Farel terlonjak dari atas ranjang, saat sebuah bantal jatuh dengan keras tepat di wajahnya.
"Kamu apa-apaan sih?" Farel duduk di atas ranjang dan melihat Marisa berkacak pinggang dengan nafas menderu menahan emosi.
"Kenapa kamu tinggalkan aku di luar?"
"Hah?" Farel mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat mengapa ia disalahkan hanya karena ia masuk kamar terlebih dahulu.
"Kamu sudah berubah!"
"Apa salahnya aku masuk kamar lebih dulu? aku sudah bilang tadi sama kamu, aku capek." Farel menekan nada suaranya agar tetap rendah. Ia berusaha tidak terpancing emosi.
"Iya, kamu capek karena habis ketemu perempuan penggoda itu! Kamu sekarang sering pergi dan kamu tidak peduli kalau aku masih mau ngobrol di meja makan tadi, malah sekarang kamu mau tidur duluan?" Nafas Marisa semakin tidak beraturan menahan emosi yang meledak-ledak.
Selama menikah dengan Farel ia bagaikan ratu, tapi dalam waktu semalam pria yang selalu mengiakan apapun yang keluar dari mulutnya itu, sudah mengabaikannya hanya karena wanita muda yang tidak sebanding dengannya dalam segi apapun.
"Apa lagi yang masih mau kamu omongkan? ga perlu pakai marah-marah seperti ini."
"Kenapa kamu menikahi perempuan itu?"
Farel terdiam, ia belum siap menjawab pertanyaan Marisa. Jika ia menjawab yang sejujurnya, sudah bisa dipastikan Marisa akan memintanya menceraikan Niki secepatnya. Bahkan bukan tidak mungkin istri kecilnya itu akan di hina habis-habisan oleh Marisa, dan dia tidak mau itu sampai terjadi. Lagipula kedua orangtua Niki sudah sangat mempercayainya dan menyerahkan anak satu-satunya untuk ia jaga.
"Harusnya kamu tahu alasan orang menikah itu karena apa," ucap Farel tenang.
"Kamu bilang, kamu cinta aku Farel! kenapa kamu masih menikahi wanita lain!" Marisa semakin histeris.
"Kita sudah bahas ini, Echa! sebelum kamu menyalahkanku, harusnya kamu tahu letak kesalahanmu sendiri!" Farel sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia sungguh lelah dan mengantuk malam ini.
"Ka-kamu membentakku?" Marisa mulai menangis. Ia tak menyangka Farel yang tidak pernah bersuara lebih tinggi darinya sekarang membentaknya.
"Maafkan aku. Aku benar-benar capek malam ini, besok kita bicarakan lagi." Farel merengkuh tubuh Marisa ke dalam pelukannya. Kalau biasanya istrinya itu tidak mau disentuh olehnya, kali ini Marisa membalas pelukannya dengan hangat walau baginya terasa hambar.
"Jangan tinggalkan aku, Farel," pinta Marisa lirih.
"Tidurlah, kita semua lelah." Farel menggiring istrinya ke atas ranjang. Marisa yang biasanya memunggunginya, sekarang memeluknya erat dan mencoba memancing gairahnya.
"Aku ngantuk, Echa. Besok ada jam kuliah pagi." Farel menurunkan tangan Marisa yang sudah bermain di dadanya. Harusnya ia senang, karena ini yang ditunggu-tunggu selama satu tahun pernikahan mereka. Namun mengapa ia merasa ini salah, tapi mengharapkan kembali dapat merasakan bibir istri kecilnya.
Marisa memundurkan tubuhnya, rasa percaya dirinya seketika lenyap. Ia yang merasa paling dicintai dan dipuja, menjadi tak bernilai di mata suaminya.
Besok paginya, Farel dikejutkan oleh wangi aroma roti bakar dari arah dapur. Setelah sebelumnya ia terkejut saat keluar kamar mandi, kemeja dan celana panjangnya sudah rapi tergantung di depan lemari.
"Kamu masak?" tanya Farel tak percaya.
"Cuman roti bakar. Kamu tahu 'kan aku ga bisa masak, tapi nanti aku bakal belajar masak. Eemm, kamu suka dengan kemeja yang aku pilihkan?"
"Su-suka." Farel masih belum percaya melihat Marisa ada di dalam dapur. Sekalipun ia belum pernah melihat istrinya di depan kompor. Setiap sarapan ia yang selalu menyiapkan sementara Marisa masih tertidur, terkadang sampai ia berangkatpun masih belum beranjak dari atas ranjang.
