Itu bukan cincin kawin kan? Masak seimut ini sudah nikah?
Mata Niki tidak mau beralih dari jari manis Farel. Cincin emas bermata satu itu sangat mengganggu konsentrasinya selama Farel menjelaskan.
“Kenapa, Niki?” Rupanya Farel menyadari perhatian mahasiswinya terpaku pada jarinya.
“Mmm, cincin Bapak bagus,” pancing Niki.
“Terima kasih. Bagaimana kau sudah punya bayangan kira-kira topik apa yang akan kamu angkat di tugas akhirmu?” Niki tersenyum getir karena pancingannya tidak mengenai sasarannya.
“Nanti saya pelajari lagi, Pak.”
“Baiklah kalau begitu, saya mau lanjut mengajar lagi.” Farel mulai menyusun tumpukan bukunya.
“Pak!” Farel yang sudah berjalan dua langkah ke depan, berhenti lalu menoleh ke arah Niki, “Mmm, ada film yang saya mau jadikan referensi, Pak.”
“Bagus, film apa?”
“Ivanna.”
“Film bioskop yang sedang tayang?” Farel memutar tubuhnya menghadap Niki, “Apa hubungannya? Itu film horor dan kamu jurusan psikologi. Memangnya tema apa yang mau kamu angkat mengambil referensi film tersebut?”
Bibir Niki berkedut-kedut mencari alasan yang tepat, karena sesungguhnya ia hanya asal bicara.
“Mmm, perbedaan reaksi keluarga terhadap hubungan asmara ditinjau dari masa lampau dan masa kini?” ucap Niki tak yakin. Farel sesaat mengerutkan keningnya lalu ia mengangguk pelan.
“Boleh jika hanya sekedar referensi.”
“Saya butuh Bapak,” ujar Niki cepat sebelum Farel kembali membalikkan badan.
“Heh?”
“Maksudnya, saya butuh Bapak untuk ... memberikan arahan saat menonton film.” Farel semakin mengerutkan keningnya. Ia masih mencerna arah pembicaraan mahasiswinya itu, “Saya ingin Bapak temani saya nonton,” ucap Niki akhirnya dapat mengutarakan keinginannya. Farel tak langsung menjawab, ia sangat terkejut dengan keberanian mahasiswi di hadapannya ini.
“Kamu minta saya menemanimu nonton?” Farel mengulangi pernintaan Niki agar yakin kalau ia tidak salah dengar. Niki tidak sanggup berkata lagi, ia hanya menganggukan kepala pelan. Rasa malu sebenarnya mendera, tapi kepalang tanggung ia benar-benar ingin memiliki waktu hanya berdua lebih lama lagi dengan pria bertubuh tegap di hadapannya ini.
“Boleh, saya juga belum nonton. Kamu bisa ajak teman yang lain biar kita nontonnya ramai-ramai,” ujar Farel setelah berpikir sejenak.
“Beneran, Pak?” Tak sadar Niki terpekik gembira sehingga mengundang tatapan tak suka dari pengunjung perpustakaan lainnya.
“Iya kamu kabari aja kapan waktunya,” sahut Farel cepat. Ia semakin tak nyaman berada di bawah tatapan menuduh penghuni perpustakaan.
“Terima kasih, Pak.” Niki tersenyum lebar, ia tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya. Di kepalanya sudah tersusun berbagai rencana agar hanya dia dan Farel saja yang menonton tanpa adanya mahasiswi lainnya.
Tak butuh waktu lama Niki sudah mendapatkan waktu, lokasi dan hari yang tepat untuk mengajak dosennya itu nonton film. Bukan Niki namanya, jika tidak mendapatkan jadwal mengajar Pak Farel yang akurat. Niki berusaha meminimalisir kemungkinan penolakan dari dosennya itu.
Selang beberapa hari setelah bimbingan di perpustakaan, Niki berniat menemui Farel di ruang dosen dengan membawa sebagian tugas akhir yang sudah dipersiapkan sebagai alasan bertemu dengan dosennya itu.
“Tolonglah, Echa kenapa kamu sulit sekali mengerti aku?” Tangan Niki yang sudah terangkat siap mengetuk pintu ruang dosen, terhenti melayang di udara saat mendengar suara Farel yang emosional.
“Sampai kapan kamu seperti ini?”
“Oke, okeee! Kamu maunya apa, aku akan coba ikuti apa yang kamu inginkan asal jangan abaikan aku seperti ini terus, Echa.” Suara Farel yang terdengar memohon pada seorang wanita di seberang sana membuat Niki cemburu.
“Baiklah, aku harap tidak lebih dari tiga hari. Cepatlah pulang. Aku mencintaimu, Echa.” Kalimat terakhir yang keluar dari bibir Farel, membuat tangan Niki lunglai jatuh ke bawah.
