Di dalam mobil yang tengah melaju Raffan tampak sangat tak bersemangat duduknya bahkan tidak bisa diam terus bergerak kesana-kemari membuat sang Ibu yang berada di sampingnya pun turut tidak nyaman di buatnya.
"Raffan," tegur sang Ibu.
"Raffan pegal," sahut Raffan dengan wajah judesnya.
Entah kenapa sebagai lelaki dia menjadi sangat judes terhadap siapapun di dalam mobil ini yang mengajaknya bicara, kesalnya tampak sudah sangat menggunung lebih lagi ketika mendengar Ayahnya yang duduk di kursi depan samping supir berdecak tertuju padanya.
"Kenapa sih tidak naik pesawat saja?!" tanya Raffan kesal, lagi-lagi mempertanyakan hal yang sama, kenapa mereka tidak naik pesawat saja dan malah memilih naik mobil yang tentunya memakan waktu berjam-jam lamanya, jika sudah begini bukan hanya badan yang remuk karena pegal tapi juga pikiran yang menjadi lebih sensitif lebih lagi mengingat dia yang akan di jodohkan dengan wanita yang usianya 6 tahun lebih tua darinya, mengingat itu tak jarang membuat Raffan mengacak rambutnya frustasi.
Memikirkan masa mudanya yang harus terkunci dengan wanita yang bahkan lebih cocok dia panggil Kakak atau Tante mungkin?
Ayahnya ini senang sekali menyiksa anaknya dengan dalih agar dia tidak makin terjebak dalam pergaulan yang bebas.
Berulang kali Raffan mendengus dengan sorot mata yang tajam, tadi dia sudah berencana untuk kabur tapi tidak bisa dan dia pun mengurungkan niatnya itu karena tidak mau di sebut sebagai anak durhaka.
"Ini kenapa gue jadi kayak mau ikut perang gini sih?! bawaannya emosi banget!"
Pemuda yang kali ini berpenampilan cukup rapi dengan menggunakan kemeja serta celana panjang hitam itu ngegerundel sendiri di kursi penumpang.
"Kenapa Raffan?" tanya sang Ibu yang mendengar gerundelan anaknya itu.
"Nggak ada, Raffan lagi ngomong sendiri!" sahut Raffan dengan ketus.
"Mulai hari ini jangan membiasakan diri berbicara sendiri, akan ada seorang istri yang senantiasa mau mendengarkan keluh kesah mu nanti," nasihat bijak sang Ibu, tapi sepertinya nasihat itu malah tidak disetujui oleh pemuda tersebut terbukti mulut pemuda bengal itu malah mencebik tak jelas.
"Akan ada seorang istri yang mendengar keluh kesah mu, halah! keluh kesah yang gue rasain juga karena punya Ayah dan Ibu yang kolot!" kini gerutuannya hanya mampu dia keluarkan dalam hati saja, tentunya dia tidak berani sebab jika dia mengatakan hal seperti itu di jalanan begini akan membuat dia di turunkan di pinggir tol, siapa yang mau berjalan di pinggir tol dalam keadaan masih gelap gulita seperti sekarang ini? sebengalnya seorang Raffan Alawi diapun tidak akan dengan bodohnya melakukan itu!
Dongkol yang terus menguasai hingga akhirnya membuat Raffan memilih untuk memejamkan mata saja, tidur jalan terbaik ketimbang harus menata emosi yang semakin membesar apalagi dengan lamanya perjalanan mereka menuju pesantren yang katanya menjadi tempat calon istrinya itu mengajar.
Menjelang gelap barulah mobil yang mereka naiki berhenti setelah memasuki jalanan kecil berbatu dengan mobil yang kadang oleh kiri serta ke kanan.
Raffan benar-benar mengurut keningnya, tadi dia sudah tidur beberapa kali agar tidak merasakan lamanya perjalanan namun setiap bangun mobil masih tetap berjalan hingga dia kembali tidur dan bangun lagi terus begitu berulang kali hingga dia menjadi sangat kesal dan gemas tangannya mengepal di depan muka dengan ekspresi kesal yang malah terlihat sangat tak masuk akal dan terkesan konyol.
"Alhamdulillah kita sampai dengan selamat," ustad Imran memanjat syukur atas perjalanan panjang yang mereka tempuh.
"Otak ku yang tak selamat!" gerutu Raffan yang langsung di tepuk oleh sang Ibu.
Ustad Imran sudah lebih dulu turun sedangkan Raffan masih memilih untuk berdiam diri di dalam mobil mengelus perutnya yang sekarang terasa sangat lapar, tadi pagi sebelum berangkat dia memang di minta untuk makan bahkan dalam perjalanan mereka sempat berhenti untuk makan dulu namun semuanya dia tolak karena kadung kesal dengan orang tuanya itu dan sekarang perutnya itu malah berdemo menuntut tanggung jawabnya untuk di berikan makanan.
"Ayo turun Raffan, Ayah dan yang lain sudah menunggu," ajak sang Ibu pada putranya yang tengah memegangi perutnya.
"Raffan lapar Bu," berkata dengan wajah memelas menunjukkan bahwa dia memang sedang kelaparan.
Hayati menarik napas lalu tersenyum serta lanjut berkata, "tadi kan Ibu ajak kamu makan tapi kamu malah marah-marah terus Raffan, perjalanan kita lama banget loh untung kamu nggak punya penyakit maag."
"Lagi Ibu bukan paksa Raffan, minimal disuapin kek!" ketus Raffan.
Hayati menggeleng kepalanya seraya tersenyum, "anak Ibu sebentar lagi bakal jadi kepala keluarga masa untuk hal makan saja masih harus Ibu paksa dan suapin, nanti disuapin nya sama istri kamu aja ya.."
Hayati malah meledek Raffan yang kini bergegas turun dari mobil dengan wajah cemberut.
"Nanti setelah sholat Maghrib kita makan dulu, ini sudah keburu adzan soalnya," kata sang Ibu sambil merapikan kemeja yang di pakai anaknya yang terlihat sedikit kusut karena terlalu lama duduk.
"Ini mau nikah apa mau lamar pekerjaan sih?!" celetuk Raffan kembali memindai penampilannya.
"Kmu kan di suruh pakai baju Koko kayak Ayah nggak mau, jadi yaudah pakai kemeja saja toh ini jauh lebih pantas ketimbang harus memakai celana sobek serta jaket dan juga kaos," sahut Hayati.
Keduanya masuk ke dalam halaman pesantren yang lampu-lampunya mulai menyala, mendekati pada kumpulan orang-orang berpakaian Koko serta kain sarung sedangkan yang wanita memakai gamis dan kerudung besar yang menutupi tubuh bagian atas mereka hanya menampakkan wajah saja, sepertinya kedatangan mereka memang sudah sangat di tunggu.
\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
🤣🤣🤣🤣 nantik selamat sendiri kok klok udah jumpa si Calon nyaa 🤭🤭
2023-01-04
0
Sunarty Narty
nanti klu udah unboxing,udh bucin baru mau berubah
2022-10-01
0
Masfaah Emah
sekarang aja ga mau nanti bisa bucin tuh c raffan
2022-08-24
0