Bab VI - Kosmetik 4 ( Si Pelukis )

Angeline, itulah namaku. Melukis adalah salah satu kesukaanku. Sebagai siswa teladan SMP Negeri I Malang ber-IQ tinggi,  selalu menjadi pusat perhatian para dewan guru dan teman-teman, khususnya kaum Adam, sehingga tak heran banyak yang mendekatiku. Namun jangan salah, mereka

TIDAK ADA YANG BENAR-BENAR TULUS.

Aku adalah seorang gadis pemberontak, yang sepanjang hari harus berurusan dengan buku-buku nyaris setebal 10 cm.

Jenuh karenanya, belum lagi tugas-tugas dari guru yang dijatah harus selesai 1 sampai 2 hari, paling telat 3 hari.

Selain itu, aku harus menjaga adikku yang baru berusia 3 tahun, sementara orang tua sibuk dengan bisnis masing-masing di luar kota. Jarang sekali berkomunikasi. Karena itulah, segala rasa jenuh ini kutuangkan dengan mencorat-coret kertas atau buku kosong.

Mungkin dari sekian banyak teman yang mengaku teman atau sahabat karibku, Thalia-lah yang boleh dibilang peduli. Yah, di SMP Negeri I Malang, kami bertemu. Dimana-mana kami selalu bersama-sama, bagaikan saudara kandung yang nasibnya sama denganku. Tapi, masih boleh dibilang baik.

Dari sekian banyak teman, sebagian besar tidak menyukai Thalia. Entah mengapa? ADAKALANYA AKU INGIN MENYENDIRI ! Dan kehadirannya, membuatku terkadang merasa tidak nyaman. Itulah yang sering dinasihatkan oleh Guru spiritualku, PAK FERREIRRA. Thalia adalah sahabatku sekaligus rival terberatku, mungkin yang terhebat di antara rival-rivalku yang lain. Dari sekian banyak orang yang pernah melihat lukisanku, Thalia-lah yang berani mengkritiknya.

_____

Malam itu, ayah-ibuku baru pulang dari Italy. Sebulan lebih mereka meninggalkanku berdua dengan adikku dan hanya ditemani Mbak Marni, pembantu rumah tanggaku. Dalam sebulan ini, mereka jarang sekali meneleponku dan hanya mengirimkan sejumlah uang untuk keperluan sehari-hari. Yah, ternyata, mereka masih ingat hari ultahku. Aku bersyukur dan berterima kasih untuk itu, tapi, sebenarnya perhatian dan kasih sayang merekalah yang kubutuhkan.

“Happy Birthday, Angeline ...” ibuku memeluk dan menciumku sementara Ayah hanya tersenyum sambil mengecup keningku. Memang, Ayah tak banyak bicara semenjak, nenekku meninggal, beliau hanya bicara seperlunya saja. Tapi, walau demikian aku tahu beliau sangat mengasihi dan menyayangiku hanya saja sara untuk menunjukkan kasih sayangnya berbeda dari orang lain.

“Angeline ... maaf, harusnya ibu pulang kemarin sore. Tapi, ada kesalahan tehnis dari pihak penerbangan. Maaf, ya...” ujar Ibu sambil mengelus-elus kepalaku. Aku hanya memandanginya sementara mulutku terkunci rapat, sebab, ibu sudah bicara lagi, “Oh, ya ... ini ada oleh-oleh untukmu, mudah-mudahan kamu suka. Ini adalah barang istimewa, dan sangat laku keras di pasar internasional,” ibu mengeluarkan sebuah tas berukuran sedang, tangannya merogoh ke dalam sesaat setelah itu mengeluarkan satu kotak berukiran indah. “Apa ini, bu ?” tanyaku sementara tanganku menimang-nimang kotak itu.

“Mari sini, ibu perlihatkan,” ujarnya, aku memberikan kotak itu lalu dengan hati-hati membuka kotak itu, “Ini namanya, kosmetik. Angeline tahu, kan apa itu kosmetik ?”

Aku menganggukkan kepala, “Tapi, Angeline masih berusia 14 tahun, bu ? Apa boleh memakai kosmetik ?” tanyaku.

