"Mas, bangun! Memangnya kamu tidak kerja," ujar Anin. Panggilan dari Anindya.
"Kamu itu berisik banget sih? Kalau mau kerja, ya sudah jalan saja sana. Tak perlu ngurusin aku," sahut Arga ketus. Bahkan dirinya enggan membuka matanya.
Anin terperangah mendengar ucapan laki-laki yang baru beberapa hari menikahi dirinya. Membuat dirinya diam terpaku, melihat sikap suaminya yang berubah. Hingga akhirnya dia tersadar, dia tak mengenal sosok laki-laki di hadapannya.
"Mas, bangun! Aku ingin bicara sama kamu," ujar Anin yang terus menggoyang-goyangkan tubuh suaminya, agar sang suami terbangun dan membuka matanya.
"Kamu itu apa-apaan sih? Baru menjadi istri beberapa hari saja, sudah berani bersikap kasar kepada aku," protes Arga.
"Aku tidak akan seperti ini, kalau bukan kamu duluan yang memulai. Kamu itu nipu aku ya? Kamu itu pengangguran kan? Ternyata benar, apa yang dikatakan orang tentang kamu," bentak Anindya.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi mulus Anindya. Bukan hanya merasa perih di pipinya, Anin juga merasakan perih di hatinya. Laki-laki yang baru beberapa hari mengucap ijab kabul di depan penghulu, kini sudah berani menggoreskan luka dihatinya.
"Tutup mulut kamu! Aku ini bukan seorang pengangguran, tetapi saat ini aku belum mendapatkan pekerjaan lagi. Kamu tenang saja, aku juga tak akan tinggal diam. Aku akan berusaha demi kamu. Tolong kamu pahami itu," cerocos Arga.
Air mata Anindya jatuh satu persatu menetes dari pelupuk matanya. Siapakah yang disalahkan dalam hal ini? Yang pasti, dia telah salah memilih suami. Perkenalan yang begitu singkat, membuat dirinya tak mengenal sosok laki-laki yang kini telah resmi menjadi suaminya.
"Maafin aku. Maafin aku yang telah menampar wajah kamu. Maaf atas kekhilafan yang aku perbuat. Aku sayang banget sama kamu, aku takut kehilangan kamu kalau kamu tahu aku sudah tidak bekerja. Aku di pecat, saat aku mengajukan cuti untuk acara pernikahan kita," ungkap Arga.
Arga bersujud di kaki Anin, berharap agar Anin mau memaafkan dirinya. Dirinya berjanji akan berusaha mencari pekerjaan demi istrinya, dan tak akan mengulangi perbuatan kasarnya lagi.
Anin masih terlihat diam, dirinya terlihat masih shock mendapatkan perlakuan seperti itu dari suaminya. Selama dirinya berpacaran dengan Arga, tak sekalipun Arga bersikap kasar kepadanya. Arga selalu bersikap mesra, dan menunjukkan tanggung jawabnya. Hingga akhirnya, Anin menerima pinangan Arga. Laki-laki yang usianya 6 tahun lebih tua darinya.
"Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Please beri kesempatan kepada aku, untuk membuktikannya," ujar Arga sambil memeluk istrinya erat.
Arga menyadari kesalahannya, dia telah membuat goresan luka di hati istrinya. Sebagai penebus kesalahannya, Arga menyuruh Anin untuk menunggu dirinya mandi. Arga berniat mengantarkan Anin bekerja.
"Tidak perlu! Aku bisa berangkat sendiri," ucap Anin.
"Sudah jangan keras kepala! Tak baik menolak niat baik suami. Kamu mau nanti dosa," ujar Arga.
Sejak dirinya dan sang suami melakukan ijab kabul di depan penghulu, kedua orang tua, dan pihak keluarga yang hadir saat itu, Anindya berniat untuk menjadi istri yang baik, mau menerima suaminya apa adanya, dan siap melewati pahit dan manisnya pernikahan dengan suaminya. Inilah alasan dirinya untuk memaafkan suaminya.
Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju kantor Anindya. Anindya berusaha menerima kekurangan suaminya. Mewujudkan keluarga sakinah, mawadah, dan warohmah.
