Bab VII - Suster Michelle - Babak Pertama

Sejarah kelam masa lalu, terkubur oleh sang waktu, berjalan menggerus segala peristiwa yang baik sengaja maupun tidak sengaja dilupakan. Namun, ada kalanya yang terkubur itu, menyeruak keluar. Meminta keadilan dan menyeret para pelaku sejarah ke dalam kejadian mistis dan misterius tak bisa dinalar oleh pikiran manusia biasa. Inilah yang kualami saat berada di RS Tirta Husada.

Saat membuka kedua pelupuk mataku, yang kulihat pertama kali adalah tubuhku terbaring di sebuah ruangan putih, kepalaku diikat dengan perban, aroma obat – obatan kimia seakan memaksa masuk ke rongga hidung, menembus sela – sela masker oksigen. Suara mesin mengukur tekanan darah dan detak jantung menggelitik telinga di sebelah kiriku. Bagaikan dengungan ribuan ekor lebah berkeliling di sekitar kepalaku.

Seorang wanita cantik berpakaian putih tengah menatapku , tersenyum ramah dan berkata, “ Kau sudah sadar Tuan Alfred. Bagaimana keadaan Anda ?” Aku mencoba tersenyum, tapi perban yang mengikat kepala ini terasa membatasi gerakku atau menjawab pertanyaan suster itu. “Anda bisa memanggil saya Suster Michelle. Luka di kepala Anda cukup parah. Sebaiknya, jangan terlalu banyak bergerak dulu sampai pak Dokter mengijinkannya,” kata suster perawat itu.

Entah sudah berapa banyak dosis dari obat penenang masuk ke dalam tubuhku, suara dengungan mesin bagaikan lagu penghantar tidur, dalam sekejab aku tertidur pulas. Dimana aku berada, rasa sakit di sekujur tubuh seakan hilang terlebih sambutan ramah juga senyum perawat yang bernama Michelle itu, membuatku tak lagi memikirkan bagaimana ceritanya hingga aku bisa terbaring di tempat yang selama ini kubenci. Kubiarkan diri ini terbuai di alam yang berbeda, ALAM MIMPI.

_____

Sebuah tempat pengap, kotor. Bau obat – obatan kimia bercampur aduk dengan bau anyir darah membuat perut mual. Sejak kapan aku ada disini ? Sepasang mataku menatap ke sekeliling, banyak sekali tempat tidur rusak dan kotor berserakan disana-sini. Di atas tempat tidur tersebut terbaring mayat-mayat yang sudah membusuk dengan tubuh penuh belatung, cacing, kelabang, ditambah lagi sekumpulan lalat mengerubuti darah yang sebagian mulai mengering. Serangga-serangga menjijikkan itu merayap kesana-kemari, bagaikan tengah berpesta pora, aku harus segera keluar dari ruangan ini, jika tidak ingin menumpahkan semua yang ada di dalam perutku keluar melalui mulutku.

Aku berjalan menelusuri lorong yang pengap itu dan sebuah pintu berwarna hitam, membentang di hadapanku. Kuraih gagang pintu, tapi, jari-jemari ini seakan lewat begitu saja. Saat menyentuh daun pintu, pergelangan tangan ini menghilang. Mendadak saja aku sudah berpindah ruangan. Di ruangan itu sesosok tubuh wanita tengah berjalan merangkak, wanita itu berpakaian sebagaimana layaknya seorang perawat, “Suster ... “ sapaku. Suaraku seakan tak didengarnya sekalipun keras. Perawat itu terus merangkak hingga akhirnya tubuhnya lenyap di sebuah tikungan.

Sesampai di tikungan, kutemukan siapa-siapa, kemana perginya perawat itu. Terdengar suara seperti benda berat diseret – seret dari belakang. Aku menoleh dan... membelalakkan mata, seorang wanita berambut hitam, panjang dan kusut merangkak menuju ke arahku dengan gerakan terpatah-patah. Dia merangkak menyeret sepasang kakinya yang buntung, tak ada tanda-tanda kehidupan di matanya yang coklat kehitaman dan basah oleh darah. Wanita itu merangkak dan terus merangkak hingga aku menjerit keras manakala wajahnya sudah tepat berada di dekat hidungku.

_____

Aku membuka mataku, tubuhku terbaring di sebuah tempat tidur beralaskan kain putih bersih. Masker oksigen yang menutupi hidung dan mulutku sudah dilepas, tapi, jarum infus masih menempel di tangan kiri. “Anda sudah bangun Tuan Alfred,” sebuah sapaan lembut dan ramah terdengar dan saat aku menoleh seorang perawat berdiri di samping kananku. Dialah Suster Michelle, “Selamat ... Anda sudah melewati masa-masa kritis,” katanya lagi.

