"Kenapa terburu-buru sekali bukankah seharusnya kalian menginap satu atau dua hari di sini," tutur Kiai Burhan menyesalkan Ustad Imran yang langsung pamit untuk kembali ke Jakarta.
Pukul 23:35 ustad Imran memang sudah bersiap untuk kembali ke Jakarta, sebetulnya diapun ingin lebih lama di kota tempat temannya itu berada namun sayangnya Raffan terus meminta untuk langsung pulang ke Jakarta tidak perlu menginap, pemuda itu seperti anak kecil yang terus merengek padanya seolah tak tahu diri bahwa statusnya sudah berubah menjadi suami, apakah anaknya itu tidak malu apabila istrinya itu tahu kelakuannya? sungguh ustad Imran berdecak tak karuan saat tadi Raffan terus membisikinya saat dia tengah berbincang dengan Kiai Burhan terus mengganggu dengan berbagai macam alasan dari mulai kuliah lah sampai banyak tugas yang belum anaknya kerjakan, padahal dia dan Kiai Burhan tengah berbincang seru untuk sekedar mengingat masa muda mereka dulu, yah tentu itu bukanlah suatu kesalahan bukan?
"Lain kali kami akan datang lagi ke sini, kali ini saya mohon maaf karena memang Raffan banyak sekali tugas di kampusnya yang harus dia kerjakan," sahut Imran sedikit tak enak.
Kiai Burhan tak lagi bisa menahan jika memang sang pengantin barulah yang mempunyai kesibukan andai Imran yang mengatakan ada pekerjaan tentunya Burhan masih bisa meminta Raffan untuk menginap menikmati malam pertama sebagai suami istri, yah anggaplah berbulan madu.
"Yah kami bisa apa, kalau begitu hati-hatilah di jalan, kami terutama orang tua Deefa menitipkan Deefa pada kalian, terutama pada kamu Raffan," ucap Kiai Burhan seraya beralih melihat pemuda yang sejak tadi sepertinya sudah sangat gatal untuk segera pergi dari tempat itu.
"Baik Kiai, insya Allah," sahut Raffan sambil mengangguk, setidaknya dia cukup tahu diri untuk menjawab apa bukan?
"Emak Bapak Deefa pamit ya," suara Deefa terdengar begitu lirih, tentu saja karena inilah pertama kalinya ia benar-benar pergi jauh dari kedua orang tuanya meninggalkan kampung halaman yang pastinya tidak akan pernah dia lupakan.
Mereka bertiga pun kembali berpelukan memuaskan diri sebelum berpisah, selesai dengan orang tuanya Deefa pun berpamitan pada Kiai serta Umi yang juga sangat ia sayangi.
"Selalu hormati suamimu," bisik Umi sambil tak kuasa menahan tangis.
Deefa mengangguk lalu beralih pada Salimah yang langsung berbicara, "jangan nangis, jelek tahu!" omel Salimah berusaha untuk membuat Deefa tersenyum meski sebenarnya iapun merasakan sedih yang sama.
Deefa pun tersenyum kecil, "titip Emak sama Bapak ya, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku," pinta Deefa.
Salimah mengangguk, "kamu tidak perlu khawatir, aku Abah sama Umi akan selalu menjaga mereka," jawab Salimah seraya menepuk tangan Deefa, "sana masuk mobil, suami kamu kayaknya udah nggak sabar," seloroh Salimah yang menyadari tatapan mata Raffan mulai memicing pada mereka.
****
Mereka berempat sudah berada di dalam mobil bersama seorang sopir yang mereka bawa, untungnya mereka membawa mobil yang berukuran besar jadi saat ada penambahan orang beserta dengan koper tidak membuat mobil sempit ataupun pengap.
Seperti saat berangkat ustad Imran duduk di depan bersama dengan sopir dan sekarang pun pria tua itu kembali duduk menemani sang sopir, sedangkan Hayati duduk berdua dengan Deefa di bangku tengah dan Raffan sendirian di belakang.
