanya cairan lendir kekuningan itu-pun sangat terasa menjijikan. Tapi, ia ingin muntah terus dan seakan ingin mengeluarkan apapun didalam sana.
"Hoeeekmm!! Maa..." lirih Sandra berpeggangan ke dinding kamar mandi. disini hanya ada bak air hingga Sandra muntah di lantainya saja.
Sandra sudah tampak lelah dan pucat terus muntah seperti itu sampai ia ingin berdiri tapi tubuhnya oleng ingin tumbang ke belakang.
"Hati-hati!" bahu dan lengan kekar itu menyambutnya dengan cepat.
"K..ka..." Sandra kembali muntah sejadi-jadinya membuat Rusel cemas memijat tengkuk wanita itu. Rambut Sandra ia gulung keatas mempermuda untuk mengeluarkan segalanya.
"Keluarkan saja!"
"Hoeekmm.. " Sandra berpeggangan ke pinggang kokoh Rusel yang tetap mengusap punggungnya. Isami yang tadi datang membawakan makanan langsung mendekat menyodorkan air putih.
"Ini. Ketua!"
Rusel mengambilnya lalu berjongkok menyamakan tinggi dengan Sandra yang terlihat tak baik-baik saja.
"Minumlah!"
"T..tak bisa." gumam Sandra karna ia selalu ingin muntah. Rusel berfikir bagaimana menenagkan si kecil di dalam sana. Ia tak tega melihat Sandra terus muntah begini.
"Muntahkan semuanya lalu tarik nafas pelan dan rileks. kau akan baik-baik saja." arahan Rusel dengan tangan memeggang perut datar Sandra.
"Iya. Nona!" timpal Isami kasihan. ia sudah tahu segalanya dari Tetua Herdan yang menyuruhnya menjadi pemantau khusus bagi Sandra.
Rusel terus mengarahkan Sandra agar tetap tenang dan terburu-buru. perlahan tapi pasti Sandra bisa mengatur pernafasan dan rasa mualnya, barulah ia menegguk tandas air yang di berikan Rusel padanya.
"Apa sudah lebih baik?"
"Hm." Sandra tak banyak bicara selain menyandarkan keningnya ke bahu Rusel yang segera menggendong Sandra kembali keranjang.
"Aku akan membersihkannya. kau istirahatlah disini." ucap Rusel menyelimuti Sandra lalu ia melangkah kembali ke kamar mandi membersihkan muntahan Sandra tadi.
Tentu Isami diam melihat bagaimana cekatan dan teliti Ketuanya saat memperlakukan Sandra yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Kau berikan dia buah dan makanan tadi!"
"Baik. ketua!" jawab Isami segera melakukan tugasnya. Sandra yang lemas hanya bisa diam mendengar suara air di guyur ke lantai dan gemercik kran menubruk bak.
"Nona! anda makanlah, setelah muntah perut anda akan kosong."
"Aku tak lapar." gumam Sandra memang tak ada nafsu makan. rasanya ia hanya ingin diam dan berbaring disini.
"Sandra!!"
Suara panggilan dari arah pintu hingga terlihat Ednan yang datang dengan wajah cemasnya.
"Tuan Ednan!" sapa Isami memberi salam sopan. Ednan masuk dengan wajah panik tak terbantahkan.
"Kau kenapa? Anya mengatakan kalau kau demam. aku pikir kau sakit karna semalam aku mengajak-mu makan sembarangan." ucap Ednan sungguh merasa bersalah.
"Aku tak apa. hanya pusing." gumam Sandra membuka matanya yang lunglai.
"Tapi, kau tampak pucat. aku akan panggilkan Paman Jo untuk.."
"Tuan! Nona Sandra hanya butuh istirahat, anda tenang saja." Isami meredam tatapan membunuh dari arah kamar mandi sana.
"Kalau begitu kau makan. dalam keadaan seperti ini kau harus banyak makan agar tak terus sakit."
"Aku tak apa. ini tak masalah." elak Sandra tak mau meladeni Ednan terlalu banyak. Ia pusing berbicara terus. melihat Sandra yang lemah dari jauh sana. Rusel langsung keluar setia dengan wajah datarnya.
"Dia butuh istirahat!"
"Ketua!" Ednan terkejut melihat Rusel sudah ada disini. Ia menatap rumit wajah tampan pria Blasteran itu dengan pandangan sangat heran.
"Aku akan menjaganya. kau bisa lakukan tugasmu!"
"Ketua! sejak kapan kau disini?" tanya Ednan sopan dan ramah. Rusel terdiam sejenak mendekati Sandra yang memandangnya dengan tatapan berbeda di mata Ednan.
