"Selamat sore mas," Seti menyapa laki-laki yang membukakan pintu saat dirinya mengetuk rumah Asri.
"Sore, cari siapa ?" Jawab laki-laki itu.
"Asri ada mas ?"
"Ada .... Kamu siapa ?"
"Seti, ... teman sekelasnya,"
"Masuk dulu .... Tunggu sebentar ya." Laki-laki itu meninggalkan Seti setelah menyuruhnya duduk.
Hati Seti berdegup kencang, mengenali laki-laki itu.
Laki-laki yang memelotinya dulu saat si Denok menabrak mobilnya dari belakang .... "Semoga dia sudah melupakannya," harap hati kecil Seti.
Langkah Asri terdengar mendekati duduk Seti .... Melihatnya memandang ke arahnya, semakin tidak karu-karuan degup jantung Seti.
Rambut panjang Asri terlihat basah berkilat,... menambah kesegaran dan pesona kecantikannya sore itu.
"Sudah lama Set ?" Suara halus Asri menyapa Seti, lalu duduk di hadapan Seti.
"Baru saja," Seti menjawab, ... tatapannya belum beegeming memandang Asri, .... "Laki-laki tadi siapa ?" Tanya Seti setelah puas memandang Asri.
"Oh .... Itu mas Joko kakak-ku yang tertua .... Kenapa ?"
"Tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja,"
"Kami lima bersaudara, mas Joko, mas Teguh, mbak Ana, aku, dan Yanti adikku terkecil," lanjut Asri mengenalkan keluarganya.
"Bapak dan Ibu tidak marah aku main ke rumahmu ?"
"Tidak ... mereka sudah tahu kamu kok."
"Darimana mereka tahu ... ?" Tanya Seti sedikit heran.
"Aku ceritakan waktu kamu berkelahi dengan anak-anak yang menggangguku saat membeli buku dulu."
"Ah, ... seharusnya tidak perlu kamu ceritakan As, ... nanti dipikirnya aku suka berkelahi," Seti takut perkelahian itu membuat keluarga Asri tidak berkenan kepada dirinya.
"Tidak .... Malah Ibu dan Bapak ingin ketemu kamu," jawab Asri,"Tadi aku bilang ke Ibu, kalau kamu main ke sini." Lanjut Asri.
Hati Seti menjadi tak karu-karuan ... "Bagaimana jika Bapak dan Ibu Asri memarahinya kalau mereka tidak berkenan ?" Banyak perandaian yang muncul di benak Seti.
...----------------...
"Nak Seti ya ?" Suara lembut keibuan mengejutkan Seti.
Sosok paruh baya berkebaya dan berjarik muncul di hadapan Seti .... Semampai dengan wajah lembut yang masih menyisakan kecantikan masa mudanya.
"Benar bu,... selamat sore .... Salam," Seti menjawab suara tadi dan menjabat tangan hangat Ibu Asri di hadapannya.
"Kenapa baru sekarang main ke rumah ?" Ibu Asri bertanya setelah duduk di sebelah Asri.
"Rumah saya jauh bu, di Purbalingga ... Jadi jarang sekali saya main sepulang sek.olah," jawab Seti sebisanya.
"Oh di Purbalingga .... Berarti tiap hari lewat sini,"
"Iya bu benar .... " Masih hati-hati, Seti mencoba merangkai kata.
Berharap kata-katanya tidak ada yang salah. Hatinya lega .... Nada suara Ibu Asri tidak meninggi .... Kekuatiran teguran perkelahian di rumah jengki lenyap dari benaknya.
Percakapan Seti mulai mengalir akrab di hadapan Ibu anak itu. Hati Seti riang .... Hilang sudah segala perandaian seandainya tingkahnya tak berkenan di Ibu Asri.
...----------------...
"Oh ini bocah jago boxen yang pintar gelut itu ya ?!" Tiba-tiba suara tegas di ruang tamu rumah Sokaraja membuat Seti hampir terloncat dari duduknya.
Sosok tinggi besar muncul di tengah percakapan akrab di ruang tamu itu ... Bapak Asri terlihat gagah dari caranya melangkah, ... lalu duduk menyebelahi Ibu Asri.
Tak berani lama-lama menatapnya, Seti tertunduk. ... "Mati aku, ..." hati kecilnya menciut lagi.
"Ah pak, jangan begitu," suara Ibu Asri sedikit mententramkan hati Seti.
"Lah terus piye .... Wong nyatanya dia pintar gelut buat usir coro yang ganggu anakmu wedok," suara tegas itu melunak.
Mulai tersenyum ke arah Seti yang masih tak berani menatapnya, "Tapi Bapak dulu juga suka gelut juga loh ... hahaha .... " Lanjut Bapak Asri lagi .... Tawa kerasnya terdengar lepas.
Asri tersenyum dari duduknya. Tak tega melihat Seti yang masih tertunduk. Dia paham, Bapak sedang mengisengi Seti.