“Oh, Suster Michelle. Sudah berapa lama saya tertidur ?” tanyaku.

“Sudah 3 hari sejak Anda pertama kali siuman. Tampaknya, Anda baru saja bermimpi buruk,”

“3 hari ya, berarti sudah 5 hari aku dirawat di tempat ini. Siapakah dokter yang menanganiku ?”

Suster Michelle tersenyum manis, “Rupanya, kesehatan Anda mulai pulih. Tak biasanya ada pasien yang cepat pulih dari luka parah seperti Anda. Mungkin tanpa Pak Dokter Andre, belum tentu Anda pulih secepat ini,”

“Dokter Andre, ya... bisakah saya bertemu dengannya ?”

“Maaf, Tuan Alfred ... karena RS ini masih baru berdiri, kami kekurangan tenaga sementara pasien yang datang lumayan banyak. Jadi, kami harus membagi tugas. Sekalipun demikian, masih saja ada pasien yang belum ditangani. Salah satunya: Anda, Tuan Alfred. Tapi, untunglah Anda tak banyak mengeluh, karena selama ini Anda banyak tidur. Jadi, kami lebih mudah menanganinya,”

Baru saja Suster Michelle menutup mulutnya, pintu ruangan terbuka, seorang dokter bertubuh jangkung masuk diiringi seorang perawat lain. “Selamat pagi, pak ... Saya Dokter Andre yang merawat Anda. Bagaimana keadaan Anda pagi ini ?”

Aku tersenyum, “Terima kasih, pak... berkat Pak Dokter keadaan saya mulai membaik,”

“Syukurlah kalau begitu,” katanya sementara sepasang tangannya mulai bekerja memeriksa pupil mata, denyut nadi dan jantung, “Hmm, daya tahan tubuh Anda cukup baik, padahal sejak pertama kali Anda masuk ke ICU dan sempat koma beberapa hari, sekarang sudah mulai berangsur-angsur pulih,”

Aku mengerutkan dahi, “Koma ?”

Pria yang dipanggil dengan nama Dokter Andre itu mengangguk,” Anda sudah disini lebih kurang 2 minggu, pak Alfred. Terus terang saat Anda koma, kami sudah putus asa, tak tahu lagi bagaimana caranya untuk menyelamatkan nyawa Anda. Kecelakaan di Tol Cipularang itu membuat Anda nyaris kehabisan darah. Jadi, kami berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan hidup Anda,”

“Mana mungkin ? Kata Suster Michelle saya sudah 5 hari dirawat disini ?!” kataku sambil mengalihkan pandanganku ke arah dimana tadi Suster Michelle berdiri. Tapi, entah kemana dia sekarang.

“Suster Michelle. Anda menyebut-nyebut Suster Michelle ?” tanya perawat itu sambil menoleh ke arah dokter Andre. Aku mengangguk, “Benar. Tadi dia berdiri di sini,”.

Dokter Andre tersenyum, “Pak Alfred. Di RS ini tak ada yang namanya Suster Michelle. Cobalah untuk beristirahat, menurut perkiraan saya ... 1 minggu lagi, Bapak baru bisa pulang. Selamat pagi, pak...” katanya sambil membalikkan tubuh lalu berjalan menuju pintu keluar. Aku terdiam, sepasang mataku menatap ke langit-langit ruangan, “Aneh...” aku menghela nafas panjang. Pengaruh obat penenang, membuat rasa kantukku mulai menyerang. Akan tetapi, nama Suster Michelle nyaris menghilangkan rasa kantukku, “Suster Michelle ....” desahku. Sejuta pertanyaan tentangnya benar-benar membuatku tidak bisa memejamkan mata. AKU GELISAH.

Mendadak saja aku teringat akan mimpi burukku beberapa waktu yang lalu, jari-jemariku meraih pena dan kertas yang ada di atas meja tak jauh dari tempatku berbaring. Sesaat kemudian, pena yang kupegang itu menari-nari di atas permukaan kertas putih polos itu dan dalam waktu singkat, kertas itu sudah terdapat lukisan seorang wanita, wajahnya mirip dengan Suster Michelle. Pada halaman kertas lain, terdapat lukisan wanita yang muncul dalam mimpiku. SEORANG WANITA MERANGKAK SAMBIL MENYERET KEDUA KAKINYA YANG BUNTUNG DAN MENANGIS DARAH.