Ibu tersenyum, “Tentu saja boleh... tapi, tak boleh dipakai saat ke sekolah. Itu aturannya,”

‘Kosmetik’. Sebuah kata yang kubenci, karena tak tahu bagaimana menggunakannya.

Aku berusaha untuk tidak menyinggung perasaan ibu dengan mengatakan “TERIMA KASIH”, dan aku tak perlu memakainya.

Yang kuinginkan sebenarnya adalah coklat buatan Italy atau yang lain bukan barang macam kosmetik. Tapi, biarlah, mungkin cocok untuk jadi pewarna semua lukisanku.

Dugaanku benar, kosmetik itu cocok sebagai pewarna lukisan-lukisanku, aku hanya memakai salah satu dari kosmetik pemberian ibu.

Diantara banyaknya warna, ragam dan jenis, aku lebih menyukai bedak. Bedak itulah yang kadang-kadang kupakai sebagai penghilang kusam di wajah sementara yang lain kugunakan sebagai pelengkap cat air. Bukannya tak menghargai pemberian ibu, tapi,  merasa janggal saja memakainya.

TANPA KOSMETIK PUN WAJAHKU SUDAH CANTIK.

_____

Wanita itu duduk membelakangiku di tepi pembaringan. Rambutnya hitam panjang dan berombak. Aku merasakan udara di sekitarku dingin, “Siapa kau ? Sepertinya, Angeline tidak pernah bertemu denganmu ?” tanyaku. Tak ada jawaban, mendadak saja suhu di ruang kamarku berubah-ubah.

Sekali lagi aku bertanya, tapi, hanya terdengar isak tangis dan bahu wanita itu terguncang-guncang. DIA MENANGIS.

“Mengapa kau menangis ? Kau masuk darimana, padahal pintu kamarku sudah kukunci,” desakku sambil mencengkeram bahu kiri wanita itu, tapi, aku terkejut manakala jari-jemariku seperti menyentuh benda lunak mirip agar-agar. Aroma busuk segera saja menusuk ke dalam hidungku. Aku lebih jijik lagi melihat ulat belatung, cacing dan hewan-hewan melata merayapi tanganku. Aku melompat bangun dan berlari ke arah kamar mandi hendak membersihkan tanganku. Tapi, serangga menjijikkan itu lenyap entah kemana.

Begitu keluar dari kamar mandi, wanita itu menghilang entah kemana. Tak ada seorangpun disana. Mendadak saja tercium bau busuk, bau bangkai. Perutku serasa diaduk-aduk. Dan...

"Hoekh..."

Aku muntah-muntah, mataku terbelalak lebar manakala yang kumuntahkan adalah kecoa. Begitu keluar dari mulutku, mereka berlarian kesana-kemari memenuhi lantai ruang kamarku. Selain itu, serangga-serangga menjijikkan dan berbau busuk juga keluar dari dalam skeetch book-ku dan beberapa diantaranya sudah merayap di tangan. Teriakanku membahana membuat seisi rumah terbangun. Jijik, ngeri dan takut.

“Angeline,  ada apa kau berteriak-teriak seperti orang gila ? Tahukah kau jam berapa ini ?” terdengar seruan ibu dari arah luar ruang tidurku.

“Angeline, buka pintunya,” seru ayah.

Aku berlari membuka pintu kamar, Ayah dan ibuku segera menerobos masuk dan mata mereka menyapu ke setiap sudut kamar.

“Angeline, sayang... ada apa ? Bisa kau ceritakan pada kami,” ujar ibu.

“Tidak ada apa-apa, bu... ada kecoa merayap di lantai kamar, tapi, sekarang sudah keluar,” kataku sambil menunjuk ke lantai, tapi, kecoa-kecoa itu seperti lenyap tanpa bekas.

“Kau sudah 14 tahun, sayang ... bayangkan kalau tingkah lakumu itu ditiru adikmu,” kata ibu, “Sudah, hanya seekor kecoa, semprot dengan pestisida, beres. Kembalilah tidur... lihat sudah jam 24:00 WIB. Bukannya besok kau harus pergi sekolah ?”

Aku mengangguk sambil memandangi punggung ayah dan ibu yang sudah memasuki kamar. Bisakah aku tidur nyenyak setelah kejadian tadi ?

Siapa wanita itu ? Apakah itu mimpi? Kalaupun mimpi, mengapa serasa nyata?

Semakin keras aku berpikir, tak ada titik terang, aku gelisah. Ayah dan ibu belum tentu mempercayai kata-kataku.

Besok aku akan menemui Pak Ferreirra, bagiku dia satu-satunya orang yang bisa mempercayai ceritaku.

_____

Pak Ferreirra duduk di ruang kerjanya, Perpustakaan. Yah, sejak kelas VII, aku sering sekali datang ke perpustakaan sekolah. Tapi, setelah naik kelas VIII, aku jarang kesana. Entahlah, sudah 2 tahun mengenalnya, tapi, sampai sekarang tak bisa menebak jalan pikiran beliau.

Lewat beliau aku memperoleh pengetahuan tentang ... DUNIA MISTIS / DUNIA GAIB / DUNIA ROH / ALAM LAIN atau apapun itu istilahnya. Di sekolah ini Pak Ferreirra dan Guru Bahasa Inggris, Pak Adi yang paham tentang dunia lain. Tapi, setelah Pak Adi pindah, Pak Ferreirra-lah yang kuajak bicara.

“Hmm... Angeline, bagaimana kabarmu, nak ?” sambut Pak Ferreirra sementara sepasang matanya menatap tajam ke arahku. Aku berusaha menenangkan diri, setiap kali bertemu dengannya jadi salah tingkah, “Baik-baik saja, pak... Angeline ingin membicarakan sesuatu pada bapak,”

Pak Ferreirra tak berkata apa-apa, beliau hanya terus memandangku. Beberapa saat kemudian, “Ada sesuatu yang jahat mengikutimu di sekolah ini,”

Perkataannya ini membuatku terkejut, “Lho, bapak kok tahu ?”

“Cekungan hitam di bawah matamu, kau kesulitan tidur semalam dan bukan hanya semalam, tapi, di malam-malam sebelumnya, tidak bisa tidur nyenyak. Tapi, beruntung nilai pelajaranmu tidak melorot drastis,”

Aku segera duduk di hadapan Pak Ferreirra, sementara beliau terus bercerita. “Angeline suka melukis. Bagi saya lukisan itu bagus dan terus terang jarang ada anak-anak seusiamu bisa melukis dengan bagus seperti itu. Tapi, sayang tak ada yang mengakuinya. Semula lukisan itu tidak bermasalah, tapi, gara-gara kosmetik yang diberikan oleh ibumu dan kaububuhkan di setiap lukisan itu. Disitulah kehidupan Angeline mulai terganggu,”

“Bagaimana cara menghilangkannya, pak ?” tanyaku. Pak Ferreirra menghela nafas panjang, “Sulit. Kosmetik itu sudah beredar luas di pasar internasional, tentunya takkan mudah untuk memusnahkannya begitu saja. Hantu-hantu itu akan terus ada di ruang kamarmu selama lukisan-lukisan yang terbuat dari kosmetik itu ada,”

“Haruskah dimusnahkan, pak ?”

“Tidak perlu. Salah satu caranya adalah berikan lukisan itu pada kolektor barang antik. Kosmetik itupun tak bisa dimusnahkan begitu saja, barang itu bagaikan rumput liar. Dicabut satu yang lain tumbuh. Kebetulan saya mengenal salah satu dari kolektor barang antik. Tapi, begitu kau memakai salah satu kosmetik itu, selamanya cairan dari mayat busuk yang menjadi bahan utama pembuat kosmetik itu, akan menyatu di dalam tubuhmu. Dan, bagi saya itu adalah anugerah .... ANGELINE SELAMANYA AKAN MELIHAT APA YANG TIDAK BISA DILIHAT OLEH MANUSIA BIASA,”

Aku tertegun. Entah aku harus bersyukur atau apa, yang jelas jika aku kelak bisa melihat makhluk-makhluk mengerikan seperti kemarin malam dan malam-malam sebelumnya, hidupku akan berubah drastis. Baru saja aku hendak membuka mulutku, Pak Ferreirra sudah bicara lagi,”Oh, ya... Bapak dengar, akhir-akhir ini Angeline bertengkar dengan Thalia, ya ? Bapak sudah memperingatkan bahwa Angeline dan Thalia adalah sahabat dekat, seolah kalian adalah satu badan. Tapi, Kalian berdua adalah rival terberat sepanjang jalan kehidupan kalian. Kalau satu dipisah yang lain juga ikut merasakan, mungkin kosmetik itu adalah cara terbaik untuk membuat kalian berpisah. Angeline harus berhati-hati dalam menggunakan kemampuan tersebut. Jika diarahkan ke hal yang positif, akan menghasilkan hal positif pula. Demikian pula sebaliknya,”

