"Niki, Nikiiii ... please jangan seperti ini. Sebentar lagi Mamamu datang. Nanti kalau Mamamu lihat kamu nangis begini, yang ada malah disuruh pulang ke rumah." Farel mencoba membujuk Niki. Ia berusaha memegang tangan Niki yang selalu ditepiskan gadis itu.
"Memang seperti itu 'kan yang Bapak mau? Saya pulang ke rumah orang tua dengan begitu Bapak lepas dari tanggung jawab," tuduh Niki.
"Bukan aku tidak mau bertanggungjawab atasmu, Niki. Kamu salah paham."
"Lalu apa? saya tahu diri kok, kalau saya tidak ada apa-apanya dibandingkan Mba Marisa. Saya juga sadar kamau Bapak tidak cinta sama saya, tapi ... kenapa rasa cinta saya ke Bapak ga mau hilang ... huuhuuhuuu ...." Niki menangkupkan kepalanya di atas meja. Tangisnya yang semakin keras membuat Farel lebih berusaha lagi agar istri kecilnya itu segera diam sebelum mertuanya datang.
"Sudah, sudah. Saya minta maaf kalau ada perkataan saya yang menyakiti kamu. Tolong jangan nangis lagi." Farel menarik Niki ke dalam pelukannya. Sentuhan intim yang pertama setelah mereka resmi menyandang status suami istri.
Tangisan Niki perlahan mereda, tapi keduanya seolah enggan melepaskan pelukan mereka. Wangi aroma rambut Niki, membuat Farel terbuai. Tanpa sadar ia juga mengendus dan mengecup kepala istri kecilnya itu. Selama menikah dengan Marisa, ia tidak pernah seintim ini. Selama satu tahun pernikahan, hanya satu kali mereka berhubungan intim. Itu juga karena Marisa mabuk setelah mengetahui istri Galih mengandung anak pertama.
Niki pun sudah jelas tidak akan melewatkan situasi langka ini. Ia juga menghirup dalam-dalam aroma tubuh Farel dan menyimpannya dengan baik di dalam benaknya.
"Setelah saya wisuda, Bapak mau ceraikan, saya?" Niki menengadahkan kepalanya. Farel tidak menjawab, ia masih bingung dengan kondisinya sekarang. Sama sekali tidak pernah terlintas dalam angannya akan mempunyai dua istri seperti sekarang ini. Di satu sisi, ia mencintai Marisa dan takut kehilangan wanita yang sudah menjadi ratu di hatinya sejak lama. Di sisi lain, ia tak sampai hati menyakiti hati gadis kecil dalam pelukannya ini.
"Kalau begitu, saya ga mau lanjutkan kuliah biar ga usah di wisuda." Niki mencebikkan bibirnya manja. Tanpa sadar mereka masih berdiri sambil berpelukan.
"Segera selesaikan tugas akhirmu. Kalau sampai mundur tahun depan, saya kembalikan kamu ke orangtuamu." Farel menjentikan jarinya di kening Niki, "Sekarang hapus air matamu, sebentar lagi Mamamu datang." Farel mengusap kedua mata Niki menggunakan ujung jarinya. Sejenak keduanya saling bertatapan dan saling melempar senyum.
Begitu suara bel pintu apartment terdengar, spontan keduanya melepaskan pelukan mereka. Seolah baru tersadar, mereka saling berpandangan dengan kikuk.
"Pintunya dibuka, Niki," ujar Farel saat melihat Niki masih berdiri memandangnya.
"Oh, iya." Niki berlari kecil ke arah pintu apartment.
"Mama .... " Niki langsung memeluk begitu pintu terbuka, "Mama sendiri?"
"Iya, Mama sendiri. Papa masih ada kerjaan. Mama hanya mampir sebentar lalu setelah ini nyusul Papamu di kantor." Mama menyerahkan satu buah rantang ke tangan Niki, "Mana suamimu?"
"Malam, Tante." Farel membungkukan badannya.
"Malam, kok panggil tante? panggil Mama saja sama dengan Niki."
"Iya, Ma." Farel tersenyum lebar. Baru ini ia merasakan kehangatan ibu mertua. Selama pernikahannya dengan Marisa, ia terakhir kali bertemu dengan mertuanya pada saat pernikahan mereka. Marisa seolah enggan membawa dirinya masuk terlalu jauh ke dalam kehidupannya.
"Mama numpang ke toilet ya." Mama langsung berjalan cepat ke arah yang putrinya tunjuk. Tak berapa lama, Mama keluar lagi dengan wajah yang seperti sedang memikirkan sesuatu, "Nik, Mama kok sedikit pusing. Mama boleh berbaring sebentar di kamar?"
"Mama sakit? Niki ambilkan obat ya?"
"Ga usah, Mama cuman mau berbaring saja."
Niki mengantarkan Mamanya ke dalam kamar dan membantunya untuk berbaring dengan nyaman. Saat keluar dari kamar, Niki melihat Farel nampak fokus mengetik pesan di ponselnya.
"Mba Marisa?" tebak Niki.
