"Sama cantiknya," sahut Farel setelah beberapa saat mengamati wajah Niki. Namun pujian itu tak serta merta membuat Niki bahagia, pasalnya Farel menyebutkannya dengan datar tanpa adanya rasa, "Ada perlu apa, Niki? Saya sedikit repot siang ini." Farel kembali menekuni layar laptop dan kertas di atas mejanya.
"Mas Farel sudah makan?" Farel langsung menoleh saat mendengar panggilan yang ditujukan untuknya.
"Di sini saya dosen kamu, Niki. Biasakan memanggil saya sewajarnya," prores Farel.
"Maaf, Bapak sudah makan?" ralat Niki.
"Belum, saya makan di luar," ucap Farel.
Niki menggiggit bibir bawahnya menahan untuk tidak bertanya tentang rencana makan siang suami dengan istri pertamanya yang sempat ia curi dengar tadi. Rasa kecewa dan sedih mulai hinggap di hatinya, karena sang suami bahkan tidak menanyakan apakah ia sudah makan, mau makan atau ingin makan sesuatu seperti yang ia tawarkan pada istri pertamanya.
"Ada lagi?" Farel bertanya seolah mengusir Niki dari ruangannya.
"Ga ada. Saya permisi." Niki mengangguk sopan lalu keluar dari ruangan.
Ia berjalan sedikit cepat kearah toilet wanita. Rasa sesak di dada membuatnya sedikit sulit bernafas. Ia berusaha agar air mata yang sudah di ujung mata tidak jatuh ke pipi.
Niki masuk ke dalam salah satu bilik toilet. Ia langsung duduk di atas closet dan menyalakan air kran agar suara tangisnya tidak terdengar dari luar.
Apa aku salah kalau mencintai ... tapi aku memang salah karena dia sudah menikah, dan aku tahu itu. Ternyata menikah itu tidak indah seperti kata orang. Apa sudah terlambat kalau aku mundur?
Niki mulai menyesali tindakannya yang hanya tahu ingin memiliki. Namun kenyataannya sekarang ia memiliki, tapi tidak dimiliki. Farel malah semakin jauh dan memberi jarak setelah mereka resmi menjadi suami istri. Antara rasa malu di depan teman-temannya dan kecewa dengan pernikahannya berkecamuk di dalam hatinya.
Setelah puas menangis dan melepas semua emosinya, Niki mengusap air mata dan membasuh wajahnya. Ia berusaha menghilangkan jejak kesedihan dari wajahnya.
Saat melintasi parkiran kampus, ia melihat Farel berjalan cepat menuju ke arah mobilnya. Tiba-tiba ia teringat dengan pembicaraan Farel dengan istrinya saat ia akan masuk ke dalam ruangan.
"Apa Pak Farel mau makan soto di jalan Revolusi sama istrinya?" Rasa penasaran Niki dengan wajah istri pertama dosennya itu membawanya pergi ke lokasi yang ia duga tempat tujuan Farel makan siang dengan Marisa.
Niki segera memesan ojek online ke tempat depot soto yang terkenal di jalan Revolusi. Sampai di sana, ia belum melihat keberadaan mobil suaminya.
Aroma kuah soto daging dari panci yang terbuka, membuat Niki yang memang lapar memesan satu porsi dan memilih duduk di pojok sendirian.
Selang beberapa saat mobil hitam milik Farel merapat di depan depot. Niki menajamkan penglihatannya pada sisi bangku penumpang. Seorang wanita dewasa yang sangat cantik dan anggun turun dari mobil.
Seketika itu rasa rendah diri menyerang Niki. Wanita yang diduga istri Farel itu bak model yang keluar dari majalah fashion.
Cantik sekali, pantas Pak Farel ga tertarik sama aku.
Wanita itu berjalan dan duduk dengan anggun. Berkali-kali Niki lihat, suaminya itu tampak berusaha mengajak ngobrol dan tersenyum tapi wanita itu tampak tak acuh dan menjawab sekenanya.
Tatapan mesra dan hangat Farel yang ditujukan pada wanita itu, membuat rasa memiliki Niki muncul.
'Bapak bohong. Mba Marisa jauh lebih cantik.'
