Seti tahu Hening diterima di Jakarta dari Asri saat menemuinya sepulang mengurus pendaftaran ulang dan kost dari Jogja bersama Joe Sekaligus menepati janji membawakan gelang perak Kotagede.
"Hening diterima di IKJ Set," kata Asri saat Seti memasangkan gelang pesanan-nya.
"Wah pasti dia senang," jawab Seti sambil mengaitkan kait udang pengancing gelang.
"Minggu depan Hening berangkat ke Jakarta. Tadi pagi mas Joko mengatakannya." kata Asri. "Kenapa dia tidak daftar di ISI Jogja saja ya, supaya bisa bareng kita lagi..." Lanjutnya. Matanya memperhatikan gelang yang berkilat, melingkar di tangan kirinya.
"Mungkin di Jakarta lukisannya akan mudah dikenal orang," Seti mencoba menebak. Melirik Asri yang kelihatan senang dengan gelang pemberiannya.
"Cantik tidak Set ?" Pamer Asri. Bulu halus di tangan putihnya terlihat jelas ketika mendekatkan tangannya ke wajah Seti.
"Cantik ... seperti kamu." Jawab Seti jujur.
Binar mata Asri berkilat mendengar pujian Seti. Senyum lebar dengan gigi putihnya yang rapi membuat Seti semakin betah berlama-lama.
Kewanitaan Asri di balik kecantikan dan kesempurnaan tubuhnya yang semampai seperti aliran listrik di tubuh Seti setiap kali memperhatikan gerak-gerik tubuh indah itu.
"Kampus Joe dimana Set?" Pertanyaan Asri mengalihkan tatapan Seti.
"Di IKIP Jogja, dekat kampusku,"
Percakapan beralih ke kost dan kampus masing-masing.
"Sering main ke kostku ya di Jogja," kata Asri kemudian.
"Pastilah."
"Mantrijeron arah jalan Parang Tritis."
"Nanti kucari...Aku belum hapal Jogja."
"Kita sama-sama keliling Jogja sampai hapal hihihi...," ajakan dan tawa renyah Asri menyenangkan hati Seti.
Cerita Jogja dengan segala pernak pernik anak kost tak sabar dinanti Seti dan Asri. Tanpa pernah tahu seperti apa kisah kedekatan mereka kelak.
...----------------...
Ingin menikmati waktu terakhirnya di Purwokerto. Hening meminta Seti menemaninya di rumah jengki dari sore dan mengantarnya ke Stasiun malamnya.
Bening memilih berdiam di kamarnya. Membiarkan mereka mengobrol di teras belakang.
"Kamu janji balas surat-suratku Set," kata Hening menjelang keberangkatannya ke Jakarta. Seperti keinginannya, Hening diterima di seni rupa IKJ setelah kelulusan SMA.
"Pasti kubalas," jawab Seti.
Hening terdiam. Menatap Seti lama-lama. Perasaan tak mau kehilangan Seti sepertinya tak mudah dihilangkannya.
Pertanyaan bagaimana jika Asri setiap hari bertemu Seti di Jogja ? Sedangkan dirinya jauh di Jakarta selalu memenuhi hati Hening setelah tahu Seti, Joe dan Asri diterima kuliah di Jogja.
Belum lagi tentang Bening yang akan sendirian di rumah sebesar itu tak bisa dibayangkan oleh Hening.
Silih berganti pertanyaan itu menggelisahkan hati Hening. Kedatangan Seti yang mau menemaninya sedikit menenangkan hati Hening. Berharap Seti mau mendengarkan kegelisahannya tadi.
Tak kuasa mengalihkan Hening yang terus menatapnya. Seti membalas tatapan itu dengan isi hati yang sama tentang rasa tak ingin kehilangan.
Sesekali mata Seti mencuri pandang ke arah pipi tirus dan leher putih Hening yang terlihat jelas karena rambutnya yang terikat kencang ke belakang.
"Kampusmu nanti jauh dari tempat Asri Set ?" Pertanyaan ingin tahu dari mulut Hening mengalihkan hasrat kelelakian Seti yang sedang mengagumi kecantikan Hening.
"Aku malah belum tahu kampusnya Hen." Jawab Seti, "Kostku di Samirono, dekat kampusku,"
"Senang kalian nanti bisa sering ketemu di Jogja." Mulai ada nada merajuk dari mulut Hening. Ada rasa iri kedekatan Seti, Asri dan Joe berlanjut di Jogja.
