Goresan Luka
"Mas, bangun! Memangnya kamu tidak kerja," ujar Anin. Panggilan dari Anindya.
"Kamu itu berisik banget sih? Kalau mau kerja, ya sudah jalan saja sana. Tak perlu ngurusin aku," sahut Arga ketus. Bahkan dirinya enggan membuka matanya.
Anin terperangah mendengar ucapan laki-laki yang baru beberapa hari menikahi dirinya. Membuat dirinya diam terpaku, melihat sikap suaminya yang berubah. Hingga akhirnya dia tersadar, dia tak mengenal sosok laki-laki di hadapannya.
"Mas, bangun! Aku ingin bicara sama kamu," ujar Anin yang terus menggoyang-goyangkan tubuh suaminya, agar sang suami terbangun dan membuka matanya.
"Kamu itu apa-apaan sih? Baru menjadi istri beberapa hari saja, sudah berani bersikap kasar kepada aku," protes Arga.
"Aku tidak akan seperti ini, kalau bukan kamu duluan yang memulai. Kamu itu nipu aku ya? Kamu itu pengangguran kan? Ternyata benar, apa yang dikatakan orang tentang kamu," bentak Anindya.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi mulus Anindya. Bukan hanya merasa perih di pipinya, Anin juga merasakan perih di hatinya. Laki-laki yang baru beberapa hari mengucap ijab kabul di depan penghulu, kini sudah berani menggoreskan luka dihatinya.
"Tutup mulut kamu! Aku ini bukan seorang pengangguran, tetapi saat ini aku belum mendapatkan pekerjaan lagi. Kamu tenang saja, aku juga tak akan tinggal diam. Aku akan berusaha demi kamu. Tolong kamu pahami itu," cerocos Arga.
Air mata Anindya jatuh satu persatu menetes dari pelupuk matanya. Siapakah yang disalahkan dalam hal ini? Yang pasti, dia telah salah memilih suami. Perkenalan yang begitu singkat, membuat dirinya tak mengenal sosok laki-laki yang kini telah resmi menjadi suaminya.
"Maafin aku. Maafin aku yang telah menampar wajah kamu. Maaf atas kekhilafan yang aku perbuat. Aku sayang banget sama kamu, aku takut kehilangan kamu kalau kamu tahu aku sudah tidak bekerja. Aku di pecat, saat aku mengajukan cuti untuk acara pernikahan kita," ungkap Arga.
Arga bersujud di kaki Anin, berharap agar Anin mau memaafkan dirinya. Dirinya berjanji akan berusaha mencari pekerjaan demi istrinya, dan tak akan mengulangi perbuatan kasarnya lagi.
Anin masih terlihat diam, dirinya terlihat masih shock mendapatkan perlakuan seperti itu dari suaminya. Selama dirinya berpacaran dengan Arga, tak sekalipun Arga bersikap kasar kepadanya. Arga selalu bersikap mesra, dan menunjukkan tanggung jawabnya. Hingga akhirnya, Anin menerima pinangan Arga. Laki-laki yang usianya 6 tahun lebih tua darinya.
"Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Please beri kesempatan kepada aku, untuk membuktikannya," ujar Arga sambil memeluk istrinya erat.
Arga menyadari kesalahannya, dia telah membuat goresan luka di hati istrinya. Sebagai penebus kesalahannya, Arga menyuruh Anin untuk menunggu dirinya mandi. Arga berniat mengantarkan Anin bekerja.
"Tidak perlu! Aku bisa berangkat sendiri," ucap Anin.
"Sudah jangan keras kepala! Tak baik menolak niat baik suami. Kamu mau nanti dosa," ujar Arga.
Sejak dirinya dan sang suami melakukan ijab kabul di depan penghulu, kedua orang tua, dan pihak keluarga yang hadir saat itu, Anindya berniat untuk menjadi istri yang baik, mau menerima suaminya apa adanya, dan siap melewati pahit dan manisnya pernikahan dengan suaminya. Inilah alasan dirinya untuk memaafkan suaminya.
Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju kantor Anindya. Anindya berusaha menerima kekurangan suaminya. Mewujudkan keluarga sakinah, mawadah, dan warohmah.
"Pegangan dong, masih marah ya sama aku? Nanti, kamu pulang jam berapa? Biar aku jemput kamu. Untuk sementara waktu aku belum bekerja, aku akan jadi tukang ojek kamu yang siap mengantarkan kamu kemana pun kamu inginkan," ujar Arga dan Anin hanya menganggukkan kepalanya dan mengatakan iya.
