Niki berjalan menuju ke arah kelasnya dengan di dampingi oleh Fera. Beragam tatapan mata tertuju ke arahnya. Sepanjang ia berjalan menuju ke kelasnya, Niki terus menunduk. Ia tidak siap menghadapi hari ini.
Langkahnya terhenti saat seorang wanita menghalangi jalannya. Wanita itu tidak mau menyingkir dari jalur yang akan ia lewati. Tatapan Niki terarah pada sepatu berjinjit tinggi yang tidak mungkin digunakan mahasiswi di dalam kampus. Dari sepatu yang bagus dan wangi parfum yang mahal, Niki tahu siapa yang berdiri tegak di hadapannya. Perlahan kepalanya terangkat, ia mendapati Marisa sedang memandangnya dengan tatapan merendahkan.
"Masih kecil sudah pandai merayu suami orang," cemooh Marisa. Beberapa mahasiswa mulai mendekat. Niki berusaha mencari celah dan akan menghindari Marisa.
"Mau kemana? Kita belum selesai." Marisa mencekal lengan Niki kuat.
"Lepaskan! Ini area kampus, saya harap Mba Marisa punya etika untuk tidak membuat keributan di tempat kerja suami Mba sendiri," ujar Niki setengah berbisik.
"Kamu bicara tentang etika denganku?" Marisa semakin sinis menatap Niki, "Di mana etikamu saat menggoda suami orang yang mana itu dosenmu sendiri? Luar biasa sekali kampus ini. Aku penasaran, apa yang mereka ajarkan pada mahasiswanya." Marisa bukannya memelankan suaranya, ia tambah setengah berseru di area terbuka sehingga memancing lebih banyak orang untuk berkumpul mencari tahu.
"Saya ada kelas, permisi." Niki berusaha lagi meloloskan diri, tapi Marisa menarik tangannya lagi.
"Tidak berani menghadapi kenyataan? Mamamu dulu juga begitu. Begitu tahu kamu anak perempuan itu, aku jadi tidak seberapa terkejut." Marisa berjalan mengelilingi Niki, "Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, seorang wanita pelakor akan melahirkan anak bibit pelakor." Marisa berbisik di telinga Niki.
"Apa maksudnya?" Niki berbalik dengan cepat. Ia merasa marah Mamanya dibawa ke dalam permasalahannya.
"Tanya saja sama Mama kamu, itu juga kalau dia sudah putus urat malunya, Mamamu pasti akan menceritakan semuanya." Marisa tersenyum penuh kemenangan saat melihat Niki sudah terpancing emosinya.
"Jangan fitnah!"
"Apa Mamamu pernah cerita kalau ia pernah di posisi yang sama sepertimu sekarang ini? Perempuan perebut suami orang." Marisa berkata dengan lantang. Seketika mahasiswa yang mengelilingi mereka berkasak kusuk, saling berbisik dengan tatapan merendahkan pada Niki.
"Pembohong!" Niki mendorong tubuh Marisa. Menggunakan sepatu berhak tinggi, membuat Marisa sedikit terhuyung tidak dapat menjaga keseimbangan. Marisa jatuh walaupun tidak terhempas.
Beberapa mahasiswa yang ikut menyaksikan berseru memperolok Niki, dan sebagian lainnya membantu Marisa berdiri.
"Niki! Jangan buat keributan di sini, kamu mau dikeluarkan dari kampus?" Farel dan seorang karyawan datang menghampiri Niki dan Marisa.
Marisa yang melihat suaminya datang, berpura-pura menahan sakit dan memegang perutnya.
"Kamu kenapa? Kita ke rumah sakit?" Farel mengalihkan perhatiannya pada Marisa yang duduk di bangku panjang ditemani beberapa mahasiswi yang merasa kasihan dengannya. Meskipun Farel tidak suka dengan kelakuan istrinya, ia tidak mau terjadi sesuatu yang membahayakan janin tak bersalah dalam perut Marisa.
"Ga usah, aku mau pulang aja. Kamu bisa antar?" Marisa menatap lemah pada Farel. Tangannya terus memegang perutnya seolah ia merasa kesakitan.
"Ayo kita pulang," ajak Farel Ia ingin segera memisahkan kedua wanita ini. Marisa bergelayut di lengan Farel, ia memindahkan sebagian berat tubuhnya pada suaminya. Perlahan Farel menuntunnya ke arah parkiran. Sekilas ia melirik pada istri kecilnya itu, namun Niki memalingkan kepalanya sehingga ia tidak tahu apa yang ada di dalam kepala kecil itu.
Niki masih mematung di tempatnya berdiri setelah Marisa dan Farel menjauh. Suara sorakan yang menghina dan merendahkan dirinya masih saja dilontarkan beberapa orang yang melewatinya. Ia baru tersadar saat tangan Fera menariknya masuk ke dalam mobilnya.