"Tidak seperti itu Hen." Seti menanggapi hati-hati kata-kata Hening. "Kami akan selalu bersamamu." lanjutnya, berharap tak ada persangkaan lagi di rumah jengki di hari-hari terakhirnya bersama Hening.
...----------------...
Bening mengantar dari teras rumah jengki setelah Seti berpamitan akan mengantar Hening ke Stasiun. Ada air mata dari kakak beradik itu. Sekian lama berdua saling mengisi di rumah itu tentu sangat berat ketika tiba-tiba waktu dan jarak memisahkan kedekatan mereka.
Untungnya tak lama lagi Bening dan Joko akan menikah. Bening tidak sendirian lagi.
Kekuatiran Seti lebih kepada Hening di Jakarta nanti. Mampukah dia melewati kesendiriannya di sana ? Berjanji selalu berkabar lewat surat sedikit melegakan hati Seti. Sama seperti kelegaan hatinya setiap menerima kabar dari Seto.
Dari jalan Hopan melewati jalan Pemuda. Stasiun itu sudah semakin dekat. Hening memeluk erat Seti. Keduanya tak banyak bercerita. Lebih kepada pertanyaan isi hati masing.
Masuk ke pelataran Stasiun. Seti mengantri tiket untuk Hening. Menyuruhnya menunggu di kantin. Antrian malam itu cukup panjang bertepatan dengan berakhirnya libur panjang anak sekolah.
Setengah jam mengantri, Seti menyusul Hening yang duduk di kantin. Dua gelas susu coklat panas ada di depannya. Gurat kesedihan masih tampak jelas di wajah Hening. Mungkin membayangkan Bening sendiri di rumah jengki.
Sedikit senyum Hening akhirnya terlihat setelah Seti duduk rapat menyebelahinya.
Menyamankan diri kemudian, Hening menyandarkan kepalanya ke bahu Seti. Membiarkan Hening bersandar, tangan Seti mengelus kepala Hening pelan.
"Tidak lama kita berpisah Hen, jangan terlalu kamu pikirkan." Sejenak setelah kedekatan itu, Seti membuka kata.
"Kenapa kita harus saling mengenal Set ?"
"Aku sendiri tak tahu. Entah kenapa aku senang mengenalmu."
Keduanya bertatapan. Kali ini tangan Seti merangkul bahu Hening. Merapatkan tubuhnya dalam dekapan kelelakiannya.
Seti merasakan kedekatan-nya dengan Hening lebih kepada rasa ingin melindunginya, selain tentu saja kecantikannya yang tak dibantah dirinya.
"Jika saja aku tak mengenalmu Set ..." Suara lirih Hening terdengar.
"Ada apa dengan pertanyaanmu ?"
"Kamu terlalu baik bagiku dan mbak Ning,"
"Sudahlah, jangan kamu bahas pertemuan kita. Akupun menikmatinya Hen."
"Jujur aku ingin lebih lama menikmatinya bersamamu Set"
"Bukankah aku masih di sini menemanimu ?"
"Jangan tinggalkan aku dan mbak Ning."
Setelah kedekatan pelukan yang cukup lama. Seti melepaskan dekapannya pelan-pelan. Mendekatkan gelas susu coklat ke arah Hening dan menyuruhnya merasakan hangatnya.
Mencoba meriangkan hati Hening. Seti menyinggung Bening yang sekarang berbahagia dengan Joko. Juga tentang Joe yang akhirnya tertarik dengan seni setelah kenal dengan Hening.
"Jika tidak kukenalkan padamu, Joe belum tentu diterima di IKIP. Otaknya yang rusak jadi normal setelah mengenalmu." Akhirnya ada tawa dari mulut Hening mendengar cerita Seti tentang Joe. "Kalian perempuan kuat... jangan cengeng." Kata Seti lagi.
Kali ini ada senyum di bibir basah Hening. Kata perempuan kuat yang terucap dari Seti sangat dalam di hati Hening. Teduh dan menyenangkan hatinya.
Melirik jam di tangannya Seti mengajak Hening meninggalkan kantin. Berpindah ke kursi tunggu stasiun. Sebentar lagi kereta yang akan mengantar Hening sampai. Menunggu kedatangan kereta seperti tak terasa jika ada perbincangan yang tak berkesudahan.
Melewatkannya dengan kata-kata tentang hari ini, esok, dan entahlah terasa menyenangkan keduanya. Berharap semuanya baik-baik saja.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments