Farel mengulum senyumnya melihat Niki yang melipat kedua tangan di depan dadanya. Niki memalingkan wajahnya berpura-pura merajuk.
"Memangnya kamu sudah siap?" Farel mulai mendekat dan melingkarkan tangannya di pundak Niki.
"Siap apa?"
"Tadi bilangnya mau hamil." Farel berusaha untuk tidak tertawa melihat wajah Niki yang tersipu.
"Iihh, Bapak mau apa." Niki terkejut dan spontan menutup dada dengan kedua tangannya, saat jari Farel yang ada di pundak perlahan turun ke area dadanya.
"Mau buat kamu hamil," ujar Farel berusaha memasang wajah serius. Niki menelan ludahnya kasar, entah mengapa perkataan suaminya itu bukannya terdengar romantis malah terkesan vulgar di telinganya.
Niki mulai memejamkan matanya dengan rapat saat Farel mendekati wajahnya. Walau sedikit kurang nyaman, ia sudah pasrah jika suaminya meminta haknya hari ini. Bukannya tadi dia juga yang membuka pembicaraan, jadi Niki berusaha ikhlas lahir dan batin.
Ctaakkk!
"Aduuuhh! Sakiiiit." Niki menjerit kesakitan saat keningnya disentil oleh Farel.
"Otaknya mesum terus. Selesaikan dulu tugas akhirmu. Kamu mau sidang skripsi dan wisuda dengan perut besar?" Farel tak bisa menahan ketawanya lagi saat Niki meringis sembari mengusap-usap keningnya yang memerah.
"Kenapa memangnya kalau wisuda perut besar, ada suaminya juga." Niki merengut kesal. Ia merasa malu sudah terlihat sangat agresif.
"Aku yang ga mau. Nanti kamu jadi bahan pembicaraan orang. Walaupun kenyataannya kita sudah menikah, orang yang tidak suka pasti ada," ujar Farel. Selain itu, ia masih khawatir dengan statusnya Niki yang merupakan istri kedua. Ia paham penilaian di masyarkat, wanita yang kedua selalu mendapatkan predikat yang buruk dan ia tidak mau itu terjadi pada Niki.
Kekhawatiran Farel terbukti, Marisa yang semakin geram karena Farel sekarang mengacuhkannya dan sering pulang larut malam mulai merencanakan sesuatu.
"Dari mana? Pasti dari tempat ja lang itu ya?" Marisa berkacak pinggang di ruang tamu menyambut suaminya, begitu Farel membuka pintu.
"Jaga bicaramu. Jangan sebut dia dengan sebutan kotor seperti itu," ucap Farel malas. Ia terus masuk ke dalam rumah melewati Marisa begitu saja.
"Dia memang ja lang, atau ada sebutan lain bagi wanita perebut suami orang?" Marisa membuntuti langkah Farel masuk ke dalam dapur.
"Kalau dia ja lang, lantas kamu apa?" Farel membalikan badan dan menatap tajam pada istrinya.
"Kamu mau balas dendam? Kenapa ga dari dulu? Kenapa dulu kamu mau menikahi aku, kalau kamu tahu aku masih mencintai Galih?"
"Tidak ada waktu bagi aku untuk balas dendam. Aku menikahimu dulu dengan harapan dengan sejalannya waktu, kamu akan melihat betapa besar cinta dan pengorbananku. Tapi apa! Selama satu tahun lebih, kamu hanya jadikan aku tempat persinggahan sementara. Aku capek, Echa. Aku capek!"
"Sudah kubilang, aku hanya butuh waktu. Kamu yang ga bisa sabar dengan mudahnya tergoda sama rayuan perempuan murahan!"
"Butuh waktu sampai kapan? Kamu mau aku menunggumu sampai bayi yang kau kandung lahir? Lalu kamu pergi meninggalkan aku dan menikah dengannya? Atau sampai semua orang tahu dan menertawakan kebodohanku? Sampai kapan, Echa. Bilang!"
Keduanya saling bersitegang dan berteriak penuh emosi. Lingkungan perumahan yang luas dan rumah yang besar, membuat mereka leluasa mencurahkan kemarahan tanpa khawatir tetangga berdatangan.
"Kamu berubah, Farel." Marisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jika memakai kekerasan ia tak berhasil membuat Farel luluh, ia akan menggunakan air mata sebagai senjata pamungkas para wanita.
"Kamu benar, aku sudah berubah. Galih memintaku menjagamu dan calon anaknya, hahaha ... lucu sekali, seperti aku tidak punya kerjaan aja."
