Sungguh terlihat sangat miris serta ironis bercampur tragis kala Raffan dengan tergesa memilih untuk pulang yang disambut dengan ledekan dari teman-temannya.
Jujur saja dia panik dan takut kalau-kalau Deefa benar mendatangi tempat dia berkumpul, jika Deefa datang dan mencarinya lalu dia harus mengatakan apa pada teman-temannya jika mereka mempertanyakan siapa Deefa, tidak mungkin jika dia mengaku kalau Deefa itu Kakaknya sebab mereka semua tahu kalau Raffan adalah anak tunggal, sedangkan untuk mengakui bahwa Deefa itu istrinya sangatlah tidak mungkin, sungguh saat ini dia belum siap pernikahannya diketahui oleh orang lain terlebih lagi teman nongkrong sekaligus teman kampus.
Pernikahan dari perjodohan bukankah akan menjadi sebuah lelucon sumbang nantinya, dan Raffan tidak mau itu!
Motor besarnya sudah masuk ke dalam pagar lalu langsung menggembok pagar dengan dominan warna gelap itu.
Segera memasukkan motornya ke dalam garasi lalu melenggang cepat menuju pintu rumah.
Dari depan pintu yang tertutup Raffan bisa mendengar suara seseorang yang sedang mengaji, ah tentu saja itu suara istrinya.
Tangan Raffan pun gegas menurunkan handel pintu dia pikir pintu itu tidak di kunci, tapi nyatanya..
Klek! klek!
Berulang kali sampai akhirnya Raffan tak lagi mendengar suara merdu Deefa yang melantunkan ayat-ayat suci berganti dengan suara kunci pintu yang di buka.
"Assalamu'alaikum," sambutan suara serta wajah yang sama teduhnya seakan mengajarkan Raffan untuk selalu mengucapkan salam ketika baru saja sampai.
"Assalamu'alaikum."
Pria dengan penampilan berbeda jauh dengan Ayahnya itu pun langsung peka.
"Wa'alaikumsalam," sahut Deefa dengan menyertai senyuman dan menyingkir agar suaminya bisa masuk ke dalam rumah.
Raffan berlalu ke dalam kamar meninggalkan Deefa yang sekarang kembali mengunci pintu sambil mendekap Al-Quran yang tadi dia baca, setelah mematikan lampu tengah wanita itupun mengayun langkahnya mengikuti sang suami.
Deefa sudah berada di dalam kamar lalu meletakkan Al-Quran ke atas meja dekat jendela kemudian melihat pada suaminya yang sedang membuka jaket serta kaos tanpa merasa canggung sedikitpun sadar bahwa dia dan Deefa memang pasangan sah.
Sebenarnya Deefa sedikit kaget akan tetapi kemudian berusaha menyikapinya dengan tenang meski debaran jantungnya sulit untuk ia kendalikan.
Ah, ini pertama kalinya ia melihat tubuh bagian atas suaminya, lalu ingat bahwa mereka belum melakukan malam pertama, sudah dua hari menikah tapi malam pertama pun seolah terlewat begitu saja.
"Mas mau makan lagi?" tawar Deefa mengalihkan pandangannya dari perut yang tak tertutup.
"Tidak," tolak Raffan dengan suara datar seraya duduk di tepi tempat tidur dengan handphonenya yang sejak tadi berbunyi memperingatkan ada pesan yang masuk.
"Kopi? atau teh mungkin," lagi Deefa berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik meski memiliki suaminya senantiasa membuat siapapun beristighfar.
Lagi-lagi Raffan menolak meski kali ini hanya dengan gelengan tanpa suara.
Deefa menarik napas, "ya sudah kalau begitu," tak lagi mau memaksa jika tidak mau ya sudah toh dia sudah berusaha menjalankan kewajibannya.
"Ada yang perlu kita bicarakan," ucapan Raffan membuat Deefa yang ingin ke kamar mandi pun tertahan.
Deefa menatap pria di tepi ranjang dengan tak mengerti.
"Duduk dulu," ujar Raffan menunjukkan seraut wajah serius sepertinya kali ini memang ada hal yang ingin dia bicarakan dengan wanita yang masih memakai kerudungnya.
Deefa menurut, wanita itu mengambil tempat di sebelah pria yang menjadi suaminya menyisakan sedikit jarak antara mereka.