"Pegangan dong, masih marah ya sama aku? Nanti, kamu pulang jam berapa? Biar aku jemput kamu. Untuk sementara waktu aku belum bekerja, aku akan jadi tukang ojek kamu yang siap mengantarkan kamu kemana pun kamu inginkan," ujar Arga dan Anin hanya menganggukkan kepalanya dan mengatakan iya.
Anindya akan berusaha bersabar, mungkin saat ini rezekinya masih berasal darinya. Suatu saat nanti suaminya pun akan bekerja kembali. Bukankah pasangan suami istri harus saling melengkapi satu sama lain?
"Selamat bekerja istri cantikku, semangat ya kerjanya. I Love You," ucap Arga.
Hilang sudah rasa marah dan emosi yang di rasa Anindya. Arga mampu membuat dirinya melupakan kesalahan yang dia lakukan. Anindya bersikap seperti biasa lagi.
"Tidur lagi ah. Untungnya Anin mau memaafkan aku, dan tidak marah lagi. Jika tidak, pasti aku sudah di usir dari rumah ini. Lantas bagaimana nasib aku untuk kehidupan sehari-hari? Lumayan bisa menumpang hidup sama dia sementara, sampai aku bisa bekerja kembali," ujar Arga.
Arga meneruskan tidurnya kembali, sedangkan Anindya sudah mulai berkutat dengan pekerjaannya. Saat ini Anindya bekerja sebagai seorang supervisor bagian keuangan di perusahaan tempat dirinya bekerja. Arga dan Anindya tinggal di rumah yang dibeli Anindya secara kredit sebelum dirinya menikah dengan Arga.
***
"Mas, bangun! Gimana kamu bisa cepat dapat pekerjaan kalau kamu hari-harinya tidur terus kalau pagi. Kata orang tua, rezeki kamu sudah di patok ayam," cerocos Anindya.
Anindya merasa kesal dengan kelakuan suaminya yang kalau pagi saat dirinya hendak berangkat bekerja selalu saja tidur. Saat malam hari dirinya justru begadang, dengan alasan pusing tidak bisa tidur karena memikirkan belum dapat pekerjaan. Hingga akhirnya Anindya selalu mengerti.
"Kamu itu, selalu saja dengar ucapan orang zaman dulu. Kita itu hidup di zaman modern. Katanya supervisor keuangan, kok pikiran masih kolot saja," sindir Arga.
"Terserah Mas mau ngomong apa tentang aku. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin kamu cepat cari kerja. Masa iya semuanya harus aku yang menanggungnya, sampai-sampai bensin motor dan untuk rokok kamu, aku yang membiayainya. Ingat Mas, kamu itu kepala keluarga! Jadi, kamu harus menjadi suami yang tangguh jawab. Untung sekarang kita belum memiliki anak," sahut Anindya ketus.
Bukannya sadar, Arga justru merasa tidak terima dengan sikap Anindya yang baginya semena-mena terhadapnya, tak menghargai dirinya karena tak bisa memberikan nafkah kepadanya.
"Oh jadi begini ya sikap kamu ke suami kamu? Dimana sopan santun kamu? Sekarang aku tanya sama kamu, pantas tidak seorang istri bicara kasar kepada suaminya," bentak Arga.
Bahkan membuat Anindya merasa kaget. Arga menatap tajam Anindya. Kemarahan terlihat di wajah Arga.
"Apa perlu aku ajarkan cara bersikap kepada suami? Makanya kamu itu sering dengar ceramah, biar kamu bisa menghargai suami," cerocos Arga.
"Aku tidak akan bersikap seperti ini, kalau kamu tidak memulainya! Harusnya kamu sadar donk, atas apa yang kamu perbuat kepada aku. Mana ada seorang istri yang mau menerima suaminya yang tidak pernah memberi nafkah kepada istrinya. Dosa kamu, Mas," sahut Anindya tak mau kalah.
"Ouh, mentang-mentang kamu lebih hebat dari aku? Mentang-mentang suami kamu pengangguran? Dengar baik-baik, aku juga tak ingin seperti ini! Kamu kira aku mau seperti ini? Menjadi seorang pengangguran yang di injak-injak istrinya karena tak bisa memberi nafkah. Padahal aku sudah berusaha keras, hanya saja aku belum mendapatkannya," ujar Arga sambil mencengkram wajah Anindya dengan kasar. Membuat Anindya meneteskan air matanya lagi.
