"Nayla.. Nay.. bisa kita bicara sebentar." ujar seseorang memanggil namaku dari belakang.
Aku membalikkan tubuhku dan menghadap orang yang memanggilku tersebut, ternyata itu adalah Dokter David. pria yang sudah beberapa kali menyatakan perasaannya kepadaku.
Aku tersenyum melihat ke arahnya. "Ada apa ya.. Dok. Sepertinya ada hal penting yang ingin dokter sampaikan."
"Iya Nay... ada sesuatu hal penting yang ingin saya sampaikan, tapi tidak di sini... ini masalah pribadi." ucap Dokter David melirik ke arah suster Anna yang berada di sampingku.
Suster Anna yang dilirik oleh Dokter David tersenyum malu. "Saya ganggu ya Dok... ya sudah saya permisi dulu." ujar suster Anna meninggalkan aku dengan Dokter David.
Aku menundukkan pandanganku ketika aku berhadapan dengan Dokter David, aku merasa benar-benar canggung, jika berhadapan dengan lawan jenis.
Aku tahu pasti Dokter David ingin meminta jawaban tentang perasaannya padaku. Aku menarik nafas yang panjang dan menghembuskannya dengan perlahan, benar-benar melelahkan sekali, menghadapi Dokter David.Dia tidak mudah menyerah dalam meraih sesuatu hal, yang ingin di dapatkannya termasuk hatiku.
"Dokter katakan saja langsung sekarang, saya sebentar lagi ada pasien yang harus di tangani." ucap ku sambil tersenyum, karena tidak ingin mengecewakan laki-laki baik di hadapanku ini.
"Boleh kita bicarakan di taman sana Nay?" tanya Dokter David menunjuk ke arah taman.
"Boleh Dok.. silahkan." ucapku mempersilahkan Dokter David.
Aku dan Dokter David langsung menuju ke taman rumah sakit, yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. Dharmais hospital group, adalah salah satu Rumah Sakit yang paling besar di jakarta. Rumah Sakit ini merupakan salah satu milik keluarga Dokter David. Jadi Dokter David salah satu pewaris dari keluarga Dharmais.
Dokter David duduk di salah satu kursi taman, dan aku juga ikutan duduk di sampingnya, dengan menjaga jarak agar tidak terlalu berdekatan.
" Apa yang ingin Dokter sampaikan kepada saya?" tanya ku tanpa basa-basi.
Dokter David tersenyum mendengar pertanyaan ku, yang langsung too the poin.
"Segitu tidak sukanya kamu Nay...berdekatan dengan saya." Aku hanya sedikit tersenyum melihat respon Dokter David.
"Bukan begitu dok... sebentar lagi ada pasien yang harus saya tangani." ujar ku merasa tidak enak.
Dokter David menarik nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan, "Saya masih menanti jawaban darimu, Nayla.."
"Jawaban tentang apa Dok."
"Jangan pura-pura tidak tahu Nayla.. sudah jelas sekali..jawaban apa yang saya harapkan dari kamu, saya tulus mencintaimu." ucap Dokter David lirih.
" Maaf... saya tidak bisa menerima perasaan cinta Dokter.."
"Tapi kenapa... kenapa kamu tidak bisa menerima perasaanku, sudah lama sekali saya menanti belasan dari mu... Nayla, apakah ada orang lain di dalam hatimu?" tanya Dokter David.
Apa aku harus jujur, jika aku sudah menikah dengan mas Arif, agar Dokter David tidak lagi mengharapkan balasan dari perasaannya kepadaku.
" Iya bener.. Dok, saya mencintai orang lain, dan sebenarnya saya sudah menikah Dok, saya sudah mempunyai suami." ucap ku
"Kamu pasti bohong kan Nay.. kamu pasti berkata seperti itu agar aku tidak lagi mengejar mu.. ya kan?" tanya Dokter David.
"Tidak Dok.. saya benar-benar sudah menikah, tiga bulan yang lalu. saya mohon sama Dokter... agar tidak lagi mengharapkan jawaban dari saya."
"Kalau kamu sudah menikah, kenapa kami tidak mengetahui tentang pernikahan mu."
