Here comes the sun do, do, do .... Here comes the sun ....And I say it's all righ ...Little darling, it's been a long cold lonely winter
Little darling, it feels like years since it's been here ...
Here comes the sun do, do, do ...Here comes the sun ...And I say it's all right ...
Here Comes the Suns-nya The Beatles terdengar riang dari dalam kamar Seti.
Sehabis mandi pagi, seperti biasa yang punya kamar sibuk mengikat rapi rambut kucir-nya. Susah payah menyembunyikannya dari razia rambut gondrong guru BP.
Seti berharap kucir-nya akan baik-baik saja, selamat dari razia rambut seperti yang sudah-sudah.
Tidak bisa dibayangkannya muka jahil Joe mengabarkan berita ke seluruh geng warung jika dirinya ceroboh menyembunyikan kucirnya. "Seti kucir menjadi Seti trondol terjaring razia rambut gondrong ... !!!"
...----------------...
Dari teras rumah joglo suara Bapak berteriak mengingatkan jam sekolah. Tergopoh-gopoh Seti mematikan tape deck peninggalan Seto. Irama rock n roll itu terhenti.
Pekerjaan yang paling menyenangkan Seti setelah keluar kamar adalah mengusap lembut badan si Denok dengan lap kanebo. Dari jeruji sampai ujung jok tidak terlewat dari sapuan tangannya.
Menjauh sedikit memastikan cat merahnya semakin menyala, Seti merasa puas melihat kesayangan-nya resik berkilau cantik sesuai namanya ... si Denok.
Puas mendandani si Denok, pekerjaan selanjutnya yang tak kalah menyenangkan adalah berpamitan ke Ibu yang sedang berias, mencium tangannya berharap suasana hati Ibu riang dan memberinya uang saku lebih. Lalu berangkat tepat setengah tujuh setelah menyeruput kopi Bapak yang sedang mandi seperti biasanya.
Santai Seti... toh hari ini penutupan penataran P4 sekaligus hari Sabtu, hari yang panjang untuk melepas lelah.
Si Denok melaju menemani jiwa muda di atasnya. Jiwa muda bertumbuh kembang yang haus mencari pengetahuan.
...----------------...
Belok ke kanan setelah pertigaan Klenteng Sokaraja, lurus mendekati pertigaan Sangkal Putung, Laju si Denok melambat saat Seti melihat mobil kijang kotak merah yang keluar dari sebuah garasi rumah di tepi jalan yang mulai ramai.
Di sampingnya ada sosok perempuan yang pernah membuat jantungnya berdebar kencang ...
Hati Seti berdesir ... "Ah di sini rupanya kamu sepatu kets putih." Rasa aneh itu muncul lagi...
Mata bening, rambut panjang terurai itu mengingatkan dongeng Nenek sebelum tidur. Dongeng tentang dewi Nawangwulan yang turun dari kahyangan. Yang membuat nekad Jaka pemuda kampung Tarub nekad mencuri selendangnya, untuk dapat mempersuntingnya.
"Sesempurna diakah Nawangwulan ? Bidadari di pajangan galeri lukisan Sokaraja ? Yang membuat pemuda kampung nekad mencuri selendangnya ? Kenapa baru sekarang aku melihatnya ? Padahal hampir setiap hari aku melewati jalan ini ?" Silih berganti pertanyaan melintasi benak Seti.
Huuuh... sudahlah Seti, ngapain dipikir ... perhatikan jalan.
...----------------...
Brmmmmmm... si Denok melewati bayangan dewi Nawangwulan di pagi yang meramai ... gas pol membelah jalan Raya Sokaraja - Purwokerto, menari kanan kiri mendahului kendaraan di depannya ke arah rumah Joe.
Tak lama Seti tiba di depan Rumah Joe. Rumah bercat krem di ujung gang ke-3 komplek perumahan pinggiran Purwokerto yang masih belum semuanya terisi.
Masih di atas si Denok, Seti ribut berteriak-teriak memanggil Joe dari depan rumah itu.
Dari balik pintu samping rumah, Joe muncul. Tangannya sibuk memainkan tusuk gigi. Rambutnya kaku disisir ke belakang berkilat polesan minyak Tancho tebal.
Walau Seti sering mengolok gaya rambut Joe seperti pelok biji buah mangga matang yang berkilat ... Joe tetap saja bangga dengan gaya rambutnya itu.
"Jangan terlalu ngebut Set ... aku selilitan,"
"Wah sarapan mewah nih Joe...Sate ayam ? Bistik sapi ?"
