Cudan tsuki Seti telak mendarat di tubuh Seto kakaknya.
Mundur mengambil nafas, Seto menghadap ke arah Seti, "Oss...," ucapnya. Saling menunduk keduanya berangkulan.
Berjalan ke arah teras rumah joglo. Kerindangan pohon matoa menyejukkan siang yang mulai menyengat.
"Kamu semakin cepat Set," Bapak yang sedang duduk mengamati kedua anak lelakinya berlatih, berkomentar dari dalam rumah joglo.
"Ah,... Mas Seto saja yang sengaja melemah Pak," jawab Seti masih berdiri mendinginkan hawa bertarungnya.
Seto kakaknya hanya tersenyum. Hatinya membenarkan kata Bapak. Dia tidak melemah, Setilah yang berkembang. Sudah dua minggu ini Seto ada di rumah joglo.
Separuh liburnya sengaja dihabiskannya bersama Seti adiknya. Apalagi setelah tahu Seti akan ikut Kejuaraan Nasional Kyokhusin November 1989 nanti.
Ingin tahu seberapa pesat kemampuan Seti, setelah ditinggalnya ke Semarang dan berlayar, Seto menemaninya berlatih.
...----------------...
Seto yang juga seorang kyokhusin paham Seti sekarang semakin tangguh. Pantaslah dia lolos seleksi ke Jakarta.
Tinggi Seto hampir tersusul Seti. Hanya kulit Seto lebih putih. Perawakan dan ketampanan kakak beradik itu tidak jauh berbeda, mengikuti perawakan Bapak.
Merasa sudah dingin, kakak beradik itu duduk berhadapan dengan Bapak. Ada dua gelas susu dan kue basah di meja di depannya.
Dari dalam rumah joglo, Ibu keluar membawa secangkir kopi buat Bapak. Lalu membaur duduk menyebelahi Bapak.
"Kapan kamu berangkat To ?" Tanya Bapak.
"Masih dua minggu lagi pak. Masih cukup waktu buat berkunjung ke Nenek, sekalian nanti nengok teman-teman di Purwokerto."
"Jadi mau menginap di Nenek-mu ?" Ibu menimpali.
"Ya bu.. Sehari dua hari, biar Nenek dan mas Sarno puas. Seti kuajak juga. Mau kubelikan baju dan buku-buku," jawab Seto.
"Ya terserah kalian, yang penting hati-hati ... Jangan ndem-ndeman loh." Pesan Bapak sambil tertawa.
Ibu ikut tertawa mendengar kata-kata Bapak. Seto hanya tersenyum, teringat kelakuannya dulu.
...----------------...
Sifat Seto lain dengan Seti.
Jaman SMA-nya dulu, Bapak dan Ibu kenyang oleh ulah Seto. Mulai dari bolos sekolah, merokok di kantin, minum minuman keras, sampai berkelahi hampir setiap hari ada yang melaporkannya.
Karena itu setelah lulus SMA, Seto dimasukkan kursus Pelayaran di Semarang oleh Bapak. Supaya belajar berdisiplin kata Bapak waktu itu.
Dan bagusnya, Seto mau mengikuti kata-kata Bapak.
"Pacar mas mu banyak loh Set," Ibu ikut-ikutan meledek Seto.
"Ah bohong Set," Seto mengelak sebisanya.
"Kayak Bapakmu ini ... Dulu banyak pacar," Bapak ikut menyela sambil terbahak.
"Ah Bapakmu itu yang ngejar-ngejar Ibu ... Padahal Ibu sebenarnya mau jadian sama anaknya Bupati," Ibu menyela Bapak tidak mau kalah dengan cerita romannya.
"Bupati kethoprak... Huahaha ... " Semakin kencang tawa Bapak.
Rumah joglo ramai dengan segala perbantahan akrab Bapak-Ibu beranak itu.
...----------------...
"Mas belikan celana Levi's ya," pinta Seti.
"Ya ... Kan mas sudah janji," jawab Seto.
Muka Seti cerah mendengar jawaban kakaknya, saat Seto memberhentikan si Denok di sebuah komplek pertokoan.
Seti larut dalam keasikannya memilih-milih celana yang diidamkannya.
Seto mengawasinya dari jauh, membiarkan adiknya dengan kesenangannya saat ingatan itu muncul lagi dari benaknya ....
...----------------...
Ah dimanakah kamu sekarang dik ? Masih adakah maaf untuk-ku ? Dari kesendirian duduknya, pikiran Seto terusik dengan seseorang yang tiba-tiba saja dirindukannya.
Seseorang yang dirasanya sangat terluka karena ulah masa lalunya selalu membayangi pelayaran Seto.
Setengah jam dalam pergumulan penyesalan Seto tak mau berlama-lama dengan rindu dendamnya saat melihat Seti berjalan mendekatinya. Berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Seti.
"Yuk mas, sudah kupilih celananya,"
"Ok ... Dari sini kita beli buku Set, lalu ke toko roti Go beli kue buat nenek, sekalian beli tembakau dan rokok buat mas Sarno,"
"Mas Sarno pasti senang mas,"
"Tambah gemuk atau kurus mas Sarno sekarang ?"
"Gemuk mas, kan sekarang sawah Nenek sudah pakai mesin semua... Jadi mas Sarno tidak perlu mencangkulinya lagi."
Tak mau berlama menikmati kenangan masa kecil di rumah Nenek. Kakak beradik itu secepatnya meninggalkan komplek pertokoan itu.
...----------------...