Penjelasan Pak Ferreirra membuatku melonjak kegirangan. Yah, semenjak naik ke kelas VIII, aku ingin sekali berpisah dengan Thalia, tapi tak tahu caranya.  Aura negatif dari Thalia benar-benar sangat menyiksaku. Aku masih ingat sewaktu kami masih gadis-gadis polos yang baru duduk di bangku kelas VII. Pak Ferreirra bercerita tentang asal-usul sekolah SMP Negeri I Malang yang penuh dengan kisah-kisah mistis dan kami ingin sekali melihat apa yang disebut hantu sehingga entah bagaimana caranya tiba-tiba Pak Ferreirra bisa merubah Thalia menjadi seorang indigo. “Angeline ... sebenarnya, kaupun memiliki kemampuan istimewa, tapi, tak tahu bagaimana mendalaminya. Jangan Khawatir Bapak akan membantumu, tapi, Angeline harus bersabar, ya....” itulah kata-kata yang kuingat.

Terkadang aku juga terlalu sensitif, bisa merasakan sesuatu yang ganjil dari perubahan udara, pernah saat itu aku ditinggal pergi oleh Ayah-Ibu dan malam hari aku mendengar pintu kamarku diketuk-ketuk seseorang, tapi, saat dibuka tak ada siapa-siapa, tahu-tahu tubuh adikku yang saat itu baru berusia 5 bulan melayang di udara, dan saat kufokuskan pandangan mata ini, aku bisa melihat garis-garis halus dan tipis menyerupai bayangan wanita bergaun putih menimang-nimang adikku. Sejak saat itulah aku menyadari bahwa aku memiliki apa yang disebut indera keenam. Pak Ferreirra mengatakan bakat alamiku akan muncul saat usiaku menginjak 12-17 tahun dan bakat Thalia akan menghilang jika ia terlalu menuruti hawa nafsu.

“Apa yang harus Angeline lakukan sekarang, pak ?” tanyaku. Mendadak saja air muka Pak Ferreirra berubah, “Kau benar-benar membenci Thalia, ya ? Beranikah Angeline mengambil keputusan dan mungkin itu bisa membahayakan nyawa kalian berdua ?” tanyanya.

Aku tertegun. Masa-masa dimana aku berselisih paham dengan Thalia, semua ingatan itu muncul satu persatu bagaikan adegan film yang diputar berulang-ulang dan kebencianku pada Thalia makin memuncak.

“Mungkin Pak Ferreirra bisa memberikan jalan yang paling baik untuk saya ?” aku meminta saran pada Pak Ferreirra yang selama ini disebut guru yang paling bijaksana diantara guru-guru lain.

“Teruslah melukis dan teruslah berkarya bagi sesama anakku... sebab, sekalipun banyak orang yang mencemoohmu, tidak sedikit pula yang mendukung setiap langkah-langkah yang Angeline ambil demi kemajuan sekolah ini. Dan jangan lupa dengan tugasmu sebagai seorang pelajar. Ujian semakin dekat, bapak tak ingin nilai-nilaimu merosot tajam gara-gara urusan spele. Tak ada salahnya jika Angeline mendengarkan pendapat dan saran dari Thalia.... cermati jika saran itu adalah saran yang membangun, gunakan. Tapi, kalau saran itu bisa merugikan kepentingan sekolah ... buang. Tak masalah kalian bersilang pendapat, hanya di sekolah. Tapi, di luar sekolah... jadilah diri sendiri, jangan sampai Angeline dikendalikan oleh Thalia sekalipun ia adalah keturunan darah biru. TAPI, ANGELINE TETAPLAH ANGELINE, THALIA TETAPLAH THALIA ! Dan, makhluk-makhluk yang keluar dari lukisan itu ... bisa membantu Angeline saat dibutuhkan. Manfaatkan itu dengan benar dan jangan sampai Angeline ikuti kemauannya. Bapak dari sini selalu mendukung Angeline,”

_____

Aku mengguratkan pensilku ke sebuah ke dalam buku gambar yang baru saja kubeli, setelah berbentuk sketsa, kuwarnai dengan kosmetik. Dalam waktu yang tak lama sebuah lukisan sebuah tanah lapang yang luas, beberapa orang mengenakan topi tudung mencangkul dan yang lain menanam padi.