Anindya akan berusaha bersabar, mungkin saat ini rezekinya masih berasal darinya. Suatu saat nanti suaminya pun akan bekerja kembali. Bukankah pasangan suami istri harus saling melengkapi satu sama lain?
"Selamat bekerja istri cantikku, semangat ya kerjanya. I Love You," ucap Arga.
Hilang sudah rasa marah dan emosi yang di rasa Anindya. Arga mampu membuat dirinya melupakan kesalahan yang dia lakukan. Anindya bersikap seperti biasa lagi.
"Tidur lagi ah. Untungnya Anin mau memaafkan aku, dan tidak marah lagi. Jika tidak, pasti aku sudah di usir dari rumah ini. Lantas bagaimana nasib aku untuk kehidupan sehari-hari? Lumayan bisa menumpang hidup sama dia sementara, sampai aku bisa bekerja kembali," ujar Arga.
Arga meneruskan tidurnya kembali, sedangkan Anindya sudah mulai berkutat dengan pekerjaannya. Saat ini Anindya bekerja sebagai seorang supervisor bagian keuangan di perusahaan tempat dirinya bekerja. Arga dan Anindya tinggal di rumah yang dibeli Anindya secara kredit sebelum dirinya menikah dengan Arga.
***
"Mas, bangun! Gimana kamu bisa cepat dapat pekerjaan kalau kamu hari-harinya tidur terus kalau pagi. Kata orang tua, rezeki kamu sudah di patok ayam," cerocos Anindya.
Anindya merasa kesal dengan kelakuan suaminya yang kalau pagi saat dirinya hendak berangkat bekerja selalu saja tidur. Saat malam hari dirinya justru begadang, dengan alasan pusing tidak bisa tidur karena memikirkan belum dapat pekerjaan. Hingga akhirnya Anindya selalu mengerti.
"Kamu itu, selalu saja dengar ucapan orang zaman dulu. Kita itu hidup di zaman modern. Katanya supervisor keuangan, kok pikiran masih kolot saja," sindir Arga.
"Terserah Mas mau ngomong apa tentang aku. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin kamu cepat cari kerja. Masa iya semuanya harus aku yang menanggungnya, sampai-sampai bensin motor dan untuk rokok kamu, aku yang membiayainya. Ingat Mas, kamu itu kepala keluarga! Jadi, kamu harus menjadi suami yang tangguh jawab. Untung sekarang kita belum memiliki anak," sahut Anindya ketus.
Bukannya sadar, Arga justru merasa tidak terima dengan sikap Anindya yang baginya semena-mena terhadapnya, tak menghargai dirinya karena tak bisa memberikan nafkah kepadanya.
"Oh jadi begini ya sikap kamu ke suami kamu? Dimana sopan santun kamu? Sekarang aku tanya sama kamu, pantas tidak seorang istri bicara kasar kepada suaminya," bentak Arga.
Bahkan membuat Anindya merasa kaget. Arga menatap tajam Anindya. Kemarahan terlihat di wajah Arga.
"Apa perlu aku ajarkan cara bersikap kepada suami? Makanya kamu itu sering dengar ceramah, biar kamu bisa menghargai suami," cerocos Arga.
"Aku tidak akan bersikap seperti ini, kalau kamu tidak memulainya! Harusnya kamu sadar donk, atas apa yang kamu perbuat kepada aku. Mana ada seorang istri yang mau menerima suaminya yang tidak pernah memberi nafkah kepada istrinya. Dosa kamu, Mas," sahut Anindya tak mau kalah.
"Ouh, mentang-mentang kamu lebih hebat dari aku? Mentang-mentang suami kamu pengangguran? Dengar baik-baik, aku juga tak ingin seperti ini! Kamu kira aku mau seperti ini? Menjadi seorang pengangguran yang di injak-injak istrinya karena tak bisa memberi nafkah. Padahal aku sudah berusaha keras, hanya saja aku belum mendapatkannya," ujar Arga sambil mencengkram wajah Anindya dengan kasar. Membuat Anindya meneteskan air matanya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
berusaha keras spt apa sih Arga ?
berusaha keras utk tidur .... tidur .. dan tidur ... 😠
2023-08-23
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ngaku aja emang nganggur napa yak ? 🤔
2023-08-23
0
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
iman bobrok ini ya ges jgan di contoh
2022-11-15
1