"Saya dan suami saya, tidak ingin mempublikasikan pernikahan kami. Saya harap Dokter tidak lagi menanti jawaban dari saya. Dan saya juga berharap dokter bisa membuka hati untuk wanita lain."
Ekspresi wajah Dokter David terlihat sangat kecewa sekali, ketika aku mengatakan kalau aku sudah mempunyai suami. Tetapi itulah yang terbaik, agar dia tidak lagi mengharapkan ku, dan bisa memulai lembaran barunya tanpa ada namaku di dalam hatinya.
"Saya permisi dulu Dok." ucapku tampa mendengarkan jawaban dari Dokter David. langsung saja aku meninggalkannya di taman rumah sakit ini.
Aku langkahkan kakiku menuju ruangan ku sendiri, di sana sudah ada suster Anna yang menungguku, sambil tersenyum melihat ke arahku.
"Kenapa Sus... kenapa melihat saya seperti itu, apa ada yang aneh di wajah saya?" tanyaku.
"Bagaimana Dok.. apa udah menerima perasaan Dokter David?" tanya suster Anna penasaran.
"Ada-ada aja kamu Sus... ayo sekarang siapa siapa saja pasien yang harus saya tangani hari ini." Lalu suster Anna, menjelaskan siapa- siapa saja yang harus ku tangani pada hari ini.
***
"Dok waktunya untuk istirahat, nanti jam 02.00 ada pasien lagi, yang akan memeriksa. Saya permisi dulu, udah lapar.. mau makan." ucap suster Anna sambil tersenyum meninggalkan ruangan ku.
Aku juga ikut tersenyum melihat tingkah suster yang selalu menemani kegiatan ku itu. Aku mengambil handphone di dalam tasku, dan ku buka handphone tersebut.
Aku penasaran dengan keadaan mas Arif, yang sedang bekerja apakah, dia sudah makan. ku petik beberapa pesan untuk suamiku.
( "Assalamualaikum mas... kamu sudah makan.")
Tidak berapa lama ku terima balasan dari mas Arif. ("Waalaikumsalam... ini lagi makan sama Adrian, kamu sendiri gimana udah makan belum?") tanya mas Arif
("Sekarang baru mau makan mas.") balas ku lagi.
("Makan yang banyak... biar nggak gampang sakit, kan gak lucu Dokter yang sakit.")
("Iya kamu juga makan yang banyak mas.. biar enggak sakit juga." )
("Kalau mas yang sakit gak papa, kan ada yang jagain.")
("Iya . nanti Nayla kabarin lagi ya mas... Nayla tutup ya.. Assalamualaikum imam ku.")
( "Waalaikumsalam.")
Aku tersenyum membaca pesan yang dibalas oleh mas Arif, walaupun tidak ada romantisnya, tetap saja aku sangat senang dengan perubahan sikap mas Arif.
Aku ingin ke kantin untuk mengisi perutku, karena memang aku jarang membawa bekal, aku hanya menyiapkannya untuk mas Arif saja, karena aku sudah terbiasa memakan makanan yang dijual di kantin.
Aku langkahkan kakiku keluar dari pintu ruangan. "Beb mau makan juga kan... ayo sekalian kita bareng ke kantin." ujar Marissa sambil menarik tanganku dengan buru-buru tanpa sempat aku menegurnya.
"Kenapa sih buru-buru sekali.. sakit tau nggak Mar, tanganku kamu tarik." ucapku. Marissa melirik ke arahku dengan cengengesan.
" Ya maaf beb... efek dari lapar jadi nggak sengaja." aku hanya menatap Marissa dengan sedikit melotot.
Dari arah depan ada Dokter David yang berjalan melewati kami begitu saja. apa Dokter David marah karena tahu, bahwa aku sudah menikah dan mempunyai suami. sehingga dia sama sekali tidak menyapaku seperti biasanya.
"Eh beb...kenapa dengan Dokter David... sikapnya cuek banget, biasanya kan kalau ada kamu pasti dia samperin, lah ini kok lewatin aja."
"Nggak tahulah Mar.. ayo udah lapar nih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments