"Kamu sama siapa?" Mama Niki mengalihkan pembicaraan.
"Sama temanku," Marisa menunjuk Delilah dan putrinya yag sedang memilih di outlet donat, "Suamiku lagi ngobrol di restoran sebelah sana." Marisa menekankan kata suami sembari melirik ke arah Niki.
"Anakmu sudah berapa?" tanya Mama Niki lagi. Niki mendesah kesal, karena Mamanya terus saja mengajak ngobrol wanita yang menjadi saingannya. Apakah ia merasa Marisa saingannya? Tentu saja, karena ia menginginkan Farel hanya menjadi miliknya seorang.
"Sebentar lagi." Marisa mengusap perutnya yang masih rata.
"Selamat ya, sebentar lagi punya momongan," ucap Mama Niki tulus. Marisa tersenyum penuh kemenangan, saat melihat Niki seperti terpukul mendengar kabar tentang kehamilannya.
"Doakan kehamilanku lancar dan jauh dari segala gangguan," lanjut Marisa dengan senyuman yang semakin sinis. Ia berkata seperti itu dengan pandangan ia arahkan tepat ke mata Niki.
Niki semakin kesal dengan cara Marisa terus menyindirnya seolah menabur genderang perang.
Baiklah, kamu anggap aku pengganggu. Sepertinya aku tidak hanya sekedar mengganggu, tapi juga akan mengambil Farel dari tangan wanita kasar sepertimu.
Niki belum tahu betapa bejatnya Marisa, yang ia tahu istri Farel adalah wanita yang ringan tangan bahkan dengan suaminya sendiri. Awalnya ia merasa bersalah telah masuk ke dalam rumah tangga Farel, tapi saat Farel datang ke apartement dalam keadaan terluka saat itulah rasa ingin melindungi orang yang disayanginya muncul.
"Aku balik dulu ya, temanku sudah selesai. Nanti suamiku pasti khawatir kalau aku terlalu lama." Marisa terus mengusap-usap perutnya membuat Niki semakin panas.
Sekembalinya Marisa dan Delilah ke restoran, Galih dan Farel tampak sudah selesai bicara. Namun raut wajah keduanya sangat tidak bersahabat.
"Kenapa, Mas?" tanya Delilah pada Galih. Suara Delilah yang lembut dan tangannya mengusap tangan Galih, membuat Marisa ingin menarik kain penutup kepala wanita itu.
"Ga ada apa-apa, Sayang. Kami tadi membicarakan teman kami yang sedang dilanda kesusahan," bual Galih, "Kamu sudah dapat semua yang dicari?" Galih memandang teduh pada istrinya. Jelas terlihat di mata Farel dan Marisa, Galih sangat mencintai istrinya.
"Kami pulang dulu." Marisa mendadak berdiri dari kursinya.
"Kenapa buru-buru?" tanya Galih dengan pandangan yang sama seperti yang ia berikan pada istrinya. Farel menggelengkan kepala muak, melihat kawannya yang dengan santainya memainkan dua peranan sekaligus.
"Mungkin Marisa agak ga enak badan, sebaiknya kami pulang sekarang." Farel mengikuti Marisa berdiri dari duduknya. Sekali lagi ia menyelamatkan Marisa dalam situasi yang sulit.
"Aah, yaa benar kamu bilang tadi istrimu sedang hamil. Benar sebaiknya kalian berdua cepat pulang," ujar Galih.
"Selamat ya, Mba Marisa," ucap Delilah tulus. Galih tampak bahagia kedua wanita miliknya saling bertukar senyum.
Semakin merasa muak melihat drama yang dilakoni oleh Galih, Farel segara berlalu dari sana. Ia berjalan cepat ke arah parkiran mobil.
"Farel, tunggu!" Marisa menahan tangannya, "Aku mau beli donat."
"Kamu belilah, aku tunggu di mobil," ujar Farel. Marisa menatap Farel tak percaya, mengapa sekarang suaminya bersikap tak peduli padanya.
"Temani aku," paksa Marisa. Jika ia beli sendiri, tentu rencana memperlihatkan kemesraannya bersama Farel di depan Niki akan percuma.
"Cepatlah!" Farel mengikuti langkah Marisa yang bersemangat menuju ke outlet donat ternama tempat ia bertemu Niki dan Mamanya. Namun sampai di sana, Marisa harus menelan kekecewaan karena yang dituju sudah tidak ada di sana.