"Tempe mendoan,"
"Kok bisa nyelip di gigi ?"
"Tempe mendoannya gak nyelip... lombok merahnya yang nyelip nih," memamerkan lombok merah yang nyelip di gigi depannya, Joe sibuk dengan tusuk giginya.
"Padahal sudah kusikat gigi habis-habisan loh, gak ilang juga ... sial ... bisa pudar ketampananku pagi ini," ujarnya lagi.
Seti tertawa kencang..."Hay tampan... yuk lets go," Seti kemayu menirukan suara banci yang sering dilihatnya di sekitar bioskop Rajawali dekat terminal bus Purwokerto.
"Lets go ndasmuuuu....!" Joe melompat naik ke jok belakang si Denok.
Si Denok pun kembali melaju perlahan. Seakan menjadi saksi perjalanan hidup dua bocah pecicilan mendalami arti persahabatan.
Ah persahabatan.... Makhluk apakah itu ? Jalinan dua atau lebih hati yang tersatukan rasa amarah, canda, tawa, dan tangis tanpa meninggalkan luka membekas ? Dia (persahabatan) abadi selama hidup ? Tak tergores ruang dan waktu ?
...----------------...
Sehubungan dengan pembangunan ruang kelas yang belum selesai, anak kelas satu masuk siang mulai pukul 12.OO-17.00 WIB sampai ada pengumuman selanjutnya. Ruang kelas satu sementara bisa dilihat di kertas yang tertempel di pintu kelas.
Tulisan pengumuman pembagian kelas terpampang di papan pengumuman sebelah aula.
Seti ikut berdesakan di depan papan pengumuman itu, di tengah kerumunan anak-anak baru yang berebutan mencari tahu kelas masing-masing setelah Penataran P4 ditutup tepat jam 12 siang tadi.
Setiaji I-8 ...Seti membaca daftar anak-anak tiap kelas di bawah kertas pengumuman tadi berulang-ulang untuk memastikan namanya.
Anak yang sudah saling kenal berjingkrak senang mengetahui mereka satu kelas. Seti membacanya sekali lagi... tidak ada nama di kelas itu yang dikenalnya. "Ah bakalan sepi ... gak ada satupun geng warung yang satu kelas." Gumamnya dalam hati.
...----------------...
Dari aula, Seti bergegas mencari ruang kelasnya.
Ruang kelas masing-masing di SMA itu dihubungkan koridor kayu jati beratap genteng plentong. Melindungi dari terik mentari siang itu.
Kanan kirinya tumbuh pohon Kelengkeng besar. Mungkin sudah puluhan tahun umurnya, menyejukkan suasana.
Lantai ubin dingin berkilat bersih terawat menyambut jejak langkah Seti memasuki ruang kelasnya. Ada satu dua teman kelasnya yang masih asing bergantian keluar masuk.
Seti tidak terlalu mempedulikan mereka, asik memelototi meja jati kuno bercat plistur coklat panjang dengan laci di bawahnya cukup untuk menulis dua orang. Masing-masing meja ada dua kursi kayu.
Papan tulis besar terpasang di depan. Jendela bercat abu-abu berdaun dua terbuka atasnya. Terasa segar udara di siang menyengat.
Ada 22 pasang meja di kelas, Seti menghitungnya. "Kelas yang besar." Gumamnya dalam hati.
...----------------...
Puas melihat-lihat kelas barunya, Seti melangkahkan kaki keluar kelas menuju warung Bango mencari Joe.
"Kunyuk itu pasti sudah nongkrong di Warung sejak tadi." Tebaknya. Benar saja, dilihatnya Joe dan geng warung sedang berdesakan mengerumuni mobil promosi rokok yang terpakir di depan warung itu.
Dua SPG sexy dengan dandanan menor sibuk membagikan stiker, kaos, dan tentu saja rokok yang dipromosikannya. Seti mendekat ingin tahu. Semua berdesakan, saling berebut.
"Mbak'eee... aku belum kebagian rokoknya ...!" Teriak Joe kencang.
Jarinya mengacung ke atas. Matanya disayu-sayukan seperti anak kecil merajuk meminta es krim kepada kakak perempuannya.
"Terus tadi siapa yang mbak kasih rokok ?"Mbak rambut poni bertanya.
"Dia mbak ..!" Joe menunjuk Seti yang baru saja nimbrung.