"Apa maksudmu?" Marisa mendapati nada bicara yang sumbang dari kalimat Farel.
"Kali ini aku akan mundur."
"Apa maksudmu!" seru Marisa semakin kencang. Ia sudah merasa Farel akan meninggalkannya.
"Aku akan menceraikanmu," ucap Farel. Ia menatap sendu pada wanita yang pernah menjadi ratu di hatinya. Entah sejak kapan posisi Niki mulai menggeser Marisa di hati dan pikirannya. Istri kecilnya itu sungguh berbahaya.
"Aku sedang hamil, Farel."
"Menikahlah dengan Galih, bayimu butuh ayahnya, bukan aku."
"Itu ga mungkiiiin!" Marisa kembali histeris.
"Kalau kamu tahu hubunganmu dengan Galih ga mungkin jadi nyata, kenapa kamu mau?" Sejatinya ia merasa iba dengan keadaan Marisa. Mungkin jika tidak ada Niki di hidupnya, ia masih bertahan walaupun sakit, tapi sekarang ada hati yang tulus mencintainya dan harus ia jaga.
"Tolong Fareeell, aku akan lakukan apapun asal kamu tetap disampingku." Marisa berusaha memeluk suaminya.
"Lebih baik kita istirahat dulu, ini sudah sangat larut." Farel mundur selangkah menghindari pelukan Marisa. Ia lalu berjalan masuk ke dalam kamar dan langsung beranjak tidur.
Aku tidak akan biarkan perempuan itu merebutmu!
Marisa mengepalkan tangannya, selama menikah dengan Farel. Pria itu tidak pernah sedingin ini. Farel selalu membuka pembicaraan, selalu berusaha menyenangkan dirinya, dan selalu terakhir masuk ke dalam kamar memastikan ia sudah masuk dan tertidur lebih dulu.
Besok paginya, Niki berangkat ke kampus tanpa ada firasat apapun. Ia melenggang santai dan ceria. Saat mulai masuk di lorong kampus, beberapa orang menatapnya dengan menyelidik, jijik dan sinis. Ia mulai merasa tidak nyaman, tapi belum tahu letak kesalahannya.
"Niki!" Fera menarik lengannya ke arah belakang gedung yang jarang dilewati oleh mahasiswa.
"Kenapa?"
"Kamu sudah dengar berita tentang suamimu?"
"Pak Farel?"
"Iyaa, emang ada lagi suamimu selain dia? ... dia punya istri lagi, Niki!" ucap Fera berhati-hati. Ia memandang Niki dengan prihatin.
"Maksudnya apa sih?" Niki mencoba tertawa. Ia jelas tahu siapa yang dimaksud Fera, tapi ia tidak memikirkan berita itu bisa saja sampai di area kampus.
"Pak Farel punya istri dua, satu kampus sedang membicarakan kamu, Nik." Sekarang ia tahu mengapa semua orang yang ditemuinya menatap dirinya dengan bermacam reaksi.
"Aku tahu," ucap Niki lirih. Ia merasa sudah tidak ada gunanya lagi menutupi dari Fera. Di kampus ini, hanya sahabatnya itu yang dapat ia andalkan.
"Suamimu direbut pelakor dan kamu diam saja?"
"Aku yang jadi pelakornya." Niki menundukan kepalanya. Ia tidak sanggup menatap wajah sahabatnya. Lama tak ada respon dari Fera, Niki mengangkat wajahnya. Fera sedang menatapnya tak percaya.
"Kamu istri kedua Pak Farel? Jadi wanita itu istri pertama? Pantas dia kelihatan sombong sekali."
"Mba Marisa datang ke kampus?" Mata Niki membesar.
"Ada di ruangan Pak Farel, mungkin masih di sana."
"Fer, kamu ga mandang aku gimana-gimana 'kan?" Niki merasa sedih, Fera menatapnya seolah ia tak pantas di dekati.
"Aku masih belum percaya, Nik." Fera menggelengkan kepalanya bingung.
"Kalau kamu malu punya teman seperti aku ga apa-apa, jangan terlalu dekat sama aku nanti kamu kena imbasnya," ujar Niki sedih.
"Ga usah mikir terlalu jauh, hadapi dulu situasi sekarang. Aku khawatir kamu dilabrak sama istri Pak Farel di depan semua orang."
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
in Dy~Ka
jangan takut Niki kamu kan ga salah, lagian pernikahan Niki farel sah ada saksi dr pihak kampus jg
2022-09-17
1
airanur
semangat niki,,, aku mh dukung kamu,, 🤭
2022-08-26
0