Niki memberanikan diri mengirim pesan pada Farel. Ia penasaran dengan reaksi suaminya saat tahu, kedua istrinya sedang berada dalam satu ruangan. Benar dugaan Niki, suaminya itu terlihat panik. Kepala dan matanya mulai mencari-cari keberadaan Niki.
Saat mata Farel menemukan Niki di antara para pengunjung yang lain, Farel memberikan tatapan peringatan pada istri kecilnya itu.
'Diam di situ Niki.' Farel membalas pesan Niki.
Pria itu mulai tampak gelisah dan duduknya tidak tenang. Marisa yang melihat suaminya gugup mulai merasa terganggu.
"Kamu kenapa sih?" cetus Marisa.
"Ga apa-apa. Kita makan di tempat lain yuk. Di sini ramai," bujuk Farel.
"Ga mau ah, kamu aja yang makan di tempat lain. Aku 'kan dari awal memang mau makan di sini."
"Ya udah," sahut Farel pasrah. Ia mencoba tersenyum menutupi kepanikannya.
'Bapak ga ada niat kenalin aku sama Mba Marisa?' Niki kembali mengirimkan pesan.
'Jangan coba-coba ganggu istri saya, Niki,' Balasan Farel yang terkesan mengancam, mengusik harga diri Niki. Ia merasa sebagai yang tertuduh akan mencelakai wanita kesayangan suaminya.
"Kosong, Mba?" Tiga orang pria muda berdiri di hadapannya sembari memegang mangkok. Niki mengedarkan pandangannya di sekeliling depot yang memang ramai dan hampir tak ada sisa bangku yang kosong.
"Kosong. Silahkan, Mas."
Dua orang duduk di depannya dan seorang lagi duduk di sisinya. Awalnya ia merasa risih dan canggung karena duduk satu meja dengan orang asing pelan-pelan mulai sirna. Tiga orang pria yang duduk satu meja dengannya ini cukup santun dan humoris. Mereka tak henti-hentinya saling bercanda satu sama lain membuat Niki ikut tertawa mendengarnya.
"Kuliah di mana?" tanya salah satu pria.
"Kampus Biru. Masnya kerja di PT. Surya Bersinar ya?" Niki menunjuk badge nama yang tergantung di leher mereka.
"Iya, kamu kalau sudah lulus masukan lamaran aja ke tempat kami. Kebetulan saya bagian personalia," timpal salah satu pria tersebut.
"Waah, boleh nih. Masuk sana terkenal susah karena gajinya besar 'kan?"
Pembicaraan Niki dengan ketiga pria itu, menarik perhatian Farel. Suara tawa riang dari keempat orang yang duduk di pojok depot sungguh mengganggu konsentrasinya.
Sementara Farel dan Marisa masih menikmati makanan mereka, Niki dan ketiga teman barunya itu sudah selesai dan berjalan ke meja kasir.
"Udah, saya yang traktir sebagai ucapan terima kasih sudah mau berbagi tempat dengan kami." Salah satu pria itu menurunkan tangan Niki yang akan menaruh uang di meja kasir.
"Bener nih? Tahu aja Mas anak kuliah duit jajannya ga seberapa. Terima kasih ya." Niki terkikik senang karena bisa mengirit makan siang kali ini.
"Sama-sama. Ini kartu nama saya, kalau kamu mau masukan lamaran kerja nanti saya bantu." Pria itu memberikan sebuah kartu nama pada Niki.
"Iyaa, siapa tahu jodoh lanjut terus sampai ke pelaminan," goda dua kawannya yang sejak tadi hanya diam mengamati.
"Amiiin," sahut pria yang memberi kartu nama sembari ketawa.
Niki yang sudah lupa ada Farel di dalam depot yang sama, ikut tertawa malu menimpali candaan mereka. Ia baru sadar saat Marisa berjalan anggun diikuti Farel di belakangnya melewati mereka berempat yang masih berdiri di ambang pintu. Niki masih sempat menangkap lirikan tajam Farel diarahkan pada pemuda yang memberikan ia kartu nama.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
in Dy~Ka
katanya ga peduli ternyata cemburu juga Abang farelnya
2022-09-17
2
airanur
thor kok baru dikit,,, aku nongol loh,,, 🤭
2022-08-14
0
Masyitah Ellysa
next yaa author 😘
2022-08-13
0