"Lepasin! Kamu berani ya berbuat kasar sama aku? Sudah pengangguran, masih saja tak tahu diri berani menyakiti aku," umpat Anin.
Tentu saja ucapan Anin, memicu pertengkaran Anin dengan Arga. Arga merasa tidak terima. Dia tetap pada pendiriannya. Tidak akan pernah mau berpisah dengan Anin. Meskipun pernikahan mereka kerap di bumbui pertengkaran.
"Aku mau cerai, Mas! Aku sudah tidak tahan hidup sama kamu! Aku cape, harus terlihat bahagia di depan semua orang. Menutupi kelakuan kamu," ujar Anin.
"Aku yakin kamu akan selalu mempertahankan aku dan tak akan pernah pergi meninggalkan aku," sahut Arga dengan percaya diri.
"Percaya diri sekali kamu, Mas," ucap Anin sinis.
"Dengar ya! Sampai kapan pun kamu tetap milik aku! Sampai kapan pun aku tak akan pernah melepaskan kamu!" ancam Arga.
Arga seperti orang yang tak waras. Dia mencintai Anin, tetapi dia selalu menyakiti hati Anin. Cinta seperti apakah yang dia miliki untuk Anin?
"Cape aku ngomong sam kamu, Mas! Nyesal aku nikah sama kamu. Jika akhirnya akan seperti ini, lebih baik aku menolak pinangan kamu. Aku benar-benar salah memilih. Ternyata semua laki-laki sama saja, sering kali menyakiti hati seorang wanita," cerocos Anin.
Dengan kekuatan yang dia miliki, Anin mendorong tubuh suaminya dengan kuat. Di saat Arga lengah, Anin berhasil membuat Arga terjatuh. Anin memilih pergi meninggalkan Arga dan mengemaskan barang-barang miliknya.
Cinta begitu menyakitkan, berharap mendapatkan kebahagiaan dari laki-laki pilihannya. Anin justru mendapatkan goresan luka dari Arga. Setelah pengkhianatan yang dilakukan sang mantan pacar, membuat Anin menutup hatinya sementara untuk seorang laki-laki. Hadirnya Arga memberikan angin segar untuk Anin.
"Mungkinkah aku tak akan pernah mendapatkan cinta yang tulus di dunia ini? Mereka datang hanya untuk menyakiti hati aku. Menggoreskan luka di hatiku. Apa salahku? Hingga aku selalu mendapatkan penderitaan seperti ini," ucap Anin lirih.
Pertemuan tak di sengaja, berujung ingin saling mengenal. Kehadiran Arga membuat Anin melupakan sang mantan kekasih. Dengan sabarnya, Arga berusaha untuk menyakinkan Anin. Bahwa, masih ada laki-laki yang tulus mencintai dirinya. Arga hadir datang dengan sejuta rasa untuk Anin.
"Aku akan urus perceraian kita! Lebih baik kita berpisah, dari pada terus-menerus saling menyakiti," ujar Anin tegas.
"Tidak! Ku mohon jangan tinggalkan aku! Aku tak bisa hidup sama kamu! Aku mencintai kamu," ucap Arga memohon.
Lagi-lagi Arga memohon agar Anin tak meninggalkan dirinya. Arga tak ingin pisah dengan Anin. Dia tetap ingin mempertahankan pernikahannya dengan Anin.
"Kamu selalu saja seperti ini, Mas! Memangnya aku ini tak punya hati dan perasaan? Seenaknya saja kamu menyakiti hati aku dan dengan mudahnya meminta maaf. Sampai kapan Mas kamu akan seperti ini? Aku cape terus menerus seperti ini! Aku ingin hidup bahagia. Jika kamu tak bisa memberikan aku kebahagiaan, biar aku mencari kebahagiaan dengan cara aku sendiri," ungkap Anin.
Arga langsung memeluk tubuh Anin erat. Dia tak akan pernah membiarkan Anin pergi dari hidupnya. Meskipun Anin sering kali bersikap tegas kepadanya, Anin tetap yang terbaik baginya.
Arga langsung menggendong tubuh Anin dan membawanya ke ranjang. Anin mencoba berontak. Hatinya merasa panas. Namun, kekuatan Arga lebih kuat. Dia membuka paksa pakaian yang menempel di tubuh istrinya.