Raffan menarik napas yang terasa berat sebelum mengutarakan isi hatinya Deefa bisa membaca itu semua dari wajah Raffan yang agak berbeda dari saat mereka pertama kali dipertemukan setelah lantunan ijab kabul dari mulut Raffan.
"Sejujurnya gue belum terbiasa lebih tepatnya belum bisa menerima pernikahan ini."
Raffan sudah mulai mengutarakan isi hatinya, mengutarakan apa yang pemuda itu rasakan, tentang pernikahan dengan wanita di sampingnya dan itu tidak membuat Deefa terkejut sama sekali, dari awal melihat Raffan saja Deefa sudah bisa menebak bahwa Raffan terpaksa menikah dengannya, menerima perjodohan dengannya terlebih lagi dengan perbedaan usia mereka yang terpaut 6 tahun, Deefa yang lebih tua dari pria itu cukup sadar diri bahwa ada banyak wanita muda yang pasti diidamkan oleh suaminya itu untuk menjadi pendampingnya.
"Deefa bisa melihat semuanya meskipun Mas Raffan tidak mengatakannya," sahut Deefa dengan nada suara yang seperti biasa, suara lemah lembut yang ia miliki.
"Boleh tidak kalau gue tidak mengatakan apapun pada teman-teman gue pada lingkungan pergaulan gue tentang pernikahan ini?" tanya Raffan melirik pada Deefa yang kali ini sedikit terkejut dengan permintaannya.
Menyembunyikan pernikahan? itu artinya melarang dia untuk memberitahukan pernikahan mereka pada lingkungan yang dimana Raffan berada.
"Apa pernikahan ini sangat buruk?" Deefa menahan gejolak yang datang melanda tiba-tiba, miris pada dirinya sendiri, dia dijodohkan untuk membantu Raffan agar bisa merubah diri pria itu menjadi jauh lebih baik bukannya malah disembunyikan seperti ini.
Raffan menggeleng, "tidak ada pernikahan yang buruk hanya saja perjodohan yang tidak bisa gue terima."
"Kalau Mas Raffan tidak suka perjodohan kenapa Mas Raffan menerima perjodohan dengan wanita yang bahkan tidak Mas kenal?"
"Terpaksa, ada dua pilihan yang Ayah ajukan dan gue harus memilih pilihan yang lebih menguntungkan untuk gue," sahut Raffan sejujurnya mengapa sampai dia memilih menikah waktu itu meski sebenarnya dia sempat meralat pilihannya saat dia tahu harus menikah dengan pilihan sang Ayah namun Ayahnya menolak.
Deefa memainkan kuku jarinya mendengar setiap pengakuan yang Raffan utarakan.
"Kalau Lo kenapa mau dijodohkan? pasti menyesal bukan menikah dengan gue? beda jauh sama laki-laki yang sering Lo temui di pesantren, nggak sesuai ekspektasi karena meskipun gue anak seorang ustad tapi gue benar-benar sangat berbeda jauh dengan Ayah gue," jelas Raffan seraya menatap tampilan dirinya sendiri yang kini hanya mengenakan celana jeans robek-robek tanpa atasan yang menutupi tubuhnya.
"Deefa bisa apa kalau Allah sudah memberikan takdirnya pada Deefa, menikah dengan pria yang tidak Deefa kenal sama sekali dengan tuntutan Deefa harus berbakti pada suami Deefa tentunya meski suami Deefa sama sekali belum menerima pernikahan ini bahkan berniat menyembunyikan Deefa di depan teman-temannya atau mungkin di depan orang banyak?"
Raffan menghembuskan napasnya mendengar penuturan Deefa ada rasa tak enak tapi diapun tidak bisa berbohong.
"Deefa ikuti keinginan Mas Raffan jika memang pernikahan ini membuat Mas Raffan tidak nyaman, sebagai istri Deefa menurut meski sebenarnya hal itu tidak baik karena takut akan menimbulkan fitnah."
Jelas Deefa dengan wajah yang terus menunduk, ada buliran-buliran bening yang mulai membuat matanya berkabut memburamkan pandangannya.
"Terimakasih," ucap Raffan mendengar jawaban Deefa.
"Untuk nafkah, gue akan tetap memberikan nafkah tapi maaf mungkin tidak terlalu besar karena gue juga harus membiayai kuliah gue, Ayah sama Ibu sebenernya tidak keberatan untuk menanggung semua kebutuhan kita tapi gue nggak mau karena gue sudah menjadi kepala keluarga dan elo tanggung jawab gue," Raffan menggantung kalimatnya.
