*Episode 3

Mendengar jawaban itu, Ratna mendadak menghentikan kegiatannya. Dia lirik Maria dengan penuh rasa kesal.

"Maria. Sebagai tunangan, Arkan harus bertanggung jawab penuh pada kamu, bukan? Dia harus tahu di mana kamu dan apa yang akan kamu lakukan. Jadi, cepat hubungi dia. Jadilah gadis manja yang selalu lengket pada tunangan mu. Karena sifat manja itu adalah sifat yang paling penting bagi wanita. Apalagi pada tunangannya."

'Jika aku adalah Maria, maka sudah pasti aku akan mengikuti apa yang sahabat baikku katakan. Tapi sayangnya, aku bukan Maria, Ratna. Aku Lila. Dan aku paling tahu apa tujuan kamu yang begitu kekeh menyuruh aku menghubungi Arkan. Karena saat ini, Arkan sedang ada rapat penting di kantornya. Dan kamu sudah tahu hal itu dari pesan yang Rimba kirimkan padamu. Maka dari itu, kamu minta aku menghubungi Arkan. Kamu ingin Arkan semakin membenci aku karena sifat manja yang aku miliki. Sifat manja yang kamu tanamkan dalam diri Maria sejak dia masih gadis kecil.'

Maria mengulas senyum untuk Ratna.

"Tidak perlu memberitahukan dia tentang aku yang akan pulang dari rumah sakit sekarang, Rat. Karena dia pasti punya kesibukan tersendiri, bukan? Jadi, tidak perlu mengganggunya."

"Tapi, bagaimana cara kita akan pulang sekarang?"

"Bukankah ada kamu yang selalu ada untuk aku, Ratna. Jadi, sepertinya aku tidak butuh orang lain lagi untuk menguruskan."

"Tapi .... "

"Ayo jalan, sahabat baikku. Jangan buat aku berada semakin lama di dalam rumah sakit ini. Aku sudah sembuh. Jika berlama-lama di sini mungkin akan jadi sakit lagi," ucap Maria sambil tersenyum dengan tangan yang menepuk pelan pundak Ratna.

Lalu, tanpa menunggu jawaban dari Ratna lagi, Maria langsung beranjak. meninggalkan Ratna dengan satu tas besar yang isinya adalah pakaian yang Ratna bawa ke rumah sakit. Pakaian yang sama sekali tidak ada gunanya buat Maria. Tapi malah dia bawa dengan tujuan agar Arkan tahu, kalau Maria gadis yang ribet.

"Maria! Hei ... tas ini bagaimana?"

"Ya kamu yang bawalah. Masa aku sih? Aku kan baru keluar dari rumah sakit. Gak bisa bawa barang sebanyak itu."

"Aku? Kamu yang benar saja, Maria. Tas ini sangat berat. Jadi, setidaknya, kamu bantuin aku bawakan."

"Maaf, aku tidak bisa. Lagian, siapa suruh kamu bawa barang-barang itu ke rumah sakit. Aku tidak menyuruhnya bukan? Jadi, ya kamu urus sendiri saja. Aku tunggu di mobil."

Ratna menggenggam erat tali tas yang dia pegang. Dia benar-benar kesal dengan apa yang baru saja dia terima.

"Maria bodoh sialan! Bisa-bisanya dia membiarkan aku membawa barang-barang ini sendirian. Inikan barang miliknya, kenapa aku yang harus jadi pembantu?"

"Sial! Benar-benar sial. Niatnya aku ingin mengerjai dia, tapi sekarang kenapa aku yang malah dikerjai. Si bodoh ini malah bikin aku semakin kesal saja. Awas saja kamu, akan aku buat kamu menyesal karena tidak mendengarkan apa yang aku katakan. Brengsek!"

Maria tersenyum ketika melihat Ratna yang keluar dari pintu rumah sakit sambil menyeret tas besar. Tubuh Ratna di penuhi dengan keringat di mana-mana.

"Pak Danang. Kenapa malah diam aja sih, ha? Kenapa gak bantuin aku sih, Pak? Bapak gak tahu apa? Ini tas berat banget. Cepat bantuin aku!"

Ratna berteriak kesal pada sopir yang sedari tadi hanya duduk diam di tempatnya. Mendengar teriakan itu, Maria yang duduk di belakang membukakan kaca mobil untuk melihat Ratna.