"Ini Bapak dan Ibu Set," Asri menimpal setelah tawa Bapaknya mereda, "Dari dulu mereka menanyakanmu." Lanjut Asri lagi.
"Maaf pak, jika kelakuan saya kurang pas .... Waktu itu saya cuma terpaksa saja berkelahi," Seti berkata sebisanya.
Kekuatiran kena marah Bapak dan Ibu Asri belum hilang benar dari hati Seti.
"Hahaha .... Justru Bapak yang mau maturnuwun, ... begitulah kalau jadi anak laki-laki .... Harus punya tanggung jawab jika ada yang mengganggu temannya .... Apalagi teman perempuan," tawa lepas Bapak Asri yang keluar lagi melegakan hati Seti.
"Benar Bapak dan Ibu tidak marah kepada saya ?" Kekuatiran Seti mulai mencair mendengar kata-kata Bapak Asri.
"Tidak nak, yang penting kalian saling menjaga jika berteman .... Jangan berlebihan tetapi juga jangan saling menutupi .... Supaya tidak putus pertemanan kalian." Ibu Asri menyahut.
Sama seperti Bapak dan Ibu Seti. Ternyata Bapak dan Ibu Asri juga pandai bercerita.Orang tua yang paham apa kemauan anak muda di jamannya.
Seperempat jam Bapak dan Ibu Asri menemani, ... lalu mereka masuk ke dalam. Seakan tahu Seti dan Asri butuh ruang dan waktu di dunianya.
...----------------...
"Uuuuh .... Aku hampir semaput tadi As bertemu Bapak dan Ibumu," kata Seti setelah Bapak dan Ibu Asri masuk ke dalam.
Asri tertawa pelan sambil memandang Seti. Hatinya semakin suka kepada Seti setelah obrolannya dengan Bapak dan Ibu tadi ... Ternyata si Davos pecicilan ini berani juga berhadapan dengan Bapak dan Ibunya.
"Main ke luar yuk ?" Ajak Asri tiba-tiba.
"Ke mana ?"
"Jajan sroto .... Aku yang traktir .... Anggap saja permintaan maaf waktu aku mengusilimu di aula dulu, ... dan terimakasihku kamu sudah banyak menolongku."
Seti memandang bibir tipis itu.
"Sore ini kamu semakin cantik As .... Aku tak berharap maaf dan terimakasihmu .... Berdekatan denganmu saja aku senang .... " Gumam hati kecil Seti.
Setelah berpamitan dengan Bapak dan Ibu Asri, ... si Denok melaju mengantarkan dua jiwa di atasnya dengan isi hatinya masing-masing.
Raut kegembiraan jelas terlihat di wajah Seti dan Asri saat menyusuri kota kecil Sokaraja.
Kota kecamatan pinggiran Purwokerto yang selain terkenal dengan gethuk goreng, dan lukisan hamparan sawah di kaki gunung Slamet, ... juga terkenal dengan srotonya.
Makanan dengan kuah santan kental berbumbu, mie putih, kecambah, irisan daging dan remasan kerupuknya yang sangat pas dinikmati di sore hari.
Mungkinkah ini juga saat yang tepat untuk menyatukan isi dua hati yang tersimpan dalam dua jiwa ?
...----------------...
Seti memandang suapan terakhir Asri. Dari cara mengunyah, menelan dan menikmati minuman di kedai itu, kejahilan Asri lenyap di hadapannya.
Mengambil tisu, mengusap bibir basah yang terkena kuah, Asri menyadari sepasang mata Seti terus mengawasinya.
"Ah... kenapa kamu memandang seperti itu Set ?" Tanya Asri diantara degup jantungnya .... Lalu tersenyum lepas.
"Aku suka melihat caramu makan." Seti tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
"Hihihi .... Orang makan kok dilihat," Asri tertawa kecil sambil mengusap keringat kecil di dahi dan leher jenjangnya yang membuat hasrat kelelakian Seti semakin tergoda.
"Ahahaha .. . Salahkah ?" Keberanian Seti mulai muncul .... Tak tahan untuk bercakap lebih dalam dengan Asri.
"Tidak .... Akupun suka melihat caramu memandangku." Balas Asri.
Semakin melayang hati Seti mendengar kata-kata Asri .... Lalu keduanya terdiam .... Masing-masing memainkan sendok di hadapannya.
--------------------------------
*Piye : bagaimana dalam bahasa Jawa.
*Gelut : berkelahi dalam bahasa Jawa.
*Wedok : anak perempuan dalam bahasa Jawa.
*Maturnuwun : terimakasih dalam bahasa Jawa.
*Semaput : pingsan dalam bahasa Jawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Setia R
satu iklan dan 1 bunga untukmu
2023-09-10
1
Setia R
hahaha coro!🤓🤓🤓
2023-09-10
1