Sang Raja siang bergerak ke ufuk Barat, cahayanya yang kemerahan membawa lembayung senja kepada barisan pepohonan rimbun yang berdiri berjejer di sepanjang halaman RS Tirta Husada. Sebagian sinar yang masuk melalui dedaunan dan ranting pepohonan membentuk garis-garis indah. Sebagian garis-garis sinar itu memasuki jendela kamarku dan menerpa kulit wajahku, kurasakan betapa hangatnya sinar itu. Saat kelopak mataku terbuka, pertama kali yang kulihat adalah wajah jelita seorang perawat wanita yang sudah tidak asing lagi bagiku, SUSTER MICHELLE. Di mataku, dia bagaikan sesosok bidadari yang turun dari Surga dan selalu menjagaku saat tertidur ataupun terbangun, dia adalah wanita yang memiliki kecantikan sempurna. Terlebih lagi warna merah muda di bibirnya yang sensual.

“Suster Michelle... “ sapaku, “Sudah berapa lama kau berada disana ?”

Suster Michelle mengalihkan pandangannya, “Apa maksudmu, Tuan Alfred ?” tanyanya.

“Maksudku, sudah lamakah kau duduk di dekat jendela itu sambil memandang keluar ?”

“Saya baru saja tiba, melihat Anda tidur cukup pulas, saya tidak berani membangunkan Anda. Oh,ya ... sudah saatnya tubuh Anda diseka,”

“Katakan padaku, Suster ... Apakah kau sudah lama bekerja di RS ini ?” tanyaku sambil membiarkannya membasuh tubuhku.

“Saya sudah lupa berapa lama saya bekerja disini, Tuan ... kenapa Anda menanyakan hal itu,”

“Aku cuma heran, kalaupun kau sudah lama bekerja di RS ini, bagaimana mungkin mereka tak mengenalmu. Yang aku maksud Suster Lisa dan Pak Dokter Andre,” jelasku.

“Ah, biarkan saja, Tuan... yang penting saya sudah melakukan tugas dengan baik. Jadi, masa bodoh, mereka tak mengenal saya,”

“Apa maksudmu ?”

“Tuan Alfred, saya minta tolong, jika mereka datang, bisakah Tuan tidak menyebut-nyebut nama saya ?”

“Apakah kau ada masalah dengan mereka ?” tanyaku heran.

“Berjanjilah, Tuan....” Suster Michelle menatapku dengan tatapan memohon, “Semua ini adalah demi kebaikan Anda, Tuan,” sambungnya.

Aku semakin tak mengerti dengan apa yang dikatakan wanita itu, sepasang mataku balas menatapnya dalam-dalam. Untuk sesaat kami berdua terdiam, suasana di ruangan tersebut sunyi, hanya terdengar detak jantungku. Hanya detak jantungku, tapi, tak kudengar detak jantung Suster Michelle.

Wanita cantik itu masih menatapku tanpa berkedip hingga aku tak kuasa untuk menolak permintaannya, “Baiklah... tapi, katakanlah dulu apa alasannya,”

“Tuan Alfred ... belum saatnya kuceritakan. Tapi, aku berharap, waktu akan memberikan jawabannya untuk Tuan ... paling tidak selagi Anda masih berada di RS Tirta Husada ini,” tegasnya.

_____

Untuk kesekian kalinya, aku merasakan tubuhku ini seringan kapas, kedua telapak kakiku berjalan setengah melayang di atas lantai ruangan tempatku dirawat. Kubiarkan angin malam membawaku kemana ia berhembus. Dari pintu ke pintu lain, jendela satu ke jendela lain dan tembok satu ke tembok lain, bukanlah menjadi penghalang kemana aku pergi. Hingga akhirnya aku tiba di sebuah ruangan dimana aku melihat seorang wanita duduk di sudut ruangan tersebut sementara di hadapannya berdiri 6 orang perawat wanita dan seorang dokter botak, tatapan mata mereka liar dan kejam. Seringai mengerikan bak kumpulan serigala lapar terlukis di wajahnya.

Wanita yang duduk bersimpuh di sudut ruangan menangis tersedu-sedu, “Maafkan saya, dok... saya janji akan menutup mulut saya rapat-rapat atas kejadian itu,” pintanya di sela-sela tangis. Pria berkepala botak itu tersenyum, “Aku percaya, kau bukanlah seorang perawat bodoh. Aku percaya akan setiap ucapanmu. Akan tetapi, rahasia harus tetap dijaga,” katanya sambil melirik ke arah salah seorang perawat yang membawa pisau bedah. Wanita itu tampak pucat pasi manakala perawat itu menghampirinya sambil tersenyum dingin, “Jangan dokter, jangan lakukan ini....” serunya dengan suara gemetar. Tak lama kemudian, tak terdengar lagi suaranya.

