*Episode 12

Pak Danang yang sedang tidak sadarkan diri itupun Johan pindahkan ke dalam mobil. Tepatnya, dia duduknya di sampingnya di depan mobil tersebut. Lalu kemudian, mereka langsung meninggalkan lokasi kejadian menuju rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, pak Danang segera ditangani dokter yang sedang bertugas. Sementara Maria dan Johan menunggu kabar pak Danang di kursi tunggu.

"Nona, sebaiknya nona tunggu di dalam mobil saja. Karena di dalam mobil, nona bisa istirahat. Biar orang tua itu aku yang jaga, nona."

"Gak papa. Aku gak capek kok, Jo. Aku akan ke mobil jika aku lelah. Oh ya, jika kamu lelah, mungkin kamu bisa istirahat di mobik duluan. Nanti kita gantian."

"Aku juga gak lelah, nona. Aku di sini saja temani nona."

Maria menanggapi perkataan itu dengan senyum manis di bibirnya.

"Terserah kamu saja."

***

Sementara itu, di rumah Maria, Tiara sedang menunggu kabar dari orang suruhannya. Dia sudah tidak sabar lagi untuk melihat bukti yang dia suruh orang itu rekam saat melakukan tugas yang dia perintahkan.

"Sialan! Mana buktinya sih? Kok gak dikirim-kirim ke aku juga? Ini udah tengah malam lho." Tiara berucap sambil terus melihat layar gawai nya.

"Apa jangan-jangan, mereka masih bersenang-senang dengan Maria ya? Sangking senangnya, mereka lupa buat ngirim bukti ke aku. Ah, mungkin saja iya. Mungkin saja mereka masih bersenang-senang dengan perempuan lemah itu."

"Sebaiknya aku tunggu besok saja. Mungkin, besok baru dia kirim apa yang aku mau."

"Malam ini, bersenang-senanglah kalian sepuasnya. Nikmatilah Maria sepuas yang kalian mau. Aku tidak akan mengganggu kalian," ucap Tiara sambil tersenyum bahagia.

Tiara segera meletakkan gawai nya ke atas nakas. Lalu kemudian, dia langsung membaringkan tubuhnya ke atas ranjang. Tidak bisa menghentikan senyum yang mengembang di bibir, Tiara terus saja mengukir senyum sambil dia memejamkan matanya.

Karena dia, sangat-sangat bahagia dengan pemikiran akan keberhasilan rencana yang dia buat. Tanpa Tiara tahu, apa yang terjadi sama sekali tidak sama dengan apa yang dia harapkan. Bahkan, ada hal besar yang sedang menunggunya saat ini.

_____

Malam itu, Maria tidak pulang ke rumah. Dia memilih menginap di salah satu hotel terdekat dengan rumah sakit tempat di mana pak Danang di rawat. Sementara Johan, sopir barunya, memilih menginap di rumah sakit untuk menjaga pak Danang.

Saat pagi menjelang, Maria sudah bersiap-siap dengan rencana pembalasan yang dia susun tadi malam. Pagi ini, dia akan menarik semua uang yang ada di enam kartu ATM milik ibu dan anak sebagai pembalasan buat mereka.

Lalu, uang itu akan dia pindahkan ke kartu miliknya. Tentunya, dengan kartu baru yang mereka tidak ketahui keberadaannya.

"Huh ... kalian mau coba-coba lawan aku? Coba saja jika kalian bisa. Kita lihat, siapa yang lebih tangguh. Aku, atau kalian yang serakah ini yang akan menang."

"Tapi .... Ah, maafkan aku. Sebenarnya, aku juga tidak tega untuk melakukan pembalasan ini. Ini memang agak menyakitkan. Namun, sepertinya ini sangat setimpal lho ya. Habisnya, kalian sangat serakah. Kalian punya tiga kartu perorangan. Sedangkan aku, pemilik kekayaan yang sebenarnya malah hanya punya satu kartu ATM saja. Mana isinya tidak sebanding dengan satu kartu milik kalian lagi," ucap Maria bicara sendiri sambil melihat bank yang masih tutup.

Sementara itu, di rumah Maria, keluarga pamannya sedang sarapan bersama. Hal rutin yang mereka lakukan sebelum berangkat melakukan aktifitas masing-masing.