Yang ditunjuk terperanjat "Sialan ni kunyuk ... baru nyampe kok malah dituduh nerima rokok." Dongkol setengah mati hati Seti.
"Ya sudah .. ini buat kamu ... rokok promosi terakhir," mbak SPG rambut merah memberikan sebungkus rokok ke Joe.
"Yang belum kebagian, jangan lupa tonton grasstrack-nya besok pagi sampai sore di lapangan Berkoh kalau mau dapat rokok gratis lagi. Ada Tonk'enk dan Hoho loh ..." Ujarnya lagi sambil berkemas dan mengingatkan besok ada event balap grasstrack.
Seti paham apa balapan grasstrack yang merupakan ajang balapan motor di trek tanah. Bedanya dengan balapan motor cross yakni membatasi kapasitas mesin motor balapnya. Grasstrack umumnya mempunyai kapasitas mesin dari 110 cc sampai 125 cc.
Seti tidak terlalu suka menonton grasstrack, selain panas dan berdebu, penontonnya terlalu rapat berdesakan di sirkuit. Sering terjadi kecelakaan di tikungan ketika pembalap saling bersenggolan dan menabrak penonton yang berjubel.
...----------------...
"Kiss bye mbak'eee... muach ..." Suara Joe yang terdengar keras sambil memonyongkan bibirnya mengalihkan Seti dari bayangan grasstrack-nya.
Mbak SPG rambut merah membalas dengan genit dari balik kaca mobil setelah selesai mengemasi barang promosinya, "Muaaach jugaaa ..!"
Kerumunan geng warung itupun bubar tak lama setelah mobil promosi rokok itu pergi.
"Besok nonton grasstrack-nya Joe ?" tanya Seti.
"Gak ah ... Kulitku gatal-gatal kalau kena debu ... mending nonton balap liar aja di alun-alun ntar malam. Banyak ceweknya ... geng warung juga hadir Set," Joe menjawab sambil menyalakan rokok yang tadi diterimanya dari mbak SPG
Walau tidak terlalu suka merokok kali ini Seti menerima sodoran rokok dari Joe.
"Oke kita berangkat jam delapan ... Malam ini aku nginap di tempat Nenek," Seti menjawab ajakan Joe. "Tapi kita ke Sawangan dulu ya, temani aku beli mendoan buat Nenek." Sambungnya lagi.
...----------------...
Malam Minggu ini hati Seti riang. Saat berpamitan tadi, ibu memberikan uang jajan lebih, sekalian menyuruhnya menengok dan membelikan oleh-oleh buat Nenek sepulang sekolah.
Nenek Seti pensiunan bidan. Rumahnya tidak jauh dari sekolah Seti. Sebelum tinggal di rumah joglo, Seti dan Seto kakaknya tinggal di rumah Nenek sejak SD sampai SMP.
"Sudah tahu kelasmu ?" Joe mengalihkan obrolan.
Mulutnya asik memainkan asap rokok membuat lingkaran asap yang menari-nari ke atas...lalu menghilang.
"Satu Delapan dekat kantin koperasi ... kayaknya gak ada yang kukenal ... Kelasmu Joe ?"
"Satu Enam... tuh dekat WC,"
"Ada yang kenal ?"
"Paling si Lusi anak gang 5 ... lainnya belum tahu ... gak kuperhatikan semua nama yang ada,"
"Lusi kriwil ? Bukannya kamu berkali-kali ditolaknya? Ah, ternyata kamu memang berjodoh dengannya... Takdir kembali mempertemukanmu dengannya teman ... Untuk menolak cintamu yang kesekian kalinya." Seti tertawa keras.
Lusi anak gang 5 di Perumahan Joe tinggal. Si centil berambut kriwil yang jika berjalan di depan Joe melenggok seperti model dengan rok span di atas dengkul. Genit menggoda setiap berpapasan seakan panah Amor yang menusuk Joe.
"Asuuuu ... !!!" Umpat Joe ... Luka hatinya tercabik lagi.
...----------------...
Di pesta perpisahan SMP dulu, Joe berusaha menyatakan cintanya kepada Lusi. Seharian dia berusaha menghapalkan puisi cintanya Kahlil Gibran. Mencari pinjaman celana Lea dan kemeja flanel supaya mempesona.
Saat yang dinanti tiba, saat yang dirasanya pas untuk menyatakan isi hatinya ...