Detik berikut, aku melihat 6 orang wanita itu berjalan sambil mendorong sebuah meja yang cukup lebar dan panjang dan tubuh wanita yang menangis tadi terbaring di atasnya, mereka menuju ke sebuah ruangan lain, pada pintu ruangan tersebut tertera tulisan “KAMAR OPERASI”

Meja itu berhenti tepat di tengah ruangan, lampu-lampu dinyalakan dan dihadapkan pada tubuh yang tergolek tak berdaya di atasnya. Sesaat tubuh itu bergerak-gerak, pertama kali yang dilihat adalah salah seorang perawat menaruh pisau bedah tepat di lidahnya. Wanita itu meronta-ronta hendak melepaskan diri tetapi, tangan dan kakinya diikat kencang, sekuat apapun ia meronta, justru semakin kuat ikatannya dan ia merasakan sakit yang amat sangat dan darah memercik keluar, semuanya itu berasal dari lidahnya yang telah dipotong.

Aku bisa merasakan kesakitannya saat ia membelalakkan mata bersamaan dengan percikan darah dari lidah dan kakinya yang membasahi seluruh pakaiannya. Lidah dan sepasang kakinya sudah dipotong. Setelah itu ia melihat para perawat yang jumlahnya 6 orang itu merobek-robek pakaian dan mengeluarkan : Paru-paru, jantung, hati, ginjal dari dalam tubuhnya itu. Adegan sadis dan mengerikan itu membuatku harus membuang muka jauh-jauh. Tapi, pandanganku tertuju pada sebuah bayangan ... bayangan wanita yang merangkak sambil menyeret sepasang kakinya yang buntung. Gerakannya terpatah-patah, suara gemerantak tulang patah, menggelitik telingaku dan sebuah wajah mengerikan muncul tepat di depan hidungku. Teriakanku seakan menggema di seluruh ruangan masuk melalui celah-celah dinding, lubang ventilasi udara, lalu berakhir di salah satu ruangan dimana aku terbaring.

Aku melompat kaget, keringat dingin mengucur deras dan membasahi sekujur tubuhku. Lagi-lagi MIMPI BURUK. Tapi, telingaku samar-samar masih mendengar teriakan, dan memang, ada suara teriakan yang berasal dari salah satu ruangan yang letaknya tak jauh dari kamarku.

Perlahan-lahan aku menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhku, aku beranjak turun dan berjalan menghampiri pintu. Kuputar gagang pintu, daun pintu terbuka perlahan dan aku melihat beberapa perawat berjalan terburu-buru. Rasa penasaran membawa kaki-kaki ini berjalan menyusuri lorong dan mengikuti perawat-perawat itu dari belakang. Langkah-langkah kaki mereka berhenti di ruang istirahat khusus untuk petugas, mereka menutup mulut dengan tangan kanannya sementara sepasang matanya menunjukkan rasa terkejut, ngeri bercampur iba.

Saat aku hendak bertanya, seorang satpam datang menghampiriku, ia menepuk bahuku sambil berkata, “Maaf, pak... Bagi orang yang tak berkepentingan dilarang memasuki area ini. Mari saya antarkan Anda ke kamar Anda,” tak ada yang bisa kukatakan selain menurutinya. Dalam perjalanan menuju kamarku, aku bertanya, “Sebenarnya, apa yang sudah terjadi, pak ?” Pria itu tersenyum, “Ada kecelakaan dan kami akan segera membereskannya. Maaf sudah membuat istirahat Anda terganggu,”

“Sudah malam, pak ... jangan lupa kunci pintu kamar Anda untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan,” katanya begitu kami sampai di kamarku. Aku mengangguk, sebelum menutup pintu, aku sempat melihat sebuah bayangan hitam merayap di lantai untuk kemudian naik ke dinding dan menghilang di langit-langit ruangan. Kejadian itu membuatku tetap terjaga hingga saat bunyi lonceng jam dinding berdentang 2 kali. Waktu sudah menunjukkan tepat jam 02:00 dini hari. Biasanya jam-jam seperti ini, Suster Michelle masih berada disisiku, menjaga dan terkadang bercerita apapun hingga fajar tiba.

