*Episode 4

"Huh ... sang putri manja akhirnya pulang juga. Gimana? Apa sudah baik-baik saja setelah kecelakaan yang kamu alami kemarin? Ah, kasihan sekali kak Arkan. Bisa punya tunangan yang menyedihkan seperti kamu ini. Malang sekali nasibnya. Benar-benar malang."

"Sepertinya, yang lebih malang itu aku, Tiara. Kenapa aku harus punya saudara sepupu yang tidak punya hati seperti kamu ini? Sudah numpang di rumah orang, berlagak jadi pemiliknya lagi. Udah gitu, malah gak punya hati sebagai saudara. Cek-cek-cek. Bukankah itu sungguh sangat malang?"

Mendengar ucapan itu, Tiara yang awalnya duduk santai langsung bangun. Dia kelihatannya sedang sangat-sangat tersinggung karena kata-kata yang Maria ucapkan.

"Apa maksud kamu bicara seperti itu, Maria? Kamu nggak suka kami tinggal di sini? Bukankah kami tinggal di sini juga karena kasihan padamu?" tanya Tantri yang awalnya diam saja saat mendengar ucapan dari anaknya.

"Bibi, bukan aku tidak suka kalian tinggal di rumahku. Tapi, setidaknya kalian sedikit sadar diri dan tahu batasannya. Aku ini tidak pernah menyinggung putrimu selama kalian tinggal di rumah ini, bukan? Tapi putrimu selalu membuat aku tersudutkan. Apakah itu yang kalian katakan peduli dan kasihan padaku?"

"Maria. Kamu begitu saja sudah sangat perhitungan. Kami sudah bersama kamu selama belasan tahu, apa kamu lupa?"

"Aku tidak lupa, bibi. Bahkan, aku tidak akan pernah lupa kalau kalian itu sudah menumpang hidup di rumahku selama belasan tahun."

"Maria. Lancang sekali kamu bilang kami numpang di sini selama belasan tahun. Kamu lupa? Jika bukan papaku yang memberi kamu makan, maka kamu sudah pasti mati karena kelaparan." Tiara berteriak keras karena sangat kesal dengan kata numpang hidup yang Maria ucapkan.

"Oh, benarkah apa yang kamu katakan barusan itu, Tia? Pamanku yang memberi aku makan? Oh Tuhan ... apakah itu kata-katanya tidak salah? Seingat aku, perusahaan papaku tidak akan kekurangan penghasilan untuk membiayai kehidupanku. Bahkan, makan kalian di rumah ini selama belasan tahun saja mampu perusahaan papaku sediakan."

"Maria! Akan aku katakan pada pamanmu apa yang sudah kamu katakan barusan. Tunggu saja kamu," ucap Tantri dengan nada sangat kesal.

"Silahkan katakan pada paman apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak akan keberatan."

Selesai berucap, Maria langsung berjalan meninggalkan mereka. Sementara Ratna yang sedari tadi hanya diam, kini berjalan mendekat untuk membicarakan soal Maria pada kedua ibu dan anak yang masih berdiri menahan rasa kesal dalam hati masing-masing.

"Bibi, Tiara. Kalian .... "

"Diam! Jangan bicara apapun soal gadis busuk itu. Berani-beraninya dia bilang kita di sini cuma numpang hidup. Kurang ajar sekali dia." Tiara berucap sambil menggenggam erat bantal sofa yang ada di dekatnya.

"Iya, aku benar-benar tak percaya kalau itu adalah, Maria yang lemah dan manja. Biasanya, dia sama sekali tidak berani menjawab jika kita bicara padanya. Tapi hari ini ... dia bahkan berani mengata-ngatai kita." Tantri bicara dengan nada yang sama dengan anaknya.

"Kalian baru tahu bukan bagaimana sifat aslinya dari Maria. Selama ini, dia hanya pura-pura lemah saja. Tapi pada dasarnya, sifat asli yang dia miliki itu sangat brutal. Dia bersikap lemah hanya karena dia tidak ingin terlalu tertindas saja kemarin. Tapi sekarang, dia pasti tidak akan takut lagi. Karena dia sudah menjadi tunangan orang paling kaya di kota ini."

Kedua ibu dan anak itu kompak langsung menoleh ke arah Ratna yang berada di antara mereka. Dengan tatapan kesal, keduanya menatap lekat wajah Ratna.