"Sejak pertama dia datang!" jawab Rusel membungkam Ednan. Rusel mengambil segelas susu kedelai yang ada diatas nampan dan duduk di samping Sandra.
"Minumlah!"
"Apa dia suka susu kedelai?" tanya Ednan melihat Sandra menegguk susu itu tandas.
"Hm. dengan rasa berbeda."
Sandra tersenyum mendengar jawaban Rusel. memang benar ia hanya menyukai susu kedelai yang mempunyai rasa seperti ini, sangat anak dan pas.
"Kalau begitu. lain kali akan ku bawakan untuk-mu."
Rusel hanya diam dengan wajah datarnya. tapi, cengkramannya ke gelas itu begitu kuat hingga Isami menegguk ludahnya kasar melihat gelasnya retak.
"Kenapa semakin kesini Ketua semakin aneh?"
Batin Isami benar-benar merasa ngeri. ia tak pernah melihat Rusel marah besar atau sekedar berkata kasar. tapi, melihat beberapa kejadian ia mulai merasa was-was.
"Kalau begitu aku pergi dulu. nanti malam aku akan menjengukmu."
"Terimakasih!" jawab Sandra menatap Ednan yang bersemangat menyusun rencananya untuk meluluhkan hati Sandra.
"Baiklah. Ketua! aku titip Sandra sebentar."
"A.. iya. Tuan! saya juga ada disini." timpal Isami mengantisipasi. Ia mengantar Ednan keluar agar tak melihat wajah kelam dingin Tuannya.
"Apa kau yang merawatku semalam?"
"Tidak!" jawab Rusel meletakan gelas itu kembali dan mengambil piring makanan dengan wajah tetap datar.
"Lalu siapa?" tanya Sandra kebingungan.
"Aku tak tahu!"
"Apa itu Ednan?"
Rusel langsung menghentikan sendoknya yang terangkat ingin menyuapi Sandra. pandangannya tak banyak menyimpan emosi sangat sulit bagi Sandra menebaknya.
"Buka mulutmu!"
"Tapi, apa benar semalam itu Ed.."
Rusel memasukan sendok itu ke mulut Sandra yang membulatkan matanya.
"Kau..."
Kalimatnya lagi-lagi terhenti saat Rusel melakukan hal yang sama hingga mulutnya penuh dan hanya bisa diam mengunyah tak henti-henti.
..........
Tatapan bosan pria asli Indo menggerayangi Club yang sudah beberapa hari ini terasa dingin terlihat menerawang. Degupan musik dan alinan lagunya terasa tak bergairah bahkan sama sekali tak membangkitkan jiawanya.
"Niel!" panggil Karina yang datang siang ini. Daniel selalu ke Bar dan sangat aneh tak mau bergabung dengan mereka.
"Ada apa?" tanya Daniel duduk di mejanya sendirian menjahui keramaian.
"Kenapa kau tak datang semalam? aku menunggumu."
Karina duduk di sampingnya dengan pakaian yang terbuka dan glamor. Wajah mudanya tak terlihat dan berganti dengan pahatan dewasa.
"Aku sedang tak ada Mood."
"Benarkah? atau jangan-jangan kau merindukan Sandra."
Mata Daniel langsung terhenyak mendengar ucapan Karina barusan. Ia menatap kearah lain dengan wajah kesal menyimpan kebohongan.
"Jangan ikut campur urusanku!" tegas Daniel menegguk gelas Winenya membuat Karina mengepal.
"Kita sedari pertama sudah sepakat menghancurkan hidupnya. sekarang jalan sudah terbuka lebar, kau harus konsisten."
"Jangan mengangguku! kau bisa tidak diam dan pergi dari sini." kesal Daniel melempar gelasnya begitu saja lalu melangkah keluar dari pintu Bar.
"Sial!!! baik ada Sandra atau-pun tidak, dia selalu saja bersikap seenaknya." umpat Karina sangat membenci wanita satu itu. Lihat saja, tak akan ia biarkan Sandra bernafas tenang.
Semua itu di tatap langsung oleh Dimas yang bekerja disini. Akhir-akhir ini perilaku Daniel memang aneh.
"Apa dia mulai mencintai Sandra? tapi apa benar. atau itu hanya pelampiasan belaka." gumam Dimas tak mengerti percintaan para pria nakal disini.
.....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Mebang Huyang M
terlambat sudah daniel, sandra udh pergi jauh.
2023-07-28
0
Umi Abi
cacingan Daniel baru sadar lho sekarang
2022-12-27
0
Kinay naluw
Daniel tuh mulai kehilangan saat Sandra pergi.
2022-12-15
0