Dan Lusi ternyata datang dengan pacarnya ke pesta perpisahan itu ... Hati Joe luluh lantak ... rangkaian kata ucapan cintanya terhempas padam seketika, seperti lilin tertiup topan tornado ...Busur panah Amor patah remuk redam.
Tawa Seti semakin kencang mendengar umpatan Joe tadi. Anak yang lain ikut-ikutan mengolok-olok kisah cinta Joe yang berantakan. Joe yang terpojok hanya bisa mengumpat, mukanya ditekuk tidak bisa membalas.
"Sudahilah rasa patah hatimu teman ... mendingan sekarang kita jalan ke Sawangan. Beli mendoan, lalu ngopi bareng di rumah Nenek." Ajak Seti.
Lalu matahari semakin meninggi ... warung Bango menyepi.
...----------------...
Tiap malam minggu, alun-alun Purwokerto dipenuhi remaja tanggung. Mulai ramai sekitar jam 10 malam, setelah toko-toko tutup dan jalanan yang lebar sepi lalu lintas.
Di jam itu satu dua motor mulai beradu balap dari arah bank BNI sampai depan LP. Semakin malam semakin banyak. Tiap geng motor memakai jaket seragamnya. Bergerombol di kanan kiri jalan, bersorak menyemangati motor-motor yang berpacu.
Astrea Star dengan roda depan belakang ditutup plat bekas drum olie made in Karang Lewas, Astrea 800 knalpot dibobok saling menyalip.
Duduk di atas si Denok yang terparkir di sudut alun-alun, Seti dan Joe memperhatikan motor yang saling berpacu.
Rebusan kacang kulit berbungkus koran ada di genggaman mereka. Kulitnya sesekali dilemparkan iseng ke teman nongkrong yang ada di depannya. Yang dilempar membalasnya dengan umpatan bercanda.
Hampir setiap hari bertemu dan bersapa di warung Bango di sela jam istirahat sekolah cepat mengakrabkan gerombolan itu. Malam itu geng warung puas menghabiskan malam panjangnya.
"Sit suiiiit..!" Suara siulan Joe keluar.
"Haiii ... Mbak'eee cantiiik ... met malem minggu yang indah..!" Timpal yang lain.
Bergantian siulan dan godaan keluar dari gerombolan bocah baru gede itu jika ada perempuan yang menarik melintas di sela balapan liar itu.
Ada yang menanggapi keisengan bocah baru gede yang petantang petenteng gak jelas, tapi kebanyakan sih mengabaikan dengan cemberut.
...----------------...
"Gak sengaja, tadi pagi aku melihat si sepatu kets putih di depan rumahnya Joe," Seti berkata kepada Joe di tengah polah keisengan mereka.
"Cewek yang bikin kesal kamu dulu ?" Jawab Joe. Tangannya masih sibuk mengupas kacang rebus.
"Yo'i ... ,"
"Terus kamu deketin ?" Tertarik obrolan tentang si sepatu kets Joe merapat.
"Gaklah ... mana berani aku. Sopirnya sangar pernah memelotiku waktu tak sengaja mobilnya kutabrak,"
"Lalu ngapain kamu cerita ... Kalau cuma lihat gak kamu samperin ... Percuma kamu jadi teman Joe idola para gadis," Joe mulai mulai mengolok Seti.
"Hahaha ... Sialan kamu. Aku hanya kaget aja waktu melintas. Kulihat dia ada di tepi jalan waktu berangkat tadi pagi," yang diolok mulai cengengesan, takut yang lain ikut nimbrung.
"Jatuh cinta ni yeeee ...," Joe meneruskan ledekannya.
"Si kucir gundah gulana hatinya ... jangan-jangan si kucir cuma terpikat sepatunya ... Bukan ceweknya..." Yang lain mulai nimbrung, seperti yang dikuatirkan Seti.
"Ho'oh ... Dasar si kucir ... Maniak sepatu," olokan Joe semakin menyudutkan Seti.
"Kalian semua bedebaaah ...!" Umpat Seti yang hanya bisa cengar cengir.
Pojok alun-alun tempat gerombolan itu berkumpul semakin meriah dengan teriakan saling olok dan candaan gerombolan geng pecicilan yang akan memasuki dunia barunya.
...----------------...
Dunia baru anak baru gede sungguh menyenangkan ketika berkumpul dengan sebaya pada suasana hati yang sama.
Waktu tak terasa berlalu cepat. Dingin larut malam mulai terasa. Kantuk mulai menggayut. Saatnya merebahkan tubuh muda yang sedang tumbuh dewasa menjadi lelaki.