Gunung dan perbukitan yang menjadi latar belakang tanah lapang yang luas itu tampak sebagian badannya ditimpa sinar mentari yang muncul dari di langit sebelah Timur. Sebuah lukisan yang indah dan tampak hidup. Jari-jemari tanganku terus bergerak mengikuti kemana imajinasiku melayang. Begitu lukisan itu selesai, kubuka jendela kamarku dan aku terpana, apa yang kulukis barusan, juga tampak disana.

Letak pegunungan dan perbukitan, letak orang-orang yang bekerja di pematang sawah, juga letak tanaman-tanaman, semuanya sama dengan apa yang kulukis. Ini adalah hal yang baru bagiku.

Sepasang mataku menatap ke arah lukisan lalu bergerak ke arah pemandangan yang terbentang di luar jendelaku, “Hmm, kalau begitu ... mungkinkah apa yang kulukis dalam buku gambarku, bisa menjadi kenyataan ?” Kubuka halaman lain lalu aku kembali melukis tentang hal lain, kali ini aku menggambar rumahku berikut perabotan-perabotan yang ada, kubuat perabotan-perabotan itu sedikit dirubah letak atau tempatnya. Cangkir kesayangan Ayah, biasanya terletak di dapur kupindah ke ruang tengah. Pada saat itulah aku mendengar ayah memanggil-manggil ibuku, “Dik Lis... adik tahu dimana cangkir kesayangan saya ?”

Detik berikut ibu menyahut, “Hei, bukankah kau letakkan di ruang tengah ? Kemarin kau lupa mengembalikannya ke dapur,”

“Yah, apa yang kulukis ... menjadi kenyataan. Entah kebetulan, entah memang benar-benar ada hal yang aneh sedang terjadi di rumah ini,” kataku dalam hati, “Kalau begitu, dengan melukis ... aku bisa mendapatkan semua yang kuinginkan,” aku tersenyum dan saat itu terlintas di benakku untuk memberi pelajaran pada Thalia. Berpikir demikian, aku segera melukis wajah Thalia yang sedang berhias di depan cermin. Kutorehkan lipstik pada bibirnya secara asal-asalan, aku ingin tahu bagaimana reaksinya setelah itu.

Malam tiba dengan segala yang dimiliki oleh alam, jauh dari rumah Angeline, cahaya sang dewi malam menyapu sebuah bangunan mewah bergaya Belanda. Kabut-kabut tipis yang turun dari lereng-lereng pegunungan Arjuna, terbang melayang-layang terbawa hembusan angin dingin.

Kabut-kabut tipis itu menerobos masuk melalui lubang udara dan berhenti di sebuah ruangan dimana lampu pijar masih menyala dengan terang. Thalia duduk menatap bayangan dirinya yang terpantul pada cermin meja rias berukiran indah. Lipstick yang dipegang jari-jemarinya bergerak perlahan, Thalia tampak cantik dengan pemerah bibir tersebut, tapi, ia tidak menyadari bahwa ada sebuah tangan lain menggerakkan pemerah bibir itu berulang-ulang.

Saat Thalia hendak menghentikan kegiatannya memoles bibir, ia terkejut karena tak mampu mengendalikan tangannya. Tangannya terus bergerak ... bergerak hingga ujung pemerah bibir itu patah, sementara, tangannya masih terus bergerak, “HENTIKAN !!!” teriaknya histeris. Bersamaan dengan itu telinganya mendengar suara tawa cekikikan, “Siapa itu ?!” tanya Thalia. Tak ada jawaban malah tawa itu makin menjadi-jadi.

Sepasang mata Thalia menyipit dan sekilas dapat melihat sesosok bayangan tipis berwarna putih berkelebat dan hilang di langit-langit ruang kamarnya.

