*Episode 18

Maria yang memahami apa yang Johan rasakan, segera berucap.

"Ada apa, Johan? Apa kamu tidak bisa melakukan akting sebagaimana yang aku katakan?"

"Maaf, nona. Bukan aku tidak bisa. Tapi ... apa nona sudah memikir ulang semua rencana yang nona katakan barusan itu? Apa nona sudah memikirkan kalau rencana ini sangat beresiko buat aku, nona, dan juga bos beserta teman-temanku, nona?"

"Maksud kamu, Johan?"

"Nona, rencana perampokan ini bagiku adalah rencana yang sangat beresiko. Karena mereka pasti akan melibatkan polisi untuk melacak si perampok agar bisa menemukan barang-barang nona yang dirampok. Nah, jika polisi sudah mencari, maka aku, bos ku, dan semua teman-temanku pasti akan tertangkap. Nona juga pasti akan dapat masalah karena ketahuan berbohong. Soalnya, nona tidak kerampokan malam itu, nona."

Maria tersenyum mendengarkan penjelasan panjang lebar dari Johan barusan. Dia senang karena telah dipertemukan dengan orang pintar yang bisa dia ajak kerja sama dalam misi besar yang sedang jalani.

"Nona ... kenapa kamu malah tersenyum? Aku sedang bicara hal serius, nona Maria."

"Aku tahu kamu serius, Johan. Dan aku sangat senang dengan jalan pemikiran mu barusan. Ternyata, kamu sangat pintar juga teliti."

"Untuk rencana yang akan kita jalani, kamu tenang saja. Aku sudah memikirkan semuanya dengan sangat baik sebelum bergerak. Jadi, kamu tidak perlu cemas, karena semuanya sudah aku pikirkan matang-matang."

"Nona yakin?"

"Yah, tentu saja aku yakin. Bahkan, sangat yakin sekali dengan apa yang akan aku lakukan selanjutnya."

"Ya jelas, kamu hanya perlu melakukan apa yang aku katakan. Jika kamu pintar bermain peran, maka semuanya akan baik-baik saja. Bagaimana, Johan? Apa kamu siap?"

Meskipun terlihat masih sangat ragu dengan apa yang Maria katakan, tapi Johan menyetujui perkataan Maria. Dia bersedia membantu Maria memainkan peran sesuai yang Maria inginkan.

Mobil pun akhirnya sampai ke tempat yang ingin mereka tuju. Maria turun dari mobil dengan langkah pelan, lebih mirip seseorang yang baru saja mengalami pukulan besar untuk batinnya. Dia juga memperlihatkan wajah tertindas yang teramat sangat berat saat ini.

"Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya salah satu karyawan yang pertama kali Maria temui setelah dia masuk ke dalam gedung kantor tersebut.

"Maaf, mbak. Saya ingin bertemu dengan paman saya, paman Bimo. Saya ini keponakannya, Maria."

"Oh, nona Maria. Ayo, nona! Saya antar nona ketemu pak Bimo. Kebetulan, pak Bimo ada di ruangannya sekarang. Beliau baru saja kembali dari makan siang."

"Ah, syukur deh kalo kayak gini. Untung paman ada, jadi saya gak perlu nunggu lagi."

"Iya nona. Ayo!"

"Iya."

Karyawan itu terlihat sedang menatap Maria dengan tatapan penuh rasa simpati. Entah karena wajah Maria yang sedang terlihat begitu tertekan, atau memang Maria yang pandai berperan sehingga mampu menarik perhatian juga rasa simpati dari orang yang melihatnya. Atau juga karena Maria adalah keponakan Bimo yang jelas-jelas adalah pemilik asli dari perusahaan tempat mereka bekerja saat ini.

Yang jelas, karyawan itu sedang sangat merasa simpatik pada Maria.

Tak jauh berjalan, akhirnya, mereka sampai di ruangan yang bertuliskan pemimpin di depan pintu ruang tersebut. Maria dipersilahkan masuk oleh karyawan itu dengan lemah lembut.

"Terima kasih banyak, mbak. Mbak sudah mau mengantarkan saya sampai ke sini."

"Sama-sama, nona. Silahkan masuk! Pak Bimo pasti ada di dalam."

"Iya, mbak."