"Deefa terima berapapun nafkah yang Mas berikan," jawab Deefa.
"Maaf hanya nafkah lahir yang bisa gue penuhi, untuk nafkah yang satunya," Raffan menggeleng pelan saat Deefa mengangkat wajah dan menatapnya.
"Gue nggak mau munafik sebagai seorang laki-laki normal ada sengatan aneh yang gue rasakan saat melihat Lo Deef, tapi gue nggak mau ngelakuinnya karena gue takut pernikahan kita tidak berhasil yang mengharuskan kita bercerai mungkin? gue mau saat Lo cerai dari gue Lo bisa nikah sama laki-laki yang Lo cintai dan juga mencintai Lo, Lo bisa menyerahkan kesucian Lo sama laki-laki itu, dan gue harap jangan menikah lagi karena perjodohan."
Deefa seolah merasakan sambaran petir yang menyerangnya hingga membuat hatinya tersetrum sedemikian rupa hingga menjadikannya hangus, bercerai? Raffan membicarakan tentang perceraian? apa pria ini berniat untuk cerai darinya? apa pria ini memang sudah sangat yakin kalau mereka tidak bisa saling mencintai? sedangkan saat ini Deefa merasa sisi hatinya sakit luar biasa mendengar semua kata yang terucap dari bibir suaminya ini.
"Jadi Mas Raffan mau Deefa pindah kamar?" Deefa mulai mengerti arah bicara Raffan dan apa yang pria itu inginkan.
"Maaf," kata Raffan seraya mengangguk dengan perasaan tak enak.
"Baiklah," sahut Deefa kemudian bangkit dari duduknya, "Deefa akan membereskan barang-barang Deefa dan memindahkannya ke kamar bawah," lanjut Deefa menuju lemari pakaian mengeluarkan koper lalu memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper tanpa menyisakan satupun.
Deefa menyeret kopernya keluar kamar tanpa melihat pada pria yang masih duduk di tepi ranjang tanpa bergerak sedikitpun menatap punggungnya yang semakin menjauh dan menghilang saat pintu tertutup.
Menggumamkan kaya bahwa ini yang terbaik untuk mereka meski sebenarnya perlakuannya sangat tak adil untuk wanita yang dia nikahi, kalau hal seperti ini diketahui oleh Ayah Ibunya sudah jelas Raffan akan mendapatkan kemarahan dari keduanya, hingga Raffan pun berlari mengejar Deefa menyusulnya ke dalam kamar wanita itu.
"Deef," Raffan mengetuk pintu yang di tutup.
Klek!
Deefa membuka pintu dan berdiri masih dengan wajah yang sama saat wanita itu keluar dari kamar Raffan.
"Tolong jangan bilang Ayah dan Ibu soal ini," pinta Raffan.
"Apa Deefa terlihat seperti istri yang gemar mengadu pada mertuanya?" tanya Deefa mengulas sedikit senyum.
Raffan menggeleng.
"Deefa tidak akan mengatakan apapun dan pada siapapun termasuk Ayah Ibu juga keluarga Deefa," terang Deefa yakin.
Baginya masalah dalam rumah tangganya hanya mereka berdua saja yang boleh mengetahuinya, tidak ada siapapun yang boleh ikut mencampurinya.
"Terimakasih," untuk kedua kalinya Raffan mengucapkan terimakasih pada wanita yang pasti hatinya terluka dengan pengakuannya, tapi dia benar-benar tidak mau membohongi perasaannya.
"Deefa boleh tutup pintunya? Deefa mau istirahat," tukas Deefa memegang pintu.
"Iya, istirahatlah," sahut Raffan dan setelahnya Deefa menutup pintu meski dia masih belum beranjak dari tempat itu.
Di dalam kamar Deefa duduk di tepi tempat tidur menarik napas berulang kali dengan pandangannya yang entah melihat apa, diam beberapa saat lalu melafalkan doa untuk menenangkan hatinya akibat perasaan yang di buat terhempas oleh suaminya.
*****
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Hadimulya Mulya
judul nya salah kak,seharus nya menikahi istri gila,kok mau mengharap kan yg gk pasti,klo ujung2 pisah,buang2 waktu,lebih baik balik ke ortu lebih ada manfaat,salah juduh
2024-02-07
0
Yuli HHIY
kok sedih ya
2023-04-06
0
Marliana simbolon
sedih x ya,kasian deeefa
2022-12-10
0