"Nanti siang, kita makan sama-sama ya." Marisa melempar senyum manisnya. Ia hanya mengangguk cepat, tidak tahu harus merespon bagaimana dengan segala perubahan yang terjadi pagi ini.
Sesampainya di kampus, wajah pertama yang ingin ia lihat adalah istri kecilnya. Jam pertama ia mengajar bukan di kelas Niki, membuatnya ia harus bersabar menunggu waktu untuk mendekati istri kecilnya itu di sela-sela mengajar dan kuliah Niki.
"Ponsel ga diaktifkan lagi?" protes Farel. Ia sejak tadi mencoba menghubungi tapi tidak ada respon dari Niki, dan ia mendapati istri kecilnya itu sedang duduk di taman bersama temannya.
"Ha?" Niki mengambil ponsel dari dalam tasnya dan melihat begitu banyaknya pesan dan panggilan yang masuk dari kontak bernama suamiku, "Lupa aktifkan suaranya, tadi ada kuis. Maafin." Niki menyengir malu.
"Em, aku ke kantin dulu ya." Fera memilih menjauh dari sepasang suami istri yang sedang bertatapan mesra.
"Masih ada kelas?" tanya Farel.
"Masih, jam dua nanti." Niki tersipu. Setelah kejadian semalam, ia merasa ada yang berubah dari Farel. Tatapannya lebih hangat dan senyumnya selalu tersungging tiap kali berbicara.
"Makan yuk?"
"Bapak ajak saya makan siang?" Niki terbelalak senang.
"Iya, kenapa? mau ga?"
"Mauu!" Niki dengan sigap berdiri dan menyambar tasnya.
Langkah riang Niki dan Farel melambat saat melihat Marisa berdiri di sisi mobil Farel sembari menatap tajam kearah mereka.
"Bapak ditunggu Mba Marisa," ucap Niki. Ia mundur selangkah ke belakang Farel. Marisa berjalan mendekati keduanya dengan tatapan sinis.
"Ada apa kamu kesini, Echa?"
"Tadi pagi kamu janji makan siang denganku, kamu lupa suamiku?" ucap Marisa dengan menekankan kata suami menandakan kepemilikannya.
"Maaf aku lupa." Farel melirik ke arah belakang. Ia sangat bingung dan takut Marisa akan membuat onar di area kampus. Ia hanya kasihan dengan istri kecilnya, karena semua mahasiswa di kampus tahu bahwa istrinya hanyalah Niki.
"Saya makan di kantin aja, Pak. Lupa masih ada tugas." Niki membungkuk sedikit lalu berlari masuk ke dalam kampus. Ia berhenti dan bersembunyi di balik pilar mengamati Farel dan istri pertamanya sedang berdebat di area parkir.
"Jadi benar dugaanku, dia mahasiswa di kampus ini. Ga sia-sia aku menunggu dua jam di sini."
"Ayolah, kamu mau makan apa." Farel menggiring Marisa masuk ke dalam mobilnya.
"Apa kurangku dari dia Farel?" sembur Marisa setelah keduanya masuk di dalam mobil.
"Jangan berdebat sekarang, Echa. Aku lapar, waktu istirahatku tidak panjang sebentar lagi aku harus kembali ke kampus." Farel memutar kemudinya dan mengarahkan keluar dari kampus.
"Berhenti mengajar lagi, toh kamu di sini hanya dosen pengganti. Kamu punya pekerjaan jauh lebih bagus dari ini."
"Pekerjaan apa maksudmu? pegang perusahaan Papaku? Menurutmu aku masih punya muka di depan keluargaku setelah mereka mendapatimu berlibur bersama Galih?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Kita sedang membicarakan kamu, bukan Galih." Marisa membuang pandangannya keluar jendela. Ia belum siap jika diungkit tentang pria itu.
"Karena semua berasal dari dia dan kamu! bukan aku!" Farel memukul kemudinya dengan keras.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
LangitBiru
❤️❤️
2023-07-10
1
in Dy~Ka
cakeeep👍 gitu donk jadi cowok...
keras dikit ga apa itu namanya tegas farel
2022-09-17
1
memei
sadarlah fareel... keluargamu pasti lebih menyukai Niki daripda Marisa yg bisanya selingkuh GK bisa masak gak bisa layanin suami bisanya buang buang uang aja bikin bangkrut dan bikin maluuuu ...
2022-08-21
4