"Jika dengan cara baik-baik kamu tak bisa, maka aku akan melakukan cara lain. Membuat kamu segera hamil! Agar kamu tak bisa terlepas dari aku! Sampai kapan pun, kamu tetap menjadi milik aku!" ujar Arga.
Anin berusaha kabur, terlepas dari Arga. Saat Arga melucuti pakaiannya dan sudah sekarang sudah dalam keadaan polos. Semua seakan sudah di perhitungkan oleh Arga. Dia mengunci dan menyimpan kunci itu, agar Anin tak bisa terlepas darinya. Arga langsung menangkap Anin kembali dan membawanya ke ranjang dan mengukungnya.
"Kamu gi*la, Mas!"
"Kamu yang buat aku seperti ini," ujar Arga.
Arga begitu menyeramkan, seperti orang kesetanan. Membuat Anin ketakutan. Dia takut, jika nantinya Arga akan berbuat nekat kepadanya.
"Sudah aku bilang, kalau kamu itu hanya milik aku! Aku tak akan pernah membiarkan kamu, di miliki oleh siapa pun. Jika kamu menolak melayani suamimu, kamu akan berdosa," ujar Arga.
Bagaimana pun, status Arga masih menjadi suaminya. Dirinya akan berdosa jika tak melayani sang suami. Anin lebih memilih bersikap pasrah. Rasa cintanya kepada sang suami perlahan hilang, terkikis karena perbuatan Arga kepadanya.
"Lakukan saja yang apa kau inginkan? Kau boleh menikmati tubuhku, tetapi jangan harap kau akan mendapatkan cinta aku! Rasa cintaku padamu, telah pudar karena luka yang kau goreskan!"
Arga yang sudah di tutupi nap*su birahi. Tak mempedulikan ucapan istrinya. Dia sibuk dengan memuaskan dirinya sendiri. Anin seperti seorang patung yang hanya bisa dinikmati tubuhnya.
"Kamu benar-benar sudah tak waras! Bahkan aku bersikap seperti ini pun, kau tak peduli," gumam Anin dalam hati.
Anin hanya melihat sang suami yang sibuk menggagahi tubuhnya. Anin hanya bersikap datar, saat Arga memasukkan miliknya ke dalam mulutnya. Arga mende*sah sendiri, sedang Anin tak menikmati sedikit pun permainan suaminya. Anin hanya bisa meringis saat sang suami menggagahi dirinya dengan kasar.
Sakit. Itulah yang Anin rasakan. Anin merasakan perih di hati dan area sensitifnya. Suaminya benar-benar tak memiliki hati.
"Aku sudah menabur benih di rahim kamu. Jangan harap kau akan pernah terlepas dari aku. Aku mencintai kamu," ucap Arga dan tak lupa memberikan kecupan di kening istrinya.
Kemudian dirinya bangkit untuk membersihkan sisa percintaannya dengan sang istri. Anin hanya dia terpaku menatap sang suami. Dia benar-benar tak mengenal sosok laki-laki yang berada di hadapannya.
Jika Arga mencintai Anin, mengapa dia bersikap seperti itu? Tetap saja dirinya salah. Mencintai seorang istri tak seperti itu. Bukan hanya sebuah kata-kata saja. Namun, harus dengan perbuatan.
"Ku mohon jangan pernah berpikir untuk meninggalkan aku. Kamu itu jodohnya aku. Allah sudah mengirimkan kamu untuk aku," ujar Arga saat melihat Anin sudah memakai pakaiannya kembali.
"Kita Jalan-jalan yuk! Aku takut kamu merasa jenuh, hingga membuat kamu mudah terbawa emosi," ajak Arga.
Arga bersikap seperti orang yang tak bersalah. Selalu saja sikap yang dia lakukan hanya bumbu di pernikahan mereka. Pertengkaran di sebuah pernikahan bagi Arga suatu hal yang biasa. Agar pasangan bisa saling mengenal satu sama lain. Justru jika tak ada perdebatan seperti ini, pasangan bagaimana bisa tahu.
"Sudah ya jangan berpikir macam-macam lagi! Kamu itu hanya milik aku! Kita hanya butuh untuk saling mengerti. Aku juga tak ingin kok menyakiti hati kamu, tolong kamu jangan meruncing permasalahan," ucap Arga.
