Jam menunjukkan pukul 03.12 saat suara motor masuk ke halaman rumah yang pagarnya masih tertutup, seorang security membukanya sebab tau siapa yang datang pada dini hari seperti ini.
Jelas sangat mengenal dengan suara motor yang sering kali dia bersihkan jika di minta oleh sang empunya, tentunya tanpa membuang tenaganya sia-sia karena dia akan diberikan imbalan atas kerja sampingannya itu.
"Ayah sudah ke masjid belum?" tanya Raffan dari balik helmnya.
Memang karena setiap paginya Ustad Imran akan pergi ke masjid untuk sholat subuh berjamaah dan tak jarang dialah yang akan menjadi imamnya.
"Belum lah den, ini baru jam tiga lewat," sahut sang security memeriksa jam tangannya.
Raffan tak menjawab hanya kini mematikan mesin motor yang suara sering kali membuat Ibunya marah karena dianggap mengganggu pendengaran, terlebih mereka hidup bertetangga dan yang memiliki telinga bukan hanya mereka saja.
Pemuda itu melepaskan helmnya lalu meletakkannya di atas tangki motor dan mendorong motor besarnya itu menuju garasi rumah, mendorong dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara apapun yang mungkin akan membuat Ayah dan Ibunya terbangun dari tidur yang masih beberapa menit lagi.
Raffan memarkirkan motornya lalu memilih masuk melalui pintu samping yang memang jarang sekali di kunci.
Jalan mengendap-endap layaknya pencuri di rumah orang tuanya sendiri sebab was-was akan terpergok dna di paksa harus mendengarkan ceramah di pagi buta sedangkan dia sangat ingin bertemu dengan tempat tidurnya serta memeluk guling sekaligus memejamkan mata dengan damai setelah begadang dengan teman-temannya.
Tangannya menahan meja pajangan kecil di dekat sofa yang tidak sengaja di senggol, napasnya tertahan seraya gerakan tubuh yang terhenti.
Harus bergerak sehati-hati mungkin untuk tidak membangunkan orang tuanya, kembali melanjutkan langkah melewati kamar orang tuanya yang masih tertutup rapat menuju tangga dan hendak menjejakkan kakinya di sana.
"Ehhhm!"
Suara deheman sontak membuatnya mematung dengan tubuh yang membungkuk dengan kedua mata yang melebar, Raffan kenal betul siapa pemilik deheman di belakang tubuhnya.
"Hadduh, marabahaya di depan mata," keluh Raffan membayangkan akan seperti apa kemarahan Ayahnya dan akan sepanjang apa ceramahnya pagi ini.
"Duduk kamu!" pinta Imran dan penuh ketegasan juga tak luput dari emosi yang masih berusaha untuk dia redam.
Hayati yang baru keluar dari dalam kamar menggeleng gemas melihat anaknya yang lagi-lagi untuk sekian kali ulahnya membuat suaminya kesal.
"Duduk!" bentak Imran pada sang anak yang tidak bergerak di tempatnya untuk mengikuti perintahnya.
"Masuk rumah tidak mengucap salam malah mindik-mindik seperti maling," cecar Imran menduduki sofa di ruang keluarga.
"Assalamu'alaikum," suara Raffan begitu pelan nyaris seperti bisikan.
"Wa'alaikumsalam," meski masih kesal namun Imran dan Hayati menjawab salam yang terlambat dari anak mereka.
Hayati menyalakan lampu hingga ruangan yang tadinya remang menjadi terang benderang membuat Raffan mengerjapkan mata menyesuaikan pandangan matanya akibat sinar lampu yang langsung menyilaukan pandangannya.
"Tampaknya keseringan pulang pagi membuat kamu jadi tuli Raffan," ketus Imran padahal sejak tadi dia sudah meminta anaknya itu untuk duduk namun sejak tadi juga pemuda itu masih saja berdiri.
Raffan menggaruk kepalanya lalu melirik pada Ibunya yang tidak bersuara, dia cukup tau karena Ibunya itu tidak akan mau membelanya karena Raffan pun sadar tingkahnya memang seenaknya saja, bukan seorang penurut bahkan lebih sering kabur saat orang tuanya itu mengajaknya membaca ayat suci Al-Quran, yah meskipun dia juga masih ingat akan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan sholat lima waktu yang kadang tidak tepat waktu, sering terlambat apalagi jika waktunya sholat subuh.
"Lihat penampilanmu itu, astagfirullah," Ustad Imran melihat penampilan Raffan yang sedang berjalan menuju sofa.
Raffan berhenti sejenak lalu meneliti dirinya sendiri, "kan Raffan emang kayak gini Ayah," sahut Raffan lalu dengan cuek menghempaskan tubuhnya ke atas sofa diiringi dengan decakan dari mulut Ayahnya.
Mata Sang Ayah terasa begitu tajam dan menusuk menguliti tidak terima dengan jawaban enteng dari anaknya.
Hayati duduk di samping suaminya seraya mengurut kening, matanya juga terasa seperti kelilipan melihat anaknya yang semakin hari semakin menjadi saja, dua mata Hayati terpaku pada telinga kanan anaknya memicingkan mata guna memperjelas apa yang matanya lihat, rasa penasaran makin menjadi hingga menggodanya untuk bangkit dan mendekati anaknya.
"Kamu pakai anting?!" berseru kaget dengan wajah yang sangat dekat dengan telinga sang anak, dan jelas suaranya yang kencang membuat Raffan berjengkit menjauh sambil menutupi telinganya yang terasa berdengung akibat seruan Ibunya yang melengking.
Dan pertanyaan itu sukses membuat Raffan terhenyak, dia lupa melepas antingnya saat pulang tadi, dia menunduk tak berani menatap pada Ayahnya yang dia yakin benar akan segera menyemburnya dengan segala Omelan.
\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Telatt Babang Telatt 🤣🤣
2023-01-04
0
Elizabeth Zulfa
ada za zg sprti itu.... ank ustad mlah kek brandalan tp mski gitu msih ada nilai + nya krna dia msih ingat buat sholat 5wktu walau g tpat waktu 😁😁
2022-12-17
0
Sunarty Narty
astaghfirullah bnyak2 istighfar
2022-10-01
0