Thalia segera menghampiri, sepasang matanya bergerak menyapu ke setiap sudut ruangan. Suara tawa masih terdengar tapi si pemilik suara tidak nampak, “Dengar,” ujar Thalia seorang diri, “Aku bukanlah seorang wanita berjiwa pengecut. Kau kira aku tak bisa melihat sosok jelekmu itu, kau kira aku tak bisa melihat arwah-arwah penasaran sepertimu. Sekarang tunjukkan wujudmu, aku ingin melihat siapa yang berani iseng dengan THALIA RAJAPATMI Puteri Raden Mas Tirto Atmadja, salah seorang keturunan bangsawan yang disegani pada masa-masa kejayaan Kerajaan Pajajaran. Keluarga kami disegani berbagai kalangan termasuk dari kalangan JIN sepertimu. Tunjukkan wujudmu, sekarang juga !!”

Sementara di tempat lain, sebuah ujung pensil dan pemerah bibir bergerak cepat menggurat-gurat sebuah kertas kosong. Pada kertas kosong tersebut dilukiskan Thalia yang ada di ruang kamarnya sendirian, tengah dikepung sosok-sosok yang berwujud aneh lagi mengerikan dan semua mata mereka tampak liar, kejam dan jahat menatap ke arah Thalia.

Thalia mendengar suara geraman, desisan, dan teriakan-teriakan aneh lagi mengerikan. Sekalipun ia tergolong anak indigo, namun, tak dapat melihat sosok-sosok yang dilukis di tempat lain itu.

Mendadak saja, wajah Thalia merah padam, tangannya memungut barang-barang yang terdapat di atas meja riasnya, saat telinganya menangkap suara aneh, barang-barang itu dilemparkan ke arah suara itu sambil marah-marah, “Makhluk-makhluk pengecut, kalau kalian tidak keluar hanya menggeram, mendesis, tertawa dan lain sebagainya, aku akan mengusir kalian dengan barang-barang ini !! PERGI !! PERGI KALIAN !! JANGAN GANGGU AKU !!!! PERGIII !!!!” begitu seterusnya.

Hingga pintu ruang kamar terbuka, seorang laki-laki tua masuk dan berteriak geram, “Bocah gila, mengapa kau berteriak-teriak malam-malam begini ?! Lihatlah, kamar yang sudah saya rapikan kau acak-acak begini ... dimanakah tata kramamu, hah ?”

Sebagai balasan dari bentakan itu sebuah gelas perunggu terbang ke arahnya dan dengan telak mengenai dahinya.

“KURANG AJAR !! Beginikah sikapku terhadap orang yang sudah merawatmu sejak kecil ... kau benar-benar tak tahu sopan santun. Apa kau sudah lupa bagaimana orang tuamu mendidikmu ?!” katanya sambil menyeka darah yang keluar dari dahinya. Tapi, itu adalah kata-kata yang terdengar terakhir kali oleh Thalia sebelum akhirnya laki-laki tua itu roboh tak sadarkan diri.

“Kakek !” panggil Thalia sambil berlari menghampiri laki-laki tua yang tersungkur di lantai, “Maafkan Thalia, kek ... saya tidak sengaja,” tak ada jawaban, hanya darah yang terus mengucur deras dari dahi sementara, mata laki-laki tua itu terpejam dan tubuhnya tak bergerak-gerak.

Jauh dari rumah Thalia, Angeline berhenti melukis, ia tersenyum ... ‘Kukira itu cukup untuk memberinya pelajaran... walau mungkin sedikit jahat, mudah-mudahan bisa mengurangi keangkuhan dan kesombongannya,’ itulah yang ada di hatinya kini.

_____

Ulang Tahun SMP Negeri I Malang sudah di depan mata ... aku sebagai ketua OSIS mempersiapkan berbagai acara dengan sungguh-sungguh agar bisa diselenggarakan dengan lancar dan baik. Salah satu acara yang menjadi puncak peringatan ulang tahun sekolah tersebut adalah jual-beli hasil karya anak-anak dan guru pendidik selama satu setengah semester.