Sementara itu di dalam ruangan, Farel memandangi layar ponselnya yang sudah gelap. Pembicaraan dengan istrinya sudah berakhir sejak tadi, malah sebelum ia selesai mengucapkan kata mencintaimu, istrinya sudah memutus sambungan teleponnya.
Farel sadar pernikahannya sejak awal bukan keinginan dari sang wanita, Marisa adalah wanita yang ia cintai namun bertepuk sebelah tangan. Marisa berpacaran dengan Galih teman baiknya. Namun sayang, Galih menikah dengan gadis yang dijodohkan orangtuanya dan meninggalkan Marisa dalam keadaan mengandung.
Farel yang sejak awal perkenalan sudah jatuh hati pada Marisa, menawarkan diri untuk menikahi dan menutup aib kedua temannya. Perjalanan pernikahan indah yang diharapkan Farel tidak pernah terwujud,. Marisa keguguran dan kembali menjalin hubungan dengan Galih secara terang-terangan meski keduanya masing-masing sudah memiliki pasangan yang sah.
Satu tahun lamanya Farel menunggu Marisa membuka hati untuknya, namun yang ada wanita itu semakin menyakitinya dengan kata dan perbuatan.
Niki membuka pintu ruang dosen perlahan, dari celah pintu yang terbuka ia dapat melihat gurat kesedihan di wajah dosennya yang sedang termenung.
“Niki?” Farel terkejut melihat mahasiswinya berdiri di ambang pintu.
“Maaf, saya tadi sudah ketuk pintunya tapi Bapak ga dengar, jadi saya langsung buka aja.”
“Ga apa-apa. Maafkan, saya tadi ga dengar. Ada yang bisa saya bantu?” Farel berusaha cepat mengendalikan perasaannya, ia mengurai senyum manisnya untuk menutupi wajah sedihnya.
“Saya mau minta pendapat, Bapak.” Niki menggeser berkas berisi konsep tugas akhirnya ke atas meja.
“Baiklah, saya coba lihat dulu ya.” Sementara dosennya itu memeriksa tugasnya, Niki memperhatikan raut wajah Farel yang sendu walau bibirnya tersenyum. Pelupuk mata pria tampan itu masih menyisakan genangan air yang tidak sempat terjatuh.
“Sudah bagus, Niki. Hanya kamu kurang detail. Jangan lupa sertakan hasil kuisionernya agar penelitianmu lebih valid,” ucap Farel sembari menutup tumpukan konsepnya lalu mengembalikannya ke Niki.
“Baik, Pak.”
“Ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Farel karena Niki masih bertahan duduk di depannya.
“Eee, saya sudah dapat jadwal filmnya, Pak.”
“Film? Oh, ya film untuk bahan referensimu? Kapan?”
“Hari Sabtu, jam delapan malam di Mall Hasrat Terpendam, Pak.”
“Sabtu besok? Baiklah saya ada waktu,” sahut Farel setelah sesaat berpikir. Istrinya sedang keluar kota bersama teman-temannya, lebih baik ia menghabiskan waktu malam minggu bersama para mahasiswanya dari pada meratapi nasib pernikahannya di kamar sendirian, “Teman-teman yang lain sudah kamu kabari?”
“Teman-teman yang lain? Eemm ... sudah, Pak. Nanti kami langsung kumpul di depan Bioskop,” sahut Niki cepat, tentunya ia berbohong karena tidak satu pun temannya yang ia kabari tentang rencana ini.
“Baiklah kalau begitu, kita ketemu besok malam di Mall Hasrat Terpendam,” ucap Farel tersenyum lebar.
“Baik, Pak. Terima kasih.” Melihat senyum manis sang dosen, semangat Niki semakin berkobar ingin memiliki pria yang ia sebut dosen itu
Ia tidak peduli jikalau benar Farel sudah memiliki pendamping hidup yang sah, yang ia tahu, Farel tidak bahagia dengan pernikahannya dan ia sangat yakin, Farel akan jauh lebih berbahagia bila bersama dengannya.
...❤️🤍...
Bawa karya bagus untukmu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
suka 😍
2023-04-28
1
Erina Situmeang
kok kasihan dgn pak dosen...
Sdh mau tutupin aib istrinya malah buat kesalahan lagi dan secara terang" an😡
aku dukung Niki buat bahagiain pak dosen💪
2023-03-06
0
Sukma Wati
kadang-kadang aku dukung pelakor klo kelakuan istri sahnya begitu, sudah dapat suami baik menutupi aibnya tp masih diselingkuhi,eh selingkuhnya sama yg bikinin dia aib juga
2023-01-05
0