"Dia menanyakan terus kartu debit yang aku berikan ke kamu," ucap Farel ragu. Tanpa banyak tanya Niki mengambil kartu debit milik Farel dan memberikannya ke suaminya.
"Kembalikan aja ke Mba Marisa, saya ga mau Bapak bertengkar terus gara-gara kartu ini. Isinya juga masih utuh kok."
"Jangan, aku mengatakan itu bukan maksudku untuk meminta kartu itu kembali. Aku hanya ingin belajar terbuka." Farel menolak halus tangan Niki yang memegang kartu miliknya. Ia sungguh terharu dengan jalan pikiran istri kecilnya itu.
"Kartu itu milikmu, Marisa biar aku buatkan yang lain lagi. Pakailah Niki, di dalam sana ada hakmu."
"Saya ga butuh kartu ini, saya butuh Bapak," ucap Niki lirih.
Farel menarik nafas panjang untuk kesekian kalinya. Ia tidak mengira, perasaan Niki begitu dalam untuknya.
"Niki, Mama pulang dulu ya." Mama keluar kamar dengan raut wajah tidak lebih membaik, bahkan kening Mama terlihat semakin terlipat.
"Mama sudah sehat?"
"Sudah, Mama sudah baikan. Mama pulang dulu," pamit Mama pada Farel dan Niki. Namun tidak seperti saat datang, tak ada senyum yang terpasang di bibir Mama.
"Mama mungkin ga enak badan, ayo makan dulu." Farel menggiring Niki ke arah meja makan setelah Mamanya sudah tidak terlihat lagi di ujung lorong.
...❤️...
Merasa ada yang mengikuti dari arah belakang, Niki semakin mempercepat langkahnya. Ia menggenggam erat dua kantong plastik berisi belanjaan di mini market. Jalan di area apartement tempat tinggalnya sudah sangat sepi tak ada lagi yang lewat, karena bukan termasuk jalan utama.
"Aahhhh!" Niki menjerit ketakutan saat sebuah tangan menariknya dari arah belakang, "Mba Marisa?" Niki jauh lebih terkejut saat tahu siapa yang mengikutinya dan menarik tangannya.
"Kamu tahu nama saya?" Niki spontan menutup mulutnya dengan tangan setelah sadar mulutnya terlalu lancang menyebut nama istri Farel, "Siapa kamu?" Mata Marisa menyelidik dengan tajam. Kedua teman Marisa pun ikut berdiri mengelilinginya.
"Saya ga kenal." Niki menggelengkan kepalanya.
"Saya tanya siapa kamu, kenapa kamu bisa tahu nama saya dan mengapa kartu debit suami saya ada di tanganmu?" Marisa mencengkram lengan Niki. Tinggi badan Marisa dan kedua temannya yang menjulang, membuat Niki terlihat seperti anak sekolah yang di bully oleh kakak kelasnya.
"Ka-kartu debit?" Niki teringat saat berbelanja di mini market tadi, ia menggunakan kartu debit milik Farel. Bisa saja Marisa atau salah satu teman yang bersamanya, melihat nama Farel tertera di kartu saat ia memberikan pada kasir.
"Mana kartunya." Marisa menengadahkan tangan di depan wajah Niki.
"Kartu apa?" Niki mencoba beradu pandang dengan Marisa.
"Jangan pura-pura ga tahu, apa perlu aku geledah semua barang bawaanmu?"
"Mba ngomong apa? saya ga ngerti!" seru Niki lalu dengan cepat ia berlari menuju ke arah apartement. Beda panjang antara kaki Marisa dengannya, membuat ia dengan mudah tersusul.
"Jangan!" Niki menjerit saat Marisa kembali menariknya dan merampas tas kecil yang tergantung di pundaknya. Tanpa ampun, Marisa mengeluarkan semua isi dompet Niki sampai menemukan apa yang ia cari.
"Apa ini, ha! dapat dari mana kamu kartu ATM suamiku? kamu pencuri? atau ... wanita simpanan Farel?" Tubuh Niki mematung saat Marisa mengacungkan kartu berwarna kuning tepat di depan wajahnya, "Ow, sepertinya benar kamu wanita simpanan." Marisa berdecih sinis saat melihat reaksi wajah Niki, "Kalau masih kuliah jangan kotori kampus dengan perbuatanmu sebagai ayam kampus! kamu goda suamiku bagaimana, sampai dia mau serahkan kartu ATM-nya?" Marisa terus maju menekan Niki hingga terhimpit dinding beton.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ursula Ursula
Sama Farel cinta buta tapi Niki lebih buta pemeran utama tapi gila
2023-05-25
1
Mawar berduri
gelar aja dosen. tp jd lelaki yg bodoh krn cinta yg bodoh. sdh dpt bekas org, selingkuh tp tetap cinta... kt2 spa yg cocok unt lelaki model farel ini...kayak gk punya harga diri aja. dikasi yg masih fresh n gress kok tetap mau yg sdh boling🤦♀️
2023-03-06
0
memei
semoga farel cepat sadar oleh cinta butanya
2022-08-16
0