Senyum Niki terkembang sempurna melihat Farel berjalan kearahnya. Dari jarak yang cukup jauh, Niki sudah dapat mengenali sosok pria yang akhir-akhir ini berdiam di hati dan pikirannya.
“Yang lain mana, Nik?” Farel mengedarkan pandangannya ke sekeliling area bioskop mencari kiranya ada wajah yang dikenalnya.
“Mmm, ga tau tuh mereka tiba-tiba batalin. Ada yang bilang acara keluarga, ada yang lagi ga enak badan,” ujar Niki pura-pura kesal.
“Jadi yang nonton cuman saya dan kamu? Kita berdua saja?” Farel tampak merasa tidak nyaman, “Kalau begitu kita jadwalkan ulang saja biar yang lain bisa ikut.”
“Tapi saya sudah beli tiketnya, Pak.” Niki menunjukan dua buah tiket bioskop di tangannya. Sudah sejauh ini, ia tentu tidak akan membiarkan Farel pulang sebelum dapat duduk berdua di dalam bioskop.
Farel memijat pelipisnya. Ia bukanlah pria lugu yang tidak tahu, jika mahasiswinya ini menaruh perhatian padanya, tapi jika langsung tegas menolak ia khawatir mahasiswinya ini bakal sedih dan bisa mempengaruhi penyusunan tugas akhirnya.
“Baiklah, saya temani kamu nonton,” putus Farel akhirnya. Ia berharap dapat menjadi dosen yang baik di awal kesempatan mengajarnya.
“Makasih, Pak. Saya beli popcorn ya.” Tanpa menunggu persetujuan Farel, Niki langsung melesat masuk ke dalam antrian. Farel menggelengkan kepala melihat tingkah Niki.
Ia lalu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, gedung bioskop di akhir pekan dipenuhi oleh banyak pasangan muda. Farel menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, entah sudah berapa lama ia sudah tidak pernah lagi menginjak gedung bioskop. Seingatnya terakhir kali, ia pergi bertiga dengan Galih dan Marisa yang saat itu mereka berdua masih sebagai sepasang kekasih dan dia hanya nyamuk pengganggu. Farel menghembuskan nafasnya yang terasa berat di dada mengingat perjalanan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Sekali lagi ia mencoba mengirim pesan pada Marisa, walaupun ia tahu kemungkinan kecil akan dibalas oleh istrinya itu.
“Ayo, Pak pintu studionya sudah dibuka.” Suara ceria Niki membuyarkan lamunannya.
Farel berjalan selangkah di belakang Niki, meski ini bukan di kampus tapi di adalah dosen yang sudah mempunyai istri tentunya harus menjaga batasan dengan wanita lain.
“Niki, kamu kenapa ga pilih bangku yang di tengah?”
“Tadi mau pilih tengah tapi sudah penuh, maklum filmnya masih baru,” ujar Niki yang tentunya berbohong. Ia memang sengaja memilih bangku di deretan belakang, di mana tempat yang biasa dipilih oleh pasangan agar bisa berduaan. Farel hanya menganggukan kepala pasrah.
Sepanjang film diputar, berkali-kali Niki menjerit dan merapat ke sisi Farel. Film horor yang menegangkan itu, memang membuat Niki takut dan tidak mengada-ada. Bulu tengkuk dan lengan Farel meremang saat kulit tangannya dan Niki bergesekan.
“Maaf,” cicit Niki untuk kesekian kalinya. Malu tapi bahagia, itulah yang dirasakan Niki. Aroma parfum Farel, bagaikan candu yang memanggilnya untuk tetap merapat ke tubuh pria di sampingnya.
“Kesimpulan apa yang mau kamu ambil kalau nontonnya ga konsentrasi seperti ini?” tanya Farel. Suasana hening dalam bioskop membuat keduanya harus berbisik dan saling mendekatkan wajah.
“Saya baca ringkasan ceritanya sih bagus, nyambung kok sama tema tugas saya,” elak Niki. Jantungnya berdegub kencang saat wajah Farel hampir tak berjarak tepat di depan wajahnya.
Beberapa detik mata keduanya bertaut, Farel yang lebih dulu tersadar langsung menarik tubuhnya mundur bersandar kembali di kursinya. Sisa film berlangsung dilewati Niki dan Farel hanya diam dan saling melirik canggung.
Keluar dari gedung bioskop, Farel tampak gelisah. Ia sesekali melihat layar ponselnya di tengah menimpali pembicaraannya dengan Niki.
“Menurut, Bapak cerita tentang Ivanna sama Danur seram yang mana?” tanya Niki.
“Hah? Ow, menurut saya le ... tunggu sebentar.” Farel menghentikan kalimatnya saat ponsel di tangannya berdering. Jelas terlihat di mata Niki, gambar wanita cantik berambut sebahu muncul di layar ponsel Farel.
Farel berjalan sedikit menjauh dan segera mengangkat panggilannya sebelum orang di seberang sana memutusnya.
“Halo, Echa kamu ga serius ‘kan mau terbang ke Singapura malam ini?” Niki perlahan mendekati Farel yang berdiri menghadap ke tembok. Ia berpura-pura melihat baju yang terpajang di salah satu toko terdekat.
