Akhirnya Anin memilih untuk diam, percuma saja dia melawan. Suaminya selalu saja ingin berkuasa. Dia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah secara diam-diam. Agar Arga tak menghalangi kepergian dirinya lagi. Sebenarnya Anin merasa berat meninggalkan rumah itu, karena rumah itu adalah murni rumahnya. Seharusnya Arga yang pergi dari rumah itu.
Untuk sementara, Anin tak ingin berdebat. Biar nanti kedua orang tuanya yang mengurusnya dengan Arga. Anin terlihat shock, air mata terus saja menetes dari pelupuk matanya. Dia tak menyangka, jika rumah tangganya akan seperti ini. Selama ini dirinya selalu menutupi permasalahan di dalam rumah tangganya dari keluarganya. Anin lebih memilih menyimpannya dalam hati.
"Mengapa hidupku begitu menderita seperti ini? Apakah aku tak pernah bisa merasakan kebahagiaan? Dulu, aku kira dia laki-laki yang baik untuk aku. Yang biasa menyayangi dan mencintai aku dengan tulus. Namun nyatanya, laki-laki itu justru menggoreskan luka di hati aku. Aku benar-benar salah menilainya,"ucap Anin lirih.
Seperti biasanya, setelah dirinya berkata kasar menggoreskan luka di hati istrinya. Dia akan meminta maaf kembali. Namun, kali ini keputusan Anin sudah bulat. Dia ingin pergi dari rumah. Dia tak peduli, kalau saat ini sedang hamil.
"Wanita hamil tak baik kalau marah-marah. Hal itu bisa mempengaruhi perkembangan anak yang di dalam kandungan," sindir Arga, yang melihat sang istri memilih untuk mendiamkan dirinya. Tak menganggap dirinya. Bahkan mulai saat ini, Anin tak akan melayani suaminya lagi. Dia akan bersikap masa bodo.
Seperti biasanya, setiap pagi Anin berangkat bekerja. Namun, kali ini sangat berbeda. Anin tak pernah memasak, bersikap masa bodo kepada suaminya. Tak pernah sekalipun dirinya memberikan yang untuk suaminya. Hatinya sudah teramat sakit.
Tak seperti biasanya juga, pagi ini Arga bangun pagi sebelum Anin berangkat bekerja. Dia sengaja seperti itu, karena ingin meminta uang kepada Anin. Kepalanya terasa pusing, karena tak memiliki uang sepeserpun di dompet.
"Aku minta uang dong," pinta Arga kepada istrinya.
Arga memaksa meminta uang kepada istrinya, tentu saja Anin langsung menolaknya. Membuat Arga seperti orang yang sakau. Dia pikir, Anin tak akan berbuat nekat meninggalkan dirinya. Anin sudah bersikap biasa, karena sudah tak marah. Arga tak tahu kalau istrinya sudah merencanakan untuk pergi, dikala Arga lengah tak ada di rumah.
"Dasar laki-laki tak tahu diri! Sudah menyakiti hati dan menggoreskan luka, masih saja seperti tak punya salah," sindir Anin. Namun Arga tak mempedulikannya, baginya yang terpenting sang istri memberikan dirinya uang.
"Tak perlu menggurui aku deh! Jangan merasa diri kamu yang paling pinter, mentang-mentang punya pekerjaan yang bagus jadi sombong sama suami. Harusnya kamu sadar dong, semua ini ada peran serta aku juga sebagai suami kamu," cerocos Arga.
"Aku capek hidup sama kamu, aku ingin kita cerai!" sahut Anin.
"Selalu saja ujung-ujungnya minta pisah. Jangan-jangan kamu punya pacar baru ya, makanya ngotot minta pisah sama aku? Mikir dong, kamu itu lagi hamil. Masih saja ingin selingkuh?" sindir Arga.
Plak!
Satu tamparan mendarat di wajah Arga. Anin sudah tak tahan dengan sikap suaminya, yang selalu saja menyakiti hatinya. Bagi Anin, ini sudah sangat kelewatan. Anin merasa tak terima, dengan tuduhan suaminya atas dirinya. Bisa-bisanya sang suami menuduh dirinya berselingkuh. Ibarat kata maling teriak maling. Padahal Arga tahu, waktu Anin hanya untuk bekerja dan pulang kembali ke rumah. Anin tak pernah pergi tanpa sepengetahuan Arga.