"Assalamu'alaikum," ucap seorang wanita di panggilan telepon.
"Walaikumsalam. Maaf ini dengan siapa," tanya Ibu Kamila, ibu dari Arga.
Arga adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya Arga berusia lebih tua 5 tahun darinya. Saat ini Arga berusia 30 tahun. Kakaknya telah menikah dan memiliki dua orang anak berusia 7 tahun dan 3 tahun. Arga hanya memiliki seorang ibu, karena sang ayah telah meninggal tiga tahun lalu.
"Aku Seli, Bu. Mantan pacar Arga, anak ibu," jelas Seli.
Tentu saja Ibu Kamila tersentak kaget. Dia sangat mengenal sosok Seli. Dia adalah wanita yang sangat di cintai anaknya sebelum menikah dengan Anindya sang menantu.
"Bu, Ibu masih mengenal aku kan?" ucap Seli sedikit keras, agar Ibu-nya Nando bisa mendengar ucapannya. Semua itu karena Ibu Kamila hanya diam terpaku. Panggilan Seli di telepon, membuat Ibu Kamila tersadar.
"Untuk apa lagi kamu menghubungi anak saya? Belum puaskah kamu menyakiti anak saya? Kau tau tidak, sejak kau memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain. Arga menjadi tak bersemangat. Bahkan hidupnya menjadi tak karuan. Sekarang, dia sudah bangkit dan telah menikah dengan wanita lain. Jangan ganggu dia lagi," cerocos Ibu Kamila.
"Maafkan aku, Bu. Memang, semua ini salah aku yang telah menyakiti hatinya. Maka dari itu, aku ingin bertanggung jawab atas kesalahan yang pernah akun perbuat dulu. Aku tahu, kalau Arga sangat mencintai aku. Aku yakin, dia tak akan pernah bisa melupakan aku," ujar Seli dengan percaya dirinya.
"Dia sudah menikah dan hidup bahagia dengan wanita lain. Jangan rusak hubungan mereka," ucap Ibu Kamila, mencoba memperingatkan Seli.
Namun, Seli tak gentar. Dia tetap ingin menemui Arga. Dia menyesal karena telah menyakiti hati Arga, laki-laki yang begitu mencintai dirinya. Seli mengatur sebuah rencana, dia membohongi Ibu Kamila. Demi mendapatkan nomor ponsel Arga.
"Iya bu, aku tidak akan menggangu Arga. Aku hanya ingin mengajak bertemu dengannya. Lagi pula kita bukan hanya bertemu berdua kok, ada teman-teman SMA lainnya.
Kisah cinta Arga dengan Seli terjalin saat mereka duduk di bangku SMA, hubungan mereka sudah sangat jauh. Mereka kerap menunjukkan kemesraan, bahkan mereka sudah saling memanggil Mami dan Papi layaknya pasangan suami istri. Namun, hubungan mereka harus kandas di tengah jalan. Karena Seli selingkuh dan bahkan diam-diam menikah dengan laki-laki lain. Mereka sempat menjalani hubungan LDR. Seli mengikuti orang tuanya yang di pindah tugaskan ke Yogyakarta, dan akhirnya dirinya memutuskan kuliah di sana. Sedangkan Arga lebih memilih berkuliah di Jakarta.
Di awal LDR, hubungan mereka masih berjalan lancar. Mereka kerap melepas rindu melalui panggilan telepon, bertukar keluh kesah. Bahkan saat orang tua Seli ke Jakarta, Seli ikut ke Jakarta dan bertemu Arga. Hubungan mereka kandas, saat Seli tergoda dengan laki-laki lain yang satu kampus dengannya. Selin terpaksa harus menikah dengan laki-laki itu saat dirinya masih duduk di bangku kuliah, karena hamil duluan.
"Bolehkan Bu aku bertemu Arga? Aku minta nomor ponselnya Arga," tanya Seli.
"Ibu tanya Arga dulu ya. Kamu tinggalkan saja nomor ponsel kamu. Nanti Arga yang akan menghubungi kamu," ujar Ibu Kamila.
Setelah Seli memberikan nomor ponselnya dan mengakhiri panggilan. Ibu Kamila langsung menghubungi sang anak. Namun, tak diangkat karena saat itu Arga sedang bersama Anin. Mereka sedang berjalan-jalan. Arga mencoba mengambil hati Anin, agar tak marah lagi padanya.