Maria langsung mengetuk pintu ruangan tersebut. Dua kali ketukan, terdengar suara si pemilik ruangan yang mempersilahkan Maria untuk masuk. Maria pun segera melangkah masuk dengan memasang wajah sedih yang teramat sangat.

Melihat Maria yang datang, Bimo yang awalnya sibuk dengan pekerjaan, sontak saja langsung bagun dari duduknya dan meninggalkan pekerjaan yang ada.

"Maria. Kamu .... "

Maria yang pintar berakting pun langsung menghambur ke dalam pelukan Bimo, tanpa sempat menunggu Bimo melanjutkan kata-katanya terlebih dahulu.

"Paman .... Aku ... aku sedang dapat musibah besar sekarang. Aku dirampok tadi malam paman." Maria berucap sambil terisak tangis yang terlihat begitu menyedihkan.

"Apa!" Sontak saja, mendengar kata dirampok yang Maria ucapkan, Bimo kaget bukan kepalang. Dia tarik tubuh Maria yang sedang memeluknya untuk dia lihat wajah si keponakan.

"Maria! Katakan sekali lagi padaku! Apa yang terjadi, ha?"

"Aku dirampok tadi malam, paman. Semua barang-barang ku diambil paksa oleh perampok itu. Aku tidak punya apa-apa lagi sekarang, paman. Sedangkan pak Danang, dia sekarang berada di rumah sakit akibat berkelahi dengan perampok itu."

"Ya Tuhan ... Maria. Kenapa kamu bisa sampai di rampok sih, ha? Aduh .... " Bimo terlihat sangat pusing sekarang. Wajahnya juga seperti sedang sangat gelisah saat tahu kalau Maria kehilangan semua barang yang Maria punya.

"Paman .... "

"Maria, katakan padaku! Apa semua ATM milik sepupu dan bibi mu juga habis, ha?"

"Ten--tentu saja habis, paman. Semuanya habis."

"Ya ampun, Maria. Kenapa kamu bawa semua ATM itu sih? Apa kamu ini benar-benar bodoh, hah? Keluar malam-malam, bawa semua ATM. Maria-Maria. Kenapa kamu begitu ceroboh, Maria?"

Maria semakin memasang wajah sedih saat mendengar kata-kata yang pamannya ucapkan barusan. Dia memperlihatkan wajah yang begitu terluka serta sangat kecewa.

"Paman ... kamu malah mencemaskan soal harya? Dan kamu malah mengatakan aku bodoh karena aku menghilangkan semua barang-barang berharga. Tapi kamu tidak mencemaskan keadaan aku. Kamu juga tidak sedikitpun menanyakan bagaimana aku bisa selamat dan seperti apa perjuanganku supaya bisa menyelamatkan diri dari para perampok."

"Apakah harta lebih berharga dari pada aku, paman? Kamu ... apakah kamu benar-benar pamanku, paman?"

Mendengar penuturan yang disertai air mata yang mengurai. Hati Bimo tiba-tiba ditumbuhi rasa bersalah sekarang. Dia menatap wajah Maria dengan penuh rasa penyesalan.

"Maria .... "

"Paman. Apa paman tahu? Tidak ada satu orang pun yang ingin dirinya dapat masalah. Tidak ada yang mau kehilangan semua barang berharga yang mereka miliki. Termasuk aku, Paman. Aku juga tidak ingin dirampok. Aku juga tidak ingin semua barang berharga milikku hilang, paman. Apa paman mengerti apa yang aku rasakan sekarang?"

"Maria ... maafkan, paman. Aku pamanmu yang tidak bertanggung jawab pada dirimu. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat kamu semakin kecewa juga terluka dengan kata-kata yang aku ucapkan barusan."

Bimo langsung memegang kedua bahu Maria dengan lembut.

"Sekarang, tenanglah. Biar aku yang mengurus semuanya. Kamu bisa tenangkan dirimu, kemudian, ceritakan pada pamanmu apa yang terjadi tadi malam."

Maria pun mendengarkan apa yang Bimo katakan. Dia mengikuti langkah Bimo yang mengajaknya duduk di sofa yang terdapat di ruangan tersebut.

Terpopuler

Comments

princess Halu

princess Halu

ratu drama sudah beraksi./Hey/

2024-05-04

0

Aqiyu

Aqiyu

oh..... Maria.... acting mu 👍🏻

2022-09-27

2

Hasan

Hasan

oh bukan telmi toh rupanya 😓😓

2022-08-05

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!