Fera membawa Niki menjauh dari kampus. Mereka berdua masih membisu di dalam mobil.
"Kalau mau nangis, menjerit, marah silahkan aja. Anggap aja aku ga ada, asal jangan rusakin barang yang ada di dalam sini, " ujar Fera. Seketika itu tangis Niki meledak keras, tanggul pertahanannya runtuh saat itu juga.
"Kamu itu sebelum menikah tahu ga sih, kalau Pak Farel sudah punya istri?" tanya Fera setelah tangis Niki sedikit mereda. Niki menganggukan kepala sembari terus menatap keluar jendela.
"Terus kok mau diajak nikah?"
"Aku yang minta," ujar Niki tersendat. Ia tahu, perkataannya itu bisa menjadikannya terlihat seperti wanita breng sek. Fera mengerutkan keningnya, ia masih belum bisa percaya dengan perkataan sahabatnya itu.
"Gimana bisa kamu minta nikah sama pria yang sudah beristri!" Fera ikut terbakar emosi.
"Caci maki aja ga apa, aku memang pantas," ujar Niki pasrah. Dalam pikirannya sekarang tidak hanya tentang dirinya, tapi perkataan Marisa tentang Mamanya. Bagaimana ia mencari tahu kebenarannya? Pria mana yang direbut oleh Mamanya?
"Kamu gila, Nik!" sembur Fera.
"Aku memang gila. Aku tergila-gila sama Pak Farel, dan dia sekarang suamiku. Lalu aku harus bagaimana? Membiarkan pria yang aku cintai disakiti terus menerus oleh istrinya? Mba Marisa itu jahat, Fer!"
"Mau dia jahat atau tidak, itu bukan urusanmu. Kamu tidak berhak merebutnya!" Keduanya terus berdebat di dalam mobil.
"Menurutmu aku harus bagaimana? Meninggalkan suamiku?" Niki menatap Fera dengan air mata merebak. Suaranya bergetar menahan emosi. Niki jelas tahu posisinya salah dan lemah, tapi hatinya berkata lain.
Fera menepikan mobilnya di pinggir jalan, mereka terdiam cukup lama. Dua kepala dan pikiran yang bertolak belakang dengan perasaan saling beradu.
"Aku ga setuju hubunganmu dengan Pak Farel. Aku tahu aku tidak punya hak menilaimu, tapi sebagai teman aku hanya menyarankan yang terbaik," ucap Fera lirih.
"Terima kasih." Niki lalu keluar dari mobil dan menghentikan sembarang angkutan kota yang melintas. Ia memilih tempat duduk yang sekiranya aman dari pandangan penumpang lainnya.
Sekarang Niki tahu, dia hanya sendiri. Tak ada yang mendukungnya, tak ada yang memahaminya. Mungkin Marisa jahat, tapi di mata orang dialah penjahat sesungguhnya. Bahkan suaminya pun meninggalkannya sendiri di tengah-tengah kumpulan mahasiswa yang memandangnya seperti singa lapar yang ingin mencabik-cabiknya.
Niki tidak mau pulang ke apartementnya malam ini, ia butuh pundak dan pelukan dari seseorang. Ia memutuskan untuk pulang kerumahnya.
Saat ia masuk ke dalam rumah, yang menyambutnya dengan senyuman ramah hanyalah Papa, sedangkan Mama memandangnya curiga seperti ingin mengorek isi kepalanya.
"Kamu kenapa sendirian, mana suamimu?" tanya Papa saat mereka duduk mengelilingi meja makan.
"Farel ada kerjaan di luar kota, Pa." Sejatinya ia juga tidak tahu di mana dan bagaimana kabar Farel setelah keributan tadi pagi di kampus. Suaminya itu sama sekali tidak memberi kabar dan juga tidak membalas pesan yang ia kirim, "Niki malam ini mau tidur di rumah aja, masih boleh 'kan?" lanjut Niki.
"Ngomong apa kamu itu, selamanya ini rumahmu," ujar Papa.
"Farel 'kan dosen, memangnya ada kerjaan apa di luar kota?" kejar Mama.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
in Dy~Ka
nyesek juga kasian Niki, masiih penasaran sama cerita mamanya...
semangat thor
2022-09-17
1
💕KyNaRa❣️PUTRI💞
udah lah niki nyerah aja . tinggalin aja farel dan pindah keluar kota ataw keluar negri lanjut sekolah disana setelah jdi wanita sukses wanita karir baru pulang lagi ke sini . toh nikah siri bukan nikah sah juga
2022-08-28
2
Anisa Salam
menyerahlah Niki daripada bertahan dalam penderitaan farel itu dosen tapi kaya ngak ada kepintarannya udah tau sering dihianati Marisa tetap aja luluh sedangkan nikiditinggalin aja di tengah" orng
2022-08-27
1