_____

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

nice story missss

2022-10-27

0

lihat semua
Episodes
1 P R A K A T A :
2 Bab I - Kosmetik ( Si Pembawa Pesan )
3 Bab II - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Pertama
4 Bab III - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Kedua
5 Bab IV - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Pertama
6 Bab V - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Kedua
7 Bab VI - Kosmetik 4 ( Si Pelukis )
8 Bab VII - Suster Michelle - Babak Pertama
9 Bab VIII - Suster Michelle - Babak Kedua
10 Bab IX - Aku [ masih ] Hidup - Babak Pertama
11 Bab X - Aku [ masih ] Hidup - Babak Kedua
12 Bab XI - Patung - Babak Pertama
13 Bab XII - P a t u n g - Babak Kedua
14 Bab XIII - A N G E L I C A - Babak Pertama
15 Bab XIV - A N G E L I C A - Babak Kedua
16 Bab XV - Dia Adalah Kekasihku
17 Bab XVI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Pertama
18 Bab XVII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedua
19 Bab XVIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketiga
20 Bab XIX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keempat
21 Bab XX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kelima
22 Bab XXI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keenam
23 Bab XXII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketujuh
24 Bab XXIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedelapan
25 Bab XXIV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesembilan
26 Bab XXV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesepuluh
27 Bab XXVI - K u r i r ( babak pertama )
28 Bab XXVII - K u r i r ( babak kedua )
29 Bab XXVIII - K u r i r ( babak ketiga )
30 Bab XXIX : K u r i r ( babak keempat )
31 Bab XXX : K u r i r ( babak kelima )
32 Bab XXXI : K u r i r ( babak keenam )
33 Bab XXXII : K u r i r ( babak ketujuh )
34 Bab XXVI : Tiga Kisah Hantu Sekolah ( Malam Pertama )
35 Bab XXVII : Empat Kisah Hantu Sekolah ( Malam Kedua )
36 Bab XXVIII : Malam Terakhir
37 Bab XXIX - R i t u a l ( Babak Pendahuluan )
38 Bab XXX - R i t u a l #1 ( Babak pertama )
39 Bab XXXI - R i t u a l #2 ( babak kedua )
40 Bab XXXII - R i t u a l #3 ( babak ketiga )
41 Bab XXXIII - R i t u a l #4 ( babak keempat )
42 Bab XXXIV - R i t u a l #5 ( babak kelima ) [ Tamat ]
43 Bab XXXVI - R I T U A L #6 ( Alternatif Ending )
44 [ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kedelapan )
45 [ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kesembilan - End )
Episodes

Updated 45 Episodes

1
P R A K A T A :
2
Bab I - Kosmetik ( Si Pembawa Pesan )
3
Bab II - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Pertama
4
Bab III - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Kedua
5
Bab IV - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Pertama
6
Bab V - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Kedua
7
Bab VI - Kosmetik 4 ( Si Pelukis )
8
Bab VII - Suster Michelle - Babak Pertama
9
Bab VIII - Suster Michelle - Babak Kedua
10
Bab IX - Aku [ masih ] Hidup - Babak Pertama
11
Bab X - Aku [ masih ] Hidup - Babak Kedua
12
Bab XI - Patung - Babak Pertama
13
Bab XII - P a t u n g - Babak Kedua
14
Bab XIII - A N G E L I C A - Babak Pertama
15
Bab XIV - A N G E L I C A - Babak Kedua
16
Bab XV - Dia Adalah Kekasihku
17
Bab XVI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Pertama
18
Bab XVII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedua
19
Bab XVIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketiga
20
Bab XIX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keempat
21
Bab XX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kelima
22
Bab XXI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keenam
23
Bab XXII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketujuh
24
Bab XXIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedelapan
25
Bab XXIV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesembilan
26
Bab XXV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesepuluh
27
Bab XXVI - K u r i r ( babak pertama )
28
Bab XXVII - K u r i r ( babak kedua )
29
Bab XXVIII - K u r i r ( babak ketiga )
30
Bab XXIX : K u r i r ( babak keempat )
31
Bab XXX : K u r i r ( babak kelima )
32
Bab XXXI : K u r i r ( babak keenam )
33
Bab XXXII : K u r i r ( babak ketujuh )
34
Bab XXVI : Tiga Kisah Hantu Sekolah ( Malam Pertama )
35
Bab XXVII : Empat Kisah Hantu Sekolah ( Malam Kedua )
36
Bab XXVIII : Malam Terakhir
37
Bab XXIX - R i t u a l ( Babak Pendahuluan )
38
Bab XXX - R i t u a l #1 ( Babak pertama )
39
Bab XXXI - R i t u a l #2 ( babak kedua )
40
Bab XXXII - R i t u a l #3 ( babak ketiga )
41
Bab XXXIII - R i t u a l #4 ( babak keempat )
42
Bab XXXIV - R i t u a l #5 ( babak kelima ) [ Tamat ]
43
Bab XXXVI - R I T U A L #6 ( Alternatif Ending )
44
[ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kedelapan )
45
[ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kesembilan - End )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!