Mas Sarno memeluk erat Seto. Mukanya cerah menerima rokok dan tembakau dari Seto. Nenekpun terlihat gembira melihat dua cucunya akan menginap satu dua hari di rumahnya.
Berselonjor di depan Tivi, Seto asik bercerita dengan mas Sarno. Asap rokok mengepul dari mulut mereka. Sesekali ada tawa. Dua gelas kopi besar dan sepiring kue sus ada di dekatnya.
Nenek duduk mendengarkan di belakangnya, menikmati pijitan Seti.
"Kapan kamu kawin le ?" Tiba-tiba saja Nenek menyela obrolan Seto dan mas Sarno.
Seto yang sedang merokok terbatuk mendengar pertanyaan Nenek. Mas Sarno tertawa kecil.
"Ah si-Mbah ... Xari duit dululah... Baru kawin," jawab Seto.
"Lah konco wedokmu dulu terus piye ? Mau kamu tinggal begitu saja ?"
"Yang mana mbah ?" Seto tertawa.
"Yo mbuh ..., wong yang kamu bawa ke sini umpet-umpetan itu banyak sekali." Nenek ikut tertawa.
Tawa mas Sarno semakin meramaikan obrolan asmara Seto di ruangan itu.
"Mas-mu itu Arjuna waktu SMA Set," kata mas Sarno ke arah Seti.
"Buto Ijo ...," Nenek menyela sambil terkekeh,"Nggragas, semua mau dilamarnya,"
"Itu kan dulu mbah... Sekarang aku mandita,"
"Iyo .. Pandita Durno ..." Nenek terkekeh lagi mengolok cucu kesayangannya.
...----------------...
Sama seperti Bapak dan Ibu, ... Nenek juga kenyang dengan kenakalan Seto di masa kecil sampai SMA-nya.
Dari uang praktek bidan Nenek yang berkali-kali dicuri Seto saat SMP yang selalu dihabiskannya untuk mentraktir teman-temannya termasuk Seti dan mas Sarno... Sampai protes ibu-ibu karena anak gadisnya yang berantem berebut Seto saat Seto SMA. Segala macam kenakalan anak tahun 80'an dinikmati betul oleh Seto.
Ibu Seti anak tunggal Nenek. Kakek Seti tentara yang hilang saat operasi Tri Kora di Irian Jaya tahun 1960.
Setelah menikah dengan Bapak, Ibu tetap tinggal bersama Nenek sampai Seto dan Seti besar. Tak heran Seto dan Seti juga sangat dekat dengan Nenek.
Barulah setelah Nenek pensiun, dan rumah joglo itu jadi, Ibu meninggalkan rumah Nenek.
Cerita kenakalan dan ulah Seto silih berganti masuk ke telinga Seti. Yang bagaimanapun Seto membantahnya, akhirnya diakuinya juga sambil cengar cengir.
...----------------...
"Besok Minggu kita ke saung mas ... Kita pasang bubu, lalu bakar ikan di sana," mencoba mengakhiri olok-olok dirinya, Seto mengajak mas Sarno ke saung.
"Sekarang ikan sudah langka di sungai mas, habis disetrum," jawab mas Sarno.
"Uceng, sidat, tawes, nilem, ... tidak ada sama sekali ?"
"Paling mujaher... itupun lembut."
"Ya sudah, pagi-pagi kita ke pasar Wage saja. Beli ayam sama Ikan Gurameh."
"Baik mas."
...----------------...
Duduk di atas saung, Seto menikmati mulut anak sungai Kranji menyanyikan gemericik air yang menerus.
Iramanya masih seperti masa kenakalannya dulu.
Rumpun bambu di kiri kanannya masih ada. Biasanya dijadikan sembilu untuk menyayat sidat atau belut yang didapatnya dari memasang bubu.
Sejak dipindahkan ke Semarang oleh Bapak dan pergi berlayar berkali-kali, baru kali inilah Seto menjejakkan kakinya lagi di saung yang dibuatnya bersama mas Sarno.
Membaui lumpur sawah sedikit mengobati enam tahun kerinduan kampung yang membesarkannya.
Mas Sarno mulai membuat api setelah menumpukkan patahan ranting kering yang dikumpulkan.
Bau ranting terbakar mulai tercium setelah api menyala.
Dari atas saung, Seto teringat dongeng Nenek saat memperhatikan asap unggun yang menari. Tarian yang menurut dongeng tadi seperti liukan Sang Hyang Antaboga saat meninggalkan istana Saptapratala dari bumi lapis ketujuh.
Warna putih asapnya mengingatkan namanya .. Haryo Seto... Lelaki putih ksatria.
Lelaki yang seharusnya tidak pernah meninggalkan bilur luka pada seseorang jika kelak tak ingin ditolak bumi yang dijaga Sang Hyang Antaboga.
----------------------------
*Ndem-ndeman : minum minuman keras dalam bahasa Jawa.
*Kethoprak : seni drama tradisional dalam bahasa Jawa.
*Le : dari tole panggilan kepada anak laki-laki dalam bahasa Jawa.
*Mandita : menjadi Pendeta.
*Pandita Durna : tokoh pendeta antagonis dalam Mahabharata.
*Buto Ijo : raksasa Hijau.
*Sang Hyang Antaboga : tokoh dewa dalam Mahabharata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Setia R
Seto pasti lagi ingat bening ....
rindu ya😀😀😀😀
2023-09-19
1
Setia R
kasih aku buah matoa nya dong ... seti .
2023-09-19
1
susan
jgn2 Seto ini pacar bening
2023-03-27
2