"Mas, kita ke pasar swalayan dulu ya! Aku ingin membeli keperluan rumah," ujar Anin dan Arga menganggukkan kepalanya.
Kini mereka sudah berada di pasar swalayan. Arga lebih memilih menunggu di luar sambil merokok. Anin mengiyakan saja. Sambil menunggu sang istri berbelanja, Arga mengecek ponselnya.
"Ibu? Kenapa ya? Tumben Ibu telepon aku berkali-kali dan meminta aku untuk menghubungi dirinya," gumam Arga dalam hati.
Hingga akhirnya dia memilih untuk menghubungi sang ibu. Untuk menanyakan ada berita apa. Arga terkejut saat mendengar berita dari sang ibu, kalau Seli menghubungi ke rumah ibunya mencari keberadaannya dan nomor ponselnya. Sang ibu juga mengatakan kalau Seli mengajak bertemu.
"Ibu sudah bilang sama Seli, kalau aku sudah menikah?" tanya Arga.
"Sudah! Namun, dia tetap ingin bertemu kamu. Dia meninggalkan nomor ponsel dia. Katanya sih, dia bertemu tidak hanya berdua sama kamu saja. Rencananya bertemu sama teman-teman kamu lainnya," ungkap Ibu Kamila.
Dia tak menyadari kalau dirinya telah berbuat kesalahan. Menimbulkan masalah di rumah tangga anaknya yang baru saja dimulai. Arga menyimpan nomor ponsel Seli di ponselnya. Dia berniat untuk menghubunginya. Namun, tidak sekarang. Karena dia tak ingin Anin mengetahuinya, terlebih saat ini Anin sedang kesal dengannya. Hal ini nantinya bisa memperuncing masalah di pernikahannya.
"Yuk!"
Tiba-tiba saja Anin sudah berdiri di hadapan Arga dan mengajak Arga pulang, karena dirinya sudah selesai berbelanja. Wajah Arga terlihat gugup, seperti orang yang memiliki kesalahan. Anin sempat merasa curiga, atas apa yang terjadi dengan suaminya.
"Kamu kenapa? Kenapa kamu sampai sekaget itu mendengar suara aku," tanya Anin menyelidik.
"Emm.Eh, enggak kok. Aku tak Kenapa-kenapa. Hanya aku kaget saja, kamu datang tiba-tiba," sahut Arga berbohong. Untungnya Anin hanya menjawab Oh, membuat Arga bisa bernapas lega.
"Kita kemana lagi?" tanya Arga yang berpura-pura menjadi suami yang baik. Anin menggelengkan kepalanya. Dia ingin langsung pulang.
"Yang, nanti habis nganter kamu aku izin mau ke rumah teman aku dulu ya. Katanya dia ada info di lowongan kerja. Semoga saja rezeki, aku bisa kerja lagi," ujar Arga saat mereka dalam perjalanan pulang.
Kesempatan Arga untuk bertemu dengan Seli. Rencananya, setelah mengantarkan sang istri dia ingin menghubungi Seli untuk bertemu. Arga memang laki-laki breng*sek. Sudah pengangguran, tak berguna, sekarang berniat menemui mantan pacarnya.
"Assalamu'alaikum. Sel, ini aku Arga." ucap Arga di panggilan telepon. Mendengar nama Arga, tentu saja Seli sangat bahagia. Seperti orang yang sedang kasmaran.
"Aku lagi di luar ni, kamu ada waktu tidak bertemu sama aku sekarang," tanya Arga.
Jelas saja Seli langsung mengatakan bisa, inilah saat yang dia nanti-nantikan bertemu dengan sang pujaan hati. Seli sudah resmi bercerai dengan suaminya satu bulan lalu. Setelah 8 tahun berpisah, kini Seli datang kembali. Berniat merebut Arga kembali.
Seli terpanah melihat ketampanan Arga, wajahnya selalu membuat dirinya terpesona. Cintanya pada Arga nyatanya tak pernah berubah. Bertahun-tahun dirinya menyesali kesalahannya. Arga adalah laki-laki yang paling mengerti dirinya. Seli langsung memeluk tubuh mantan pacarnya dengan erat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!