Dalam acara jual-beli tersebut, aku memajang hampir semua lukisanku yang dulu dicemooh oleh kakak-kakak kelas juga teman-teman di gedung serba guna sekolah. Kami juga bekerja sama dengan instansi terkait untuk memeriahkan acara tersebut. Buku-buku, karya tulis anak-anak dan juga hasil pelajaran seni rupa juga dijual.

Diantara banyaknya tamu yang hadir terdapat juga Pak Yani, kolektor barang antik kenalan Pak Ferreirra. Beliau tampak antusias sekali memandang lukisan-lukisan yang tergantung di dinding ruang Multi media. Beliau menghampiriku dan berkata, “Nak, siapakan pelukis lukisan ini ? Lukisan ini tampak hidup, berbeda dengan lukisan-lukisan yang kutemui di tempat lain,”

Belum sempat aku menjawab, Pak Ferreirra muncul, “Dialah pelukisnya, bung...” Pak Yani menoleh, “Hei, Bung Fer ... lama sekali tak berjumpa, seandainya kau tak menghubungiku untuk hadir dalam acara ini, mungkin selamanya kita tidak akan bertemu,” katanya seraya tertawa dan memeluk Pak Ferreirra.

“Benarkah yang melukis semua ini, anak manis itu ?” tanya Pak Yani.

“Tentu saja. Bagaimana menurut Anda Pak Yani ?”

“Sulit memberikan penilaian. Yang kutahu ... lukisan ini istimewa, benar-benar istimewa. Berapapun harganya pasti akan kubeli sebagai penambah koleksi lukisan-lukisan di rumah,”

Aku terperanjat, sama sekali tak kusangka Pak Yani berkata seperti itu, selama ini lukisan-lukisanku selalu dicaci banyak orang, tapi, orang ini ... aku jadi kesulitan menentukan harganya. Pak Yani menoleh ke arahku, “Nak, katakan saja berapa harga lukisan ini ... saya akan memborong semuanya. Terus terang, orang berani membayar mahal untuk lukisan istimewa ini,”

_____

ENTAH, BERAPA BANYAK LUKISAN YANG TELAH KUBUAT DAN KUPAMERKAN DI GEDUNG-GEDUNG KESENIAN. TAK BISA KUHITUNG DENGAN JARI. BERAPA BANYAK PULA LUKISAN DAN PATUNG YANG JADI PENGHIAS / PAJANGAN PARA KOLEKTOR SERAKAH ITU.

TETAPI, MEREKA, ... JUGA KALIAN SENDIRI TIDAK TAHU BAHWA DI DALAMNYA TERSIMPAN JIWA-JIWA TERSESAT DAN MERANA. SEBAGIAN DARI MEREKA BERNIAT MENGULANG SEJARAH, SAAT NAFAS MENJADI PEMACU KEHIDUPAN MEREKA. NAMAKU, ANGELINE ALUNDRA SRI SUBEKTI, KUSARANKAN, JANGAN TERLALU LAMA MEMANDANG KARYA SENIKU ... SEBAB, BISA JADI JIWA KALIAN TAKKAN PERNAH KEMBALI LAGI KE DALAM RAGA KALIAN.

(  17 – NOP – 2018 )