Pemuda itu sungguh keras kepala padahal Ibu serta Ayahnya sudah meminta dia untuk duduk bersama Deefa tapi pemuda itu menolak beralasan tubuhnya sangat lelah dan ingin tiduran, dan itulah yang dilakukan oleh pemuda itu, dia tiduran menghadap pada sandaran bangku mobil memunggungi Deefa yang sejak tadi mencuri pandang ke arahnya, kepalanya terus bergerak memutar ke belakang untuk melihat suaminya yang nyatanya bisa tidur pulas dalam perjalanan.
Sejak pertemuan pertama setelah menikah tadi keduanya belum berbicara apapun sekalipun untuk sekedar berkenalan yang Deefa tahu adalah suaminya anak dari teman Kiai Burhan namanya Raffan Alawi dan usianya 19 tahun, 6 tahun lebih muda darinya tapi ia percaya bahwa Raffan adalah seorang lelaki dewasa yang akan menjadi imam yang baik baginya di dalam rumah tangga.
Hayati sudah mulai merasa kelopak matanya berat untuk membuka, matanya mulai ngantuk karena memang sekarang sudah jam 2pagi.
"Deefa, Ibu tidur ya nak," katanya pada sang menantu yang sedari tadi malah tampak melamun.
"Iya Bu tidur aja, lagian Ibu juga pastinya capek harus bolak-balik dengan perjalanan berjam-jam," sahut Deefa seraya memamerkan senyum manisnya.
Hayati saja menyukai semua yang ada pada diri sang menantu, ini kedua kalinya bagi Hayati melihat Deefa dan penilaiannya tetap sama tidak berubah, Adeefa memang gadis terbaik untuk menjadi istri dari anaknya yang kelakuannya selalu saja membuatnya beristighfar setiap saat.
Hayati mengelus kepala Deefa, terlihat jelas bahwa ia akan memperlakukan Deefa selayaknya anak sendiri, gadis sebaik dan sesantun ini siapa juga yang akan tega menyakitinya? mungkin Raffan? tentu Hayati tidak akan membiarkan anak bengalnya itu melakukannya.
Hayati pun mencari posisi duduk yang nyaman untuk kemudian ia memejamkan matanya, mencoba menikmati perjalanan yang lagi-lagi akan sangat panjang.
Deefa melihat pada mertua laki-lakinya yang duduk di depan, pria tua itu tampaknya juga sedang tidur meski tidak pulas karena matanya sesekali terbuka.
"Nanti kita istirahat di rest area dulu," katanya pada sang sopir yang mengangguk.
Mobil sudah mengarah pada rest area kedua yang mereka lewati dengan langit yang masih sama gelapnya saat mereka berangkat beberapa jam lalu.
Hayati terbangun begitu merasakan mobil tak lagi bergerak lalu melihat pada sang suami yang tengah membuka pintu.
"Istirahat dulu Bu," kata Ustadz Imran pada istrinya yang ikutan membuka pintu.
Sopir pun sudah lebih dulu keluar setelah mematikan mesin mobil mengikuti Ustadz Imran yang bergerak menjauh, membiarkan pintu mobil terbuka agar udara bisa dengan bebas masuk lebih lagi dia melihat masih ada tiga orang di dalam mobil, sungguh sangat tidak mungkin dia menutup pintu mobil dengan mesin mati sedangkan ada orang di dalamnya.
"Raffan nya di bangunin Deefa, mungkin dia mau makan," pinta Hayati pada sang menantu dan langsung melenggang pergi setelah menantunya mengangguk.
Setelah di tinggal hanya berdua saja dengan lelaki yang sah menjadi suaminya, jantungnya yang tadi sudah cukup bersahabat pun kembali memberontak, berulang kali Deefa melihat kepada suaminya yang masih tidur dengan pulas di bangku belakang, suaminya terlihat begitu menikmati tidurnya sampai sebelah kakinya pun naik di sandaran bangku mobil.
"Ma Mas Raffan," suaranya sangat pelan, lalu Raffan yang kalau sudah tidur seperti mayat apakah bisa bangun jika yang membangunkannya seolah tidak memiliki tenaga seperti ini?
Saat tidak ada pergerakan apapun Deefa malah menggigiti bibir bawahnya lalu dengan ragu mengulurkan tangannya untuk menyentuh punggung Raffan yang tidur menghadap bangku.
Puk! satu tepukan belum juga ada reaksi.
Puk! tepukan kedua lagi-lagi sama saja sampai tepukan ketiga pun Raffan seolah cosplay menjadi mayat, Raffan benar-benar tidak bergerak.
Puk! puk! puk! akhirnya Deefa menepuk berkali-kali dengan gerakan cepat dan bertenaga, sampai terlihat Raffan bergerak perlahan tapi hanya memutar saja dan kini Deefa bisa melihat jelas wajah suaminya.
Matanya melebar begitu bulat lalu mengedip berulang kali membuat bulu-bulu matanya yang lentik dan panjang bergerak indah.
Sesaat dia begitu mengagumi suaminya, mengagumi wajah yang kini dengan bebas bisa dia lihat, dia tidak perlu malu lagi seperti saat di pesantren karena Raffan masih tetap tertidur.
Deg!
Jantung Deefa berdetak semakin menjadi membuat Deefa tersadar dari kekagumannya pada sang suami, wanita itupun membalik tubuhnya menghadap ke depan lalu memegang dadanya.
"Tidak boleh melihat lawan jenis seperti itu Deefa, dosa!" suara dalam hatinya membuat Deefa beristighfar.
"Astaghfirullah."
"Loh, eh tapi dia kan sudah jadi suami ku."
Oh tuhan Deefa baru saja sadar dari kebodohannya sendiri lalu tersenyum malu-malu seraya berucap, "aku sudah bersuami," gumamnya.
Deefa pun kembali melihat pada suaminya lalu mengumpulkan lagi keberaniannya untuk membangunkan pria itu.
Tangannya kembali terulur menuju tubuh Raffan yang tak di sangka menangkap pergelangan tangannya dengan sangat cepat membuat mata Deefa terbelalak tidak menyangka bahwa suaminya malah sudah bangun tanpa perlu dia bangunkan.
"Mau ngapain?!" tanya Raffan dengan suara serak namun juga ada kesan galak yang dominan.
"Ibu minta Mas Raffan buat bangun, mungkin Mas Raffan lapar dan mau makan," kata Deefa tak masih dalam keterkejutannya sedangkan tangannya masih dalam genggaman Raffan.
"Jangan panggil Mas! lu tahu umur gue kan?" kata Raffan seraya melepas tangan Deefa dan bergerak untuk duduk.
Deefa mengangguk, "biar usia Mas Raffan lebih muda tapi tetap saja Mas Raffan suami Deefa dan Deefa harus menghormati suami Deefa," sahut Deefa sudah kembali pada posisi semula.
"Iiishh.." Raffan menggaruk rambutnya menjadikan rambutnya itu sangat berantakan.
Suara handphone milik Raffan membuatnya tidak jadi untuk meneruskan ucapannya, dia memilih untuk menjawab panggilan dari seorang temannya.
"Turun duluan aja," katanya pada Deefa.
Deefa pun mengangguk lalu bergegas untuk turun dari mobil, meski ia kini hanya berdiri di samping mobil tidak pergi kemanapun, sepertinya Deefa menunggu suaminya untuk berjalan bersama menyusul Ayah dan Ibu yang entah berada dimana.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Galak amak si Bang 🤭🤭 jangan Galak² lahh 🤭🤭 nantik si Deefa di ambek Holang 🤣🙈
2023-01-04
0
Triple R
butuh perjuangan pasti deefa
2022-10-23
1
Triple R
cium deffa biar bangun
2022-10-23
1