"Pak Danang sedang menemani aku, Ratna. Aku kan gak bisa kalo ditinggal sendiri di sini. Kamu masih ingat kalau aku baru keluar dari rumah sakit, kan?"

"Ya ya ya. Aku masih ingat. Apakah hanya ditinggal sebentar tidak bisa? Kamu tidak akan di makan setan kalau ditinggal pak Danang sebentar buat bantuin aku."

'Heh ... akhirnya nunjukin taring juga kamu, Ratna. Bersabarlah, ini bukan yang terakhir. Tapi, baru permulaan.'

Seketika, Maria memasang wajah sedih karena kata-kata yang Ratna ucapkan. Wajah sedih yang pura-pura saja. Itu dia lakukan agar kesan tertindas bisa dilihat oleh orang sekeliling yang sayang dengan Maria.

"Pak Danang. Apakah aku salah? Aku hanya ingin kamu temani aku karena aku baru saja keluar dari rumah sakit. Kenapa Ratna ... pak Danang."

"Nona tidak salah. Saya akan katakan sikap Ratna yang kasar pada orang tuanya nanti. Jadi, nona tenang saja."

"Apa? Jangan macam-macam kamu, pak Danang. Aku sama sekali tidak kasar."

"Ratna, kamu barusan bicara kasar. Mama papamu harus tahu apa yang sudah kamu lakukan pada nona Maria. Kamu jangan lupa kalau kamu itu ditugaskan untuk menjaga dia. Menjadi yang terbaik buat dia."

"Ya aku tahu. Tolong jangan katakan pada mama dan papa. Aku akan berusaha memperbaiki kesalahan yang telah aku buat."

"Minta maaf pada nona Maria. Jika dia mengatakan dia memaafkan kamu, maka aku tidak akan mengadukan kamu pada orang tuamu. Tapi jika tidak, aku akan tetap bicara agar kamu dihukum atas sikap kasar mu itu."

Ratna melepas napas kesal dan berat. Dia terlihat sedang sangat-sangat berusaha menahan emosi agar tidak dilihat oleh semuanya.

"Maria, maafkan aku karena sudah bicara kasar padamu barusan. Aku tidak bermaksud bicara sekasar itu sebenarnya. Tapi, karena kelelahan, maka aku terlewat batas. Jadi tolong, kamu mengerti aku."

"Ya, aku mengerti kamu. Tapi kamu malah bikin aku sangat-sangat sedih, Ratna. Kamu nyumpahin aku di makan setan. Itu sangat ... sangat buat aku terluka."

"Aku minta maaf. Jangan perpanjang lagi masalah ini. Bukankah kita teman?"

"Itu ... iya. Kita adalah teman. Aku tidak akan memperpanjang masalah ini lagi, Ratna."

Maria bersikap sok-sok polos selayaknya Maria yang telah dituliskan dalam novel ini. Tapi sayangnya, itu hanya peran sesaat saja. Karena selanjutnya, dia sudah punya cara lain untuk membalas Ratna dengan balasan yang lebih baik.

Ratna memeluk hangat Maria dengan senyum yang mengembang. Senyum palsu tentunya. Hanya sekedar akting belaka.

Mobil yang mereka tumpangi pun akhirnya sampai dikediaman Maria. Rumah besar yang dihuni oleh keluarga pamannya dengan alasan untuk menjaga Maria yang tinggal sendirian. Tapi pada kenyatannya, semua itu hanya sandiwara agar bisa dekat dengan si pemilik warisan.

Saat pintu terbuka, bibi Maria langsung memasang wajah sedih untuk menyambut kedatangan Maria. Sementara Tiara anaknya, malah diam dengan wajah kesal di atas sofa dengan ponsel di tangan.

"Huh ... sang putri manja akhirnya pulang juga. Gimana? Apa sudah baik-baik saja setelah kecelakaan yang kamu alami kemarin? Ah, kasihan sekali kak Arkan. Bisa punya tunangan yang menyedihkan seperti kamu ini. Malang sekali nasibnya. Benar-benar malang."

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

ayo Mil buat mereka bungkam dan ga bisa berkutik

2022-09-27

2

Naraa 🌻

Naraa 🌻

anak babu udh di doktrin dr kecil buat merebut warisan anak majikan 🤣🤣🙈

2022-09-06

1

Zayyan Sweet💕💞💖

Zayyan Sweet💕💞💖

semangat thor. up terus walau pembaca belum banyak yah

2022-08-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!