Malam hari nampak begitu sepi dengan kerlipan bintang di langit yang hanya terlihat satu dua saja, banyaknya awan gelap menutupi sebagian keindahan kerlipan itu, Deefa yang sedang duduk di dekat jendela kamarnya memandangi bulan yang hanya setengah saja keindahan semesta yang luar biasa ia kagumi.
Sudah hampir tengah malam dan Raffan pun belum pulang juga membuat Deefa sedikit bimbang mengingat pesan dari mertuanya apa yang harus ia lakukan jika hal ini terjadi.
"Kalau di diamkan bisa kebablasan Deefa, kalian ini suami istri mana boleh salah satu dari kalian bertindak semaunya." begitu perkataan Ibu mertuanya saat tadi sang mertua menghubunginya.
Mengingat jelas ketika Raffan mengatakan masih ingin bebas bahkan tidak mau orang luar tahu tentang pernikahan mereka, sangat keterlaluan bukan?
Deefa yang tadi terdiam berpikir akhirnya sudah yakin dengan opsi yang ia pilih, menurutnya kewajiban lain sebagai seorang istri adalah mengingatkan suaminya jika melakukan kesalahan ataupun lalai? ah mengikuti keinginan mertuanya tidak salah terlebih lagi untuk kebaikan suaminya yang sangat berjiwa muda yang pastinya kadang bisa bertindak tanpa berpikir lebih dulu.
Deefa sudah berdiri di depan pagar rumah menunggu taksi yang tadi sudah ia pesan, keputusannya sudah bulat untuk menyusul suaminya yang belum juga pulang dan tak bisa dihubungi, ralat! bukan tidak bisa dihubungi tapi lebih tepatnya Raffan tidak mau dihubungi dengan tidak menjawab panggilan darinya.
Berbekal alamat bengkel yang ibu mertuanya berikan Deefa pun siap untuk menyusul suaminya itu, wanita dengan gamis serta kerudungnya itu gegas naik ke dalam taksi begitu kendaraan itu tiba di depannya.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya ketika taksi mulai berjalan.
Sepanjang perjalanan Deefa terus melihat pada jalanan yang taksi lintasi, mengingatnya di dalam kepala agar ia jadi tahu jalan, itu harus Deefa lakukan mengingat ia yang baru beberapa hari tinggal di Jakarta, kota baru yang lumayan jauh dari kota kelahirannya, membuat ia senantiasa berdoa serta berzikir dalam hati agar Allah selalu menjaganya dari hal yang tidak diinginkan, ia yang belum mengenal kota ini membuatnya sedikit cemas dan waspada.
Taksi sudah berhenti tak jauh dari satu bangunan yang sedang di tutup, Deefa yakin itu adalah bengkel milik Raffan karena nama bengkel itupun sama dengan nama yang ibu mertuanya katakan "WORLD MOTOR SERVICE".
"Sudah sampai Bu," kata si sopir memberitahukan penumpang yang sepertinya belum bergerak dari tempatnya.
"Ah iya," sahut Deefa seakan baru sadar kalau ia harus segera turun dari kendaraan yang ternyata sudah hampir lima menit menunggu kesadarannya yang tengah melamun menatap bangunan yang lampunya sudah mulai di matikan.
Deefa segera turun setelah memberikan ongkos taksi yang harus ia bayar, "terimakasih Pak," katanya lalu beralih memutar tubuh menghadap bengkel milik suaminya.
Deefa menghembuskan napasnya lebih dulu mengumpulkan keberanian untuk bertanya pada satu-satunya orang yang sedang berada di dalam bengkel yang mulai gelap itu.
Ia yang selama ini hanya bergaul dilingkungan pesantren menjadi sangat luar biasa tegang dan berdebar ketika harus berinteraksi dengan orang-orang baru yang sebelumnya tidak ia kenal ataupun lihat, dengan Raffan saja Deefa masih belum terbiasa lalu jangan ditanya apa yang ia rasakan ketika harus menghadapi orang yang wajahnya saja baru pertama kali ini ia lihat.
Dengan merapalkan bismillah Deefa mulai melangkah, rasanya ia menggerakkan kaki cepat tapi entah kenapa gerakannya begitu lambat, kakinya kaku seperti terpaku ke atas tanah.
"Assalamu'alaikum," ucap Deefa berdiri di depan teras bengkel.
Bukannya mendapat jawaban atas salam yang ia ucapkan tapi Deefa malah mendapati kepala yang melongok dari sela pintu yang setengah terbuka dengan kernyitan di dahi si pria.
Pria itu keluar dari dalam bangunan masih belum juga menjawab salam dari wanita yang tengah berdiri dengan wajah sedikit menunduk, pria bernama Agam itu mungkin merasa aneh dan heran ada wanita dengan berpenampilan santun datang ke bengkel dan di jam yang mendekati tengah malam?
Ada rasa aneh tentang keperluan apa keperluan wanita itu di tempat yang biasanya di huni oleh kebanyakan pemuda-pemuda dengan hobi otomotif, meski tak jarang ada wanita namun penampilannya tidak akan se muslimah seperti yang sekarang ada di depan matanya ini.
Agam menengok kiri kanan mencari kendaraan, dia berpikir mungkin mobil wanita di depannya ini mogok hingga mendatangi bengkel milik dia dan juga Raffan.