"Berani ya kamu menampar suami kamu," bentak Arga. Dirinya merasa tidak terima. Arga terlihat masih memegangi pipinya.
"Kamu yang buat aku seperti ini, Mas! Selama ini aku sudah bersikap sabar sama kamu. Aku tak akan seperti ini, kalau kamu tak memulainya," bentak Anin balik. Bahkan bibirnya terasa bergetar.
Dengan pakaian yang dia gunakan saat itu, Anin memilih pergi meninggalkan rumah. Dia langsung masuk ke dalam kamar, memasukkan dompet dan juga ponselnya. Namun, sebelumnya dia memesan terlebih dahulu ojek melalui aplikasi online. Air mata terus mengalir membasahi wajahnya, Anin terlihat memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Anin, Anin! Jangan pergi kamu!" teriak Arga. Namun, Anin tak mendengarkan ucapan suaminya. Saat ojek online sampai, Anin langsung menerobos keluar. Arga mencoba mengejarnya dan memanggil-manggil Anin. Namun, Anin lebih cepat dari Arga. Anin berhasil kabur.
"Breng*sek! Lihat saja kamu! Sampai kapanpun aku tak akan pernah melepaskan kamu," ujar Arga.
"Aaaahhhh, breng*sek!"
Arga meluapkan perasaan kesalnya. Melempar barang-barang di dekatnya. Berbeda halnya dengan Arga yang sedang merasa emosi, karena Anin nekat meninggalkan dirinya. Anindya justru terlihat tak karuan. Hatinya terasa rapuh, pikirannya terasa kalut. Pandangannya terlihat kosong menatap jalanan. Sungguh tragis nasibnya. Dia pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa-apa. Dia meninggalkan semuanya. Hanya ponsel, dompet, dan pakaian yang dia kenakan. Bahkan saat ini dirinya hanya memakai sendal dan daster panjang dan jilbab biasa.
"Mba, Mba maaf kita sudah sampai di tempat tujuan," ujar Abang ojek online.
"Eh, iya Bang. Maaf, terima kasih," ucap Anin yang langsung turun dan memberikan tips kepada abang ojek online.
Anin mencoba menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Dia tak ingin langsung menceritakan apa yang dia rasakan kepada kedua orang tuanya. Anin berusaha menahan rasa sesak di dadanya.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Anin? Masuk, Nak!"
Mama-nya Anin terlihat bingung melihat penampilan anaknya tak karuan. Ternyata Anin begitu rapuh, hingga dirinya tak sanggup menahan perasaannya lagi. Anin langsung memeluk sang Mama, meluapkan perasaannya. Air matanya menetes satu persatu.
"Ayo Nak, masuk dulu! Kita duduk. Pa ... Pa ... Pa," ucap sang mama. Menyuruh sang anak untuk masuk dan memanggil-manggil suaminya.
"Ada apa sih Ma? Teriak ... teriak begitu," ucap sang Papa sambil keluar dari kamar.
Sama halnya dengan sang Mama, Papa-nya Anin pun merasa kaget melihat kedatangan sang anak yang menangis. Kedua orang tuanya mencoba menenangkan Anin.
"Di minum dulu Nin, air putihnya," ujar sang Mama sambil memberikan satu gelas air putih kepada Anin.
Anin kini terlihat lebih tenang. Dia mencoba menarik napas panjang. Berniat ingin menceritakan apa yang dia alami saat ini di rumah tangganya.
"Ma, Pa, Anin ingin cerai dengan Arga. Anin sudah tak sanggup menjalankan pernikahan dengan Arga. Arga kerap berkata-kata kasar, dan bahkan pernah menampar wajah Anin. Asala Mama dan Papa tau, sejak awal menikah, Arga tak adalah seorang pengangguran. Selama ini Anin yang bekerja keras memenuhi kebutuhan kami untuk sehari-hari," ungkap Anin membuat kedua orang tuanya melongo tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
good Nin ... tinggal eksekusi yaaa ... 👍👍👍
2023-08-24
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
sertifikat rumah atas nama kamu, kan Nin ?
nanti aja di urus pas di pengadilan ... kamu bisa langsung usir Arga dari sana ...
2023-08-24
0
3 semprul
like...👍
2022-09-25
0