Satu persatu gerombolan bocah itu pergi meninggalkan pojok alun-alun. Berpisah di persimpangan masing-masing ... Dengan cerita yang sama tentang hari ini. Bersiap menyapa cerita esok hari ... Cerita yang entahlah ...
...----------------...
Minggu Pagi di kamar luar sebelah rumah Nenek. Masih setengah mengantuk, Seti dan Joe bermalasan di depan meja bundar marmer.
Di atasnya dua gelas kopi dan sepiring tempe mendoan panas ditemani lombok rawit hijau segar menggoda ada di piring kecil di dekatnya. Mas Sarno pembantu Nenek yang menyediakannya tadi ketika mereka baru bangun.
Semalam Joe ikut tidur di tempat nenek Seti setelah jam dua belasan mereka baru pulang dari kluyurannya di alun-alun.
Masih menguap, sambil menggeliat Joe mencomot mendoan yang masih panas. Pedas lombok rawit ijo yang digigitnya menampar kantuknya.
Di depannya Seti meniup kopi, menyeruputnya pelan. Merasakan sensasi hangat di kerongkongannya.
"Ke mana kita hari ini ?" Joe bertanya. Mulutnya sibuk mengunyah mendoan.
"Billiard yuk ke Nusantara," jawab Seti.
"Tapi aku gak ada uang. Uangku habis semalam buat foya-foya dengan kalian,"
Seti ngakak ... Joe mulai membual. Dia tahu semalam Joe tidak mengeluarkan uang sepeserpun.
"Aku tuh ngajak billiard bukan ngemis uangmu,"
"Oh baiklah kalau begitu. Aku akan dengan senang hati mengikuti permintaanmu teman ...Tidak baik aku menolak paksaanmu,"
"Lagipula besok kita masuk siang Joe. Kalau cuma satu dua game aku masih sanggup mentraktirmu main billiard,"
"Terlalu banyak kelas kita Set, besok kita singgahi satu persatu ... Aku mau pindah kelas jika gak ada yang cantik di kelasku," Joe mengalihkan pembicaraan.
"Bukankah katamu ada si Lusi di kelasmu ? Sudah tidak tergodakah kamu dengan pesonanya ?"
"Tidak... Aku akan mencoba memanas manasinya jika ada yang lebih sexy dari dia,"
"Hahaha ... Atau jangan-jangan kamu yang semaput melihat dia bermesraan dengan teman sekelasmu yang lebih tampan ?" Seti tertawa lagi.
Joe ikut ngakak ... "Asuuuu ..." Umpatnya.
"Aku mandi dulu ... Menemani ngobrol Nenek sebentar sambil memijitinya dulu di dalam, baru kita berangkat," Seti beranjak dari duduknya meninggalkan Joe.
"Kamu habisin aja dulu mendoan sama kopinya .., tuh ada handuk di lemari kalau mau mandi." Sambung Seti lagi sambil berlalu ke rumah utama menemui Nenek, yang seperti biasa pasti sudah ada di depan Tivi menunggu acara Ria Jenaka kesukaannya.
...----------------...
Joe menguap, kantuknya masih belum hilang benar. Berdiri menggeliat sepeninggal Seti ... Mendekati tape compo Tens yang ada di atas lemari kecil. Dipilihnya kaset Rolling Stones peninggalan Seto kakak sohibnya.
Watching girls go passing by ... It ain't the latest thing
I'm just standing in a doorway ... I'm just trying to make some sense
Out of these girls go passing by ...The tales they tell of men
I'm not waiting on a lady ... I'm just waiting on a friend ...
Merdu suara Mick Jagger mengawali hari Minggu dua bocah itu. Alunan Waiting on friend seakan menjawab kegelisahan menunggu teman sekelas yang akan ditemuinya besok.
-----------------------------
*Trondol : potongan rambut tidak rata dalam bahasa Jawa.
*Ndasmu : umpatan bahasa Jawa yang artinya kepalamu.
*Kunyuk : sejenis kera dalam bahasa Jawa.
*Asu : umpatan bahasa Jawa yang artinya anjing.
*Semaput : pingsan dalam bahasa Jawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Maria_dwi90
jadi inget waktu kecil sering nyerobot juga kopi milik bapak wkwkwke
2023-08-13
1
Setia R
satu mawar untukmu!
2023-08-09
1
Setia R
yo ndasmu, sambil jeglokne, kan?🤓🤓🤓
2023-08-09
1