"Ga jadi, pilihannya sedikit," ujar Marisa lalu berjalan kembali ke arah parkiran. Farel menggerutu kesal di belakang Marisa.
Di apartement, Niki tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya selalu teringat bagaimana Marisa mengusap perutnya dan menatapnya dengan angkuh.
Dia mengira hanya dia saja yang bisa hamil? Aku juga istrinya Farel, aku juga bisa hamil! Jiwa kompetitif Niki seketika bangkit.
Niki terkesiap dengan jalan pikirannya sendiri. Ia baru sadar selama menyandang status sebagai istri seorang Farel Pratama, sentuhan paling intim adalah saat mereka berciuman. Jika ia ingin hamil, berarti ia juga harus siap berhubungan lebih intim dari hanya sekedar berciuman. Ia tahu pasangan menikah itu satu paket dengan hubungan ranjang, tapi mengapa jika dipikirkan ia merasa takut dan tidak siap.
Niki menutup kepalanya dengan bantal saat imajinasi nakalnya tentang bentuk tubuh Farel melintas di pikirannya.
Sejak malam itu, Niki selalu terbayang-bayang bagaimana jika mereka berdua melakukan hal itu. Pikiran kotornya itu datang kapan saja tanpa melihat situasi.
Seperti sekarang ini, ia sedang memandangi Farel yang mengajar di depan kelas. Seketika imajinasi liarnya bermain membuat wajahnya memerah serta bibir menampilkan senyum cabulnya.
"Kamu sakit, Niki?" Suara Farel yang menegurnya dari depan kelas, membuat bayangan Farel yang sedang tersenyum manis padanya berubah menjadi Farel yang ketus.
"Saya ga sakit," sahut Niki tersipu.
"Syukurlah, saya sempat khawatir dari tadi kamu tertawa sendiri," ucap Farel yang langsung di sambut dengan tawa yang meledak dari teman-teman sekelas Niki.
Niki mengerucukan bibirnya, ia merasa kesal Farel sudah mempermalukan dirinya di depan teman-temannya. Ia berjanji akan menghukum suaminya itu, tidak akan memberikan bibirnya lagi untuk dicium. Semenjak ciuman pertama yang terjadi, Farel cukup sering datang ke apartment dan mencumbu istrinya di sana. Walaupun yang di lakukan Farel tidak lebih dari sekitar area wajah Niki.
"Kenapa tadi di kelas kamu senyum-senyum sendiri?" goda Farel saat mereka duduk santai sambil menonton televisi di apartment. Wajah Niki kembali memerah saat diingatkan penyebab ia melamun saat di kelas.
"Kemarin aku ketemu sama Mba Marisa di Mall, dia sama temannya yang lagi hamil dan bawa anak kecil," ujar Niki.
"Ow." Farel tidak berniat menanggapi, baginya semua tentang Marisa tidak perlu di bawa masuk ke dalam apartment.
"Mba Marisa hamil," lanjut Niki. Farel tetap diam, malas menanggapi hal yang membuatnya sakit hati, "Aku kapan?" tanya Niki.
"Ha? Kapan apa maksudnya?" Farel terkejut dengan pertanyaan istri kecilnya itu.
"Hamil," sahut Niki lirih hampir tak terdengar.
"Kamu pingin hamil?" tanya Farel tak percaya dengan pendengarannya. Berkali-kali ia dibuat terkejut dengan jalan pikiran Niki. Pertama minta dinikahi, sekarang ingin dihamili.
Bukannya Farel tidak mengerti bahwa mereka adalah pasangan suami istri yang sah, dan ia sangat boleh menyentuh istrinya. Namun Farel masih belum ingin itu terjadi dengan banyak alasan. Salah satunya, Niki sedang fokus menyelesaikan tingkat akhirnya di kampus tempat ia mengajar. Selain itu, urusannya dengan Marisa belum menemukan titik akhir.
"Sadar kok, aku ga secantik Mba Marisa." Niki menegakkan badannya yang tadi bersandar di dada suaminya, "Pak Farel mungkin ga selera lihat aku," tambah Niki.
Farel hanya diam mengamati istri kecilnya yang terus mengomel dan membuatnya semakin gemas.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
LangitBiru
❤️❤️❤️
2023-07-10
1
in Dy~Ka
Pepet terus Niki....
2022-09-17
0
Anisa Salam
otw farel onboxing nih😂😂
2022-08-25
0