“Mau apa kamu kesana?” Suara Farel terdengar antara emosi dan frustasi.
“Kamu mau menemui dia ‘kan, jujur saja, Echa.”
“Aku suamimu!” Niki hampir menjatuhkan sebuah patung peraga saat Farel berteriak cukup kencang. Beberapa orang yang melewatinya pun sempat menoleh terkejut.
“Pulang, Echa. Aku mohon pulanglah.” Merasa jadi pusat perhatian, Farel merendahkan nada suaranya. Sepertinya orang di seberang sana langsung menutup sepihak sambungan teleponnya, terlihat wajah Farel yang menatap nanar layar ponselnya yang sudah gelap.
Niki masih berdiri di tempatnya semula. Ia mengamati dan membiarkan dosennya itu menata perasaannya dulu. Dari pembicaraan yang ia curi dengar, jelas dosennya itu sedang berselisih paham dengan seorang wanita yang ia panggil Echa dan sialnya wanita itu adalah istri dari dosennya yang ia sukai. Melihat wajah frustasi Farel, Niki mengeluarkan senyum liciknya.
“Maaf, tadi ada telepon penting.” Farel berjalan lunglai menghampiri Niki.
“Ga apa-apa, Pak.” Niki memberikan senyum lebarnya.
“Baiklah, sudah malam lebih baik kamu pulang,” ujar Farel sembari melirik jam di pergelangan tangannya. Niki tidak menjawab, ia berakting seolah sedang memikirkan sesuatu, “Kenapa, Niki?”
“Saya ga bawa kendaraan. Tadi kesini diantar Papa, bilangnya nanti kalau pulang dijemput, tapi Papa baru aja kasih kabar ga bisa jemput karena ada tamu yang mendadak datang,” ujar Niki dengan wajah kalut.
“Lalu apa kata Papamu?”
“Papa bilang naik taxi online, tapi ... saya takut.” Niki menarik rok yang ia kenakan sedikit lebih ke bawah. Ia mau memberi isyarat pada Farel, kalau ia tidak nyaman naik taxi online mengenakan rok yang panjangnya hanya setengah pahanya saja.
Farel meraup wajah dan menyugar rambutnya secara bersamaan. Pikirannya kacau antara pertengkaran dengan istrinya dan memikirkan situasi mahasiswinya sekarang.
“Rumahmu di mana?” tanya Farel setelah berpikir sebentar.
“Perumahan pondok coklat.”
“Saya antar, kamu hubungi Papamu biar beliau ga khawatir,” ujar Farel lalu berjalan mendahului Niki. Di belakangnya Niki melakukan selebrasi dengan mengepalkan telapak tangannya.
Saat duduk di dalam mobil dosennya, Niki berusaha menyembunyikan rasa bahagianya di balik wajah pura-pura sedihnya.
“Kamu kenapa lagi?” tanya Farel. Baru sepuluh menit mobil keluar dari area parkir Mall, mahasiswi centilnya itu mulai bertingkah berusaha menarik perhatiannya lagi.
“Ga apa-apa, cuman agak laper aja,” ujar Niki malu. Tentu saja ia tidak benar-benar lapar. Ia hanya tidak mau malam ini berlalu begitu saja.
Farel menarik nafas panjang, beberapa jam bersama mahasiswi centilnya ini sungguh menguras kesabarannya, “Kamu mau beli makan dulu?”
“Kalau Bapak ga keberatan.”
“Di mana?”
“Cafe Marimasuk aja ya, searah kok,” ucap Niki cepat sebelum Farel berubah pikiran.
Farel sempat ragu saat akan memutar kemudi mobilnya masuk ke dalam area parkir cafe yang ditunjukkan oleh Niki. Cafe itu tampak sangat ramai meski waktu sudah menjelang tengah malam.
“Di sini?”
“Iya, di sini makanannya enak. Yuk.” Niki langsung melompat turun begitu mobil terparkir sempurna. Farel yang awalnya ingin menunggu di dalam mobil, mengurungkan niatnya. Ia segera turun dari mobil dan menyusul Niki, karena banyaknya pengunjung pria yang menatap lapar seakan ingin menelan mahasiswinya itu.
“Saya pesankan Soto Betawi ya, Pak,” ucap Niki yang sudah berdiri di depan kasir.
“Saya ga makan, kamu saja pesan bungkus untuk dibawa pulang.” ujar Farel sembari kembali melihat jam di tangannya. Niki seketika memasang wajah kecewanya.
“Tapi tadi saya sudah pesankan untuk Bapak makan di sini, kalau di rumah saya ga ada teman makan.” Niki semakin menunjukan raut wajah sendu.
“Heehh, baiklah. Jangan lama-lama, saya ga enak sama orangtua kamu antar pulang anak gadis terlalu malam.”
“Siap, Pak.” Wajah yang semula suram dalam hitungan detik berubah kembali ceria.
“Hai, Niki jalan sama siapa?” Sapaan dan tepukan di pundak membuat keduanya serempak menoleh ke belakang.
...❤️🤍...
Bawa cerita bagus untukmu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
maaf baru sempat mampir
2023-05-10
1
moerni🍉🍉
hadir..
2022-12-12
0
Asni J Kasim
Pepet terus 😆😆😆. Jangan lepas 😁
2022-09-26
0