Merasa sedikit ngeri dengan tatapan yang seakan siap menelannya, Ratna segera berucap. "Eitc ... jangan lihat aku seperti itu. Kalian tahu? Aku tidak sedang berada di pihak Maria kok. Tapi, berada di pihak kalian. Karena sekarang, kita berada di satu kapal dengan arah dan tujuan yang sama."

Kedua ibu dan anak itu masih tidak mengerti dengan apa yang Ratna katakan. Mereka saling bertukar pandang untuk mencari tahu apa tujuan dari kata-kata yang Ratna ucapkan barusan. Karena sesungguhnya mereka tahu betul siapa Ratna selama ini.

"Apa maksud kamu, Ratna? Jangan coba-coba memancing kami. Karena kami tidak akan pernah terpancing olehmu."

"Iya. Kami tahu siapa kamu. Bukankah kamu dan Maria itu teman baik? Lalu, bagaimana bisa kamu katakan kita satu kapal dengan tujuan yang sama? Jelas-jelas kita sangat berbeda arah," ucap Tiara dengan nada ketus.

"Tiara, bibi Tantri. Kalian harus tahu, selama ini aku hanya menjalankan permintaan papa dan mamaku saja. Bukan aku yang ingin sungguh-sungguh hidup menjadi teman baik Maria. Oh tidak, aku yang menganggap dia teman baik. Sedangkan dia hanya anggap aku sebagai pembantu yang harus selalu siap untuk melayaninya saja."

"Sekarang, setelah dia bertunangan dengan Arkan, dia semakin meraja lela. Dia semakin berani dan semakin sok berkuasa. Itu semua karena dia pikir, dia adalah orang paling terhormat karena bisa bersama dengan orang penting seperti Arkan."

"Heh! Orang terhormat apanya? Dia bahkan tidak layak makan satu meja dengan kak Arkan. Apalagi hidup bersama dengan kak Arkan yang terpandang. Dia di jodohkan dengan kak Arkan hanya karena keberuntungan hidup masa lalunya saja. Tapi sayangnya, dia tidak sadar diri akan hal itu," ucap Tiara sangat-sangat kesal.

"Yang sepadan dengan kak Arkan itu aku sebenarnya. Bukan dia. Tapi sayangnya, keluarga ini begitu bodoh. Malah membiarkan dia yang menjadi tunangan kak Arkan." Lagi-lagi Tiara berteriak kesal sambil melempar bantal sofa yang ada di dekatnya.

Hal itu membuat sang mama berpindah duduk untuk menenangkan anaknya. Sementara Ratna, dia tersenyum karena merasa sudah berhasil membakar amar juga memperbesar api kecemburuan yang ada dalam hati ibu dan anak ini.

"Tiara, bibi Tantri. Sebaiknya, kita bikin saja rencana agar perjodohan ini hanya sebatas pertunangan saja. Jangan sampai membiarkan Maria menikah dan menjadi nyonya buat Arkan. Karena jika dia jadi nyonya Arkan, maka kehidupan kalian akan semakin parah. Mungkin saja kalian akan di jadikan budak oleh Maria."

"Tidak akan! Aku tidak akan membiarkan Maria jadi nyonya kak Arkan. Karena yang pantas jadi nyonya kak Arkan itu cuma aku. Hanya aku saja yang pantas."

"Tenang dulu, Tiara. Jangan terbawa emosi. Kita tidak punya rencana apa-apa buat menggagalkan perjodohan ini. Lagipula, masa kamu harus percaya apa yang Ratna katakan. Dia itu sahabat baiknya Maria. Mungkin saja ini hanya jebakan mereka. Permainan yang mereka mainkan bersama buat menjatuhkan kita."

"Bibi Tantri tidak perlu takut dengan aku, Bik. Aku tidak akan menjebak kalian. Apa untungnya aku buat jebak kalian berdua, coba?"

Terpopuler

Comments

Septi Verawati

Septi Verawati

orang2 yg tak tau d untung 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️😡😡😡

2022-10-08

4

Aqiyu

Aqiyu

udah komen

2022-09-27

1

Naraa 🌻

Naraa 🌻

kumpulan org gatau diri yg jadi benalu

2022-09-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!