Iya, ini adalah bengkelnya berdua dengan Raffan temannya, mereka membangun bengkel karena memiliki hobi yang sama, hobi mengutak-atik kendaraan sampai hobi balapan memacu adrenalin usaha ini mereka bangun dengan Raffan yang menggelontorkan dana lebih besar darinya tapi Raffan tetap meminta pembagian hasil yang sama tidak mau dibedakan karena Agam lah yang selama ini mengelolanya sedangkan Raffan datang setiap malam meski hanya untuk melihat laporan penjualan dan barang yang harus di beli lalu selebihnya pria itu akan sibuk dengan balapan.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Agam ketika tidak juga melihat satupun kendaraan di sekitar bengkel, artinya kemungkinan pemikirannya salah dan dia lebih baik bertanya.
"Assalamu'alaikum."
Untuk kedua kalinya Deefa mengucapkan salam membuat Agam menjadi salah tingkah karena kesalahan yang tadi belum menjawab salam dari wanita santun di depannya.
Salahkan Agam karena dia malah sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Wa'alaikumsalam," sahut Agam akhirnya meski dengan ekspresi sedikit malu.
"Boleh saya bertanya?" Deefa dengan suara merdunya memberanikan diri bersuara, waktu sudah semakin bergerak ia harus cepat menemukan suaminya, lagipula tak baik seorang wanita berkeliaran di malam hari.
"Oh silahkan, mungkin saya bisa membantu," sahut Agam yang kini menyangka bahwa wanita di depannya ini akan menanyakan alamat, mungkin?
Deefa memberanikan mengangkat wajahnya tidak sopan juga berbicara tanpa melihat lawan bicaranya dan dalam sekejap jantung Agam berdebar kencang ketika kedua matanya disuguhi pemandangan indah luar biasa yang tak pernah dia lihat sebelumnya, banyak wanita yang sering dia lihat tapi rasanya wanita di depannya ini sangat berbeda di balik wajahnya yang ayu sekaligus cantik rupawan dengan kedua mata yang memiliki tatapan sendu lalu masih di tambah dengan suaranya yang merdu serta aura yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Sangat sempurna di mata seorang Agam Dianggara.
"Apa ini yang dinamakan bidadari?" menggumam dalam hati yang mulai terusik dengan keindahan luar biasa yang begitu nyata.
"Apa Mas Raffan ada?" tanya Deefa pada sosok pria yang memejamkan mata seperti tengah menghayati suara merdu yang merasuk ke pendengarannya.
"Mas," panggil Deefa sebab pertanyaan yang tak kunjung terjawab.
Deefa mulai berpikir apa pria yang tengah berinteraksi dengannya ini memiliki masalah pendengaran? hingga tidak cukup dengan satu kali pertanyaan seperti awal kedatangannya yang mengucap salam namun tak kunjung mendapat balasan.
"Oh Raffan?"
Mulai sadar dengan kelakuan tak jelasnya seraya membuka mata yang membulat lalu mengerutkan kening.
Raffan? bidadari di depannya ini mencari Raffan? kebingungan berkutat di kepala Agam, pria itu tahu benar selera dari temannya yang meskipun keturunan dari seorang Ustad tapi rasanya selama ini wanita yang kerap kali diceritakan oleh Raffan penampilannya tidak seperti wanita di hadapannya sekarang.
"Iya, Mas Raffan apakah dia ada?" Deefa mengulang kembali pertanyaan takut jika Agam ternyata memang seorang yang loading nya lama.
Agam diam sejenak menghalau segala kebingungan yang mengusik mendengar wanita santun yang dia tidak tahu namanya ini menanyakan Raffan.
"Raffan sedang pergi dengan yang lain, sudah dari 2 jam yang lalu dan biasanya dia akan kembali," Agam berhenti sejenak untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, "aku rasa sebentar lagi Raffan sampai," lanjut Agam dengan memamerkan senyumnya.
"Mau menunggu?" tanya Agam dengan raut wajah yang sangat ramah pada wanita jelmaan bidadari itu.
Sejenak Deefa nampak berpikir, menunggu? dan hanya berdua saja dengan lawan jenis yang bukan mahramnya itu bukanlah hal yang baik bukan? sedangkan di tempat ini, ah lebih tepatnya daerah ini terlihat sangat sepi.
Deefa heran bisa-bisanya Raffan membangun usaha bengkel di tempat sepi seperti ini, meski dekat dengan jalan raya tapi itu bukan jalan utama, hah! entahlah mungkin Raffan punya target sendiri dalam memulai usaha bengkelnya.
Deefa masih galau harus memilih antara menunggu sampai Raffan kembali atau tidak tapi di kejauhan ia sudah mendengar suara kendaraan yang ramai, dan itu artinya tidak hanya satu kendaraan saja.
"Sepertinya itu Raffan," perkataan Agam membuat Deefa memutar kepalanya melihat arah yang sedang Agam lihat sekarang.
\*\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Lina RA
bukan@ seorang muslimah tdk boleh memberi slm kepada seorng laki2 y ajnabi
2023-07-09
1
nuri
kt liat sprti pa reaksi raffan 😁😁
2022-12-17
0
Sunarty Narty
buta kali raffan,Agam aja terpesona.udah jd pebinor aja gam klu suami deefa kaya si raffan,biar nyesel tu raffan
2022-10-01
0