"Di mana Maria?" tanya Bimo sambil melihat kursi yang biasanya Maria duduki.

"Gak tahu, Pa."

"Lho, kok gak tahu sih? Gak biasanya dia gak ikut sarapan bareng kita."

"Tiara, panggilkan dia. Mungkin, dia masih belum bagun."

"Gak perlu, Mas. Maria gak ada di kamarnya. Bagaimana mau dipanggilkan?"

"Gak ada? Kok bisa gak ada? Ke mana dia pagi-pagi begini? Maria tidak pernah pergi saat pagi-pagi, apalagi jika belum sarapan bersama."

Meskipun keras terhadap keponakannya, tapi Bimo masih punya rasa sayang yang dia simpan untuk si keponakan. Dia tidak peduli, atau marah dan kurang perhatian pada si keponakan itu karena omongan dari anak dan istrinya yang selalu menanamkan benih kebencian dalam hati Bimo untuk keponakannya. Tapi pada dasarnya, dia masih sangat menyayangi keponakannya itu.

"Gak tahu, Pa. Aku lihat Maria keluar tadi malam. Lihat saja mobilnya, gak ada bukan?"

"Mana papamu melihat, Tiara. Orang papa kamu juga belum keluar dari rumah." Tantri berucap santai.

"Maria keluar dari tadi malam? Ke mana dia?"

"Ya mana kita tahu, Papa. Dia gak bilang sama kita mau ke mana. Pamit aja nggak tuh si Maria. Pergi nyelonong gitu aja tanpa berucap sepatah katapun." Tiara pula angkat bicara.

"Kenapa gak dihubungi? Tanya di mana dia saat ini."

Mendengar ucapan itu, Tiara dan Tantri bertukar pandang. Mereka merasa kesal dengan apa yang Bimo ucapkan. Tapi, tidak bisa langsung menunjukkan rasa kesal yang ada dalam hati mereka secara terang-terangan. Karena jika berani menunjukkan, itu tandanya sama dengan membuka topeng yang selama ini telah menutupi wajah mereka.

"Nomor Maria gak aktif tadi, Pa. Udah aku hubungi kok saat tahu dia gak pulang."

"Mas, kamu ini kok kelihatan cemas banget dengan keadaan keponakan manja mu itu. Dia itu bukan anak kecil lagi lho, Mas. Dia usah dewasa. Udah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Dia tahu apa yang dia lakukan."

"Ya tentu aku sangat cemas dengan keadaannya. Dia gak pulang ke rumah, gak ada kabar sama sekali. Bagaimana jika dia kenapa-napa di luar sana? Dia itu tanggung jawab aku."

"Ya terus, kita harus apa? Anaknya gak ngomong sama kita saat mau keluar rumah. Udah gitu, nomornya juga gak dia aktifkan. Palingan, dia sedang jalan-jalan atau mungkin nginap di rumah temannya. Bukankah Ratna teman baiknya itu gak ada di sini? Mungkin saja dia nyusul Ratna ke rumah orang tua Ratna. Keponakan mu itukan gak bisa jauh dari si Ratna, teman baiknya itu."

Bimo terdiam. Benaknya membenarkan apa yang istrinya katakan. Sambil terus melahap sarapan yang ada di piringnya, Bimo terlihat memasang wajah tenang tanda ada rasa curiga sedikitpun. Sedangkan anak dan istrinya kembali saling pandang dengan wajah yang sama-sama lega.

Sementara itu, penantian Maria akan menunggu bank dibuka pun kini sudah terbayar. Saat melihat bank terbuka, Maria langsung masuk ke dalam dengan cepat. Dia akan menjalankan rencananya secepat mungkin agar hatinya bisa tenang.

"Uh ... semoga rencana ini berjalan lancar tanpa ada hambatan juga halangan. Karena aku akan nyusun rencana berikutnya jika rencana ini berhasil." Maria berucap sambil terus melangkah masuk ke dalam.

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

interaksi sama Arkan kok jarang bed

2022-09-27

1

Hasan

Hasan

tunggu kejutan selanjutnya thor🤭

2022-08-03

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!