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

hmmmm. horor pictureee

2022-10-27

0

lihat semua
Episodes
1 P R A K A T A :
2 Bab I - Kosmetik ( Si Pembawa Pesan )
3 Bab II - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Pertama
4 Bab III - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Kedua
5 Bab IV - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Pertama
6 Bab V - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Kedua
7 Bab VI - Kosmetik 4 ( Si Pelukis )
8 Bab VII - Suster Michelle - Babak Pertama
9 Bab VIII - Suster Michelle - Babak Kedua
10 Bab IX - Aku [ masih ] Hidup - Babak Pertama
11 Bab X - Aku [ masih ] Hidup - Babak Kedua
12 Bab XI - Patung - Babak Pertama
13 Bab XII - P a t u n g - Babak Kedua
14 Bab XIII - A N G E L I C A - Babak Pertama
15 Bab XIV - A N G E L I C A - Babak Kedua
16 Bab XV - Dia Adalah Kekasihku
17 Bab XVI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Pertama
18 Bab XVII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedua
19 Bab XVIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketiga
20 Bab XIX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keempat
21 Bab XX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kelima
22 Bab XXI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keenam
23 Bab XXII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketujuh
24 Bab XXIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedelapan
25 Bab XXIV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesembilan
26 Bab XXV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesepuluh
27 Bab XXVI - K u r i r ( babak pertama )
28 Bab XXVII - K u r i r ( babak kedua )
29 Bab XXVIII - K u r i r ( babak ketiga )
30 Bab XXIX : K u r i r ( babak keempat )
31 Bab XXX : K u r i r ( babak kelima )
32 Bab XXXI : K u r i r ( babak keenam )
33 Bab XXXII : K u r i r ( babak ketujuh )
34 Bab XXVI : Tiga Kisah Hantu Sekolah ( Malam Pertama )
35 Bab XXVII : Empat Kisah Hantu Sekolah ( Malam Kedua )
36 Bab XXVIII : Malam Terakhir
37 Bab XXIX - R i t u a l ( Babak Pendahuluan )
38 Bab XXX - R i t u a l #1 ( Babak pertama )
39 Bab XXXI - R i t u a l #2 ( babak kedua )
40 Bab XXXII - R i t u a l #3 ( babak ketiga )
41 Bab XXXIII - R i t u a l #4 ( babak keempat )
42 Bab XXXIV - R i t u a l #5 ( babak kelima ) [ Tamat ]
43 Bab XXXVI - R I T U A L #6 ( Alternatif Ending )
44 [ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kedelapan )
45 [ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kesembilan - End )
Episodes

Updated 45 Episodes

1
P R A K A T A :
2
Bab I - Kosmetik ( Si Pembawa Pesan )
3
Bab II - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Pertama
4
Bab III - Kosmetik 2 ( Si Penulis ) - Babak Kedua
5
Bab IV - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Pertama
6
Bab V - Kosmetik 3 ( Si Pemain Musik ) - Babak Kedua
7
Bab VI - Kosmetik 4 ( Si Pelukis )
8
Bab VII - Suster Michelle - Babak Pertama
9
Bab VIII - Suster Michelle - Babak Kedua
10
Bab IX - Aku [ masih ] Hidup - Babak Pertama
11
Bab X - Aku [ masih ] Hidup - Babak Kedua
12
Bab XI - Patung - Babak Pertama
13
Bab XII - P a t u n g - Babak Kedua
14
Bab XIII - A N G E L I C A - Babak Pertama
15
Bab XIV - A N G E L I C A - Babak Kedua
16
Bab XV - Dia Adalah Kekasihku
17
Bab XVI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Pertama
18
Bab XVII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedua
19
Bab XVIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketiga
20
Bab XIX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keempat
21
Bab XX - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kelima
22
Bab XXI - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Keenam
23
Bab XXII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Ketujuh
24
Bab XXIII - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kedelapan
25
Bab XXIV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesembilan
26
Bab XXV - ( Kutukan ) Arwah Penghuni Rumah Angker - Babak Kesepuluh
27
Bab XXVI - K u r i r ( babak pertama )
28
Bab XXVII - K u r i r ( babak kedua )
29
Bab XXVIII - K u r i r ( babak ketiga )
30
Bab XXIX : K u r i r ( babak keempat )
31
Bab XXX : K u r i r ( babak kelima )
32
Bab XXXI : K u r i r ( babak keenam )
33
Bab XXXII : K u r i r ( babak ketujuh )
34
Bab XXVI : Tiga Kisah Hantu Sekolah ( Malam Pertama )
35
Bab XXVII : Empat Kisah Hantu Sekolah ( Malam Kedua )
36
Bab XXVIII : Malam Terakhir
37
Bab XXIX - R i t u a l ( Babak Pendahuluan )
38
Bab XXX - R i t u a l #1 ( Babak pertama )
39
Bab XXXI - R i t u a l #2 ( babak kedua )
40
Bab XXXII - R i t u a l #3 ( babak ketiga )
41
Bab XXXIII - R i t u a l #4 ( babak keempat )
42
Bab XXXIV - R i t u a l #5 ( babak kelima ) [ Tamat ]
43
Bab XXXVI - R I T U A L #6 ( Alternatif Ending )
44
[ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kedelapan )
45
[ Horor ] [ Misteri ] K u r i r ( Babak Kesembilan - End )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!