*Episode 14

Mendengar ucapan itu, Tiara terdiam sesaat. Dia memikirkan sebuah rencana yang tiba-tiba melintas dalam benaknya saat kata-kata itu dia dengar.

"Baiklah, aku akan datang ke sana secepat mungkin. Tunggu aku sampai ke sana baru kamu melakukan gerakan selanjutnya. Jangan kamu apa-apakan dulu dia. Dan yang paling penting, jangan sampai dia lolos atau kabur dari sana."

"Oh ya satu lagi, jangan sampai dia tahu kalau kalian orang bayaran yang aku bayar untuk melecehkan dirinya. Jaga rahasia itu baik-baik."

"Nona bos tenang saja. Rahasia aman terkendali padaku. Jangan cemas soal rahasia yang nona bos miliki. Aman seratus persen."

"Bagus. Cepat kirimkan alamat padaku agar aku bisa pergi ke tempat itu sekarang juga."

"Siap laksanakan."

Panggilan langsung terputus. Lalu, beberapa detik kemudian, sebuah chat pun masuk dari nomor yang baru saja berbicara dengan Tiara.

"Ini dia alamatnya. Aku akan ke sana dan akan menjadi penyelamat buat Maria si manja yang bodoh. Tapi, untuk jaga-jaga, sebaiknya aku tidak membawa uang dulu. Aku juga merasa sedikit takut sih sebenarnya dengan para preman itu."

"Pergi tidak perlu dandan supaya tidak terlihat menarik. Karena yang akan aku hadapi adalah laki-laki buaya semuanya deh kayaknya. Jadi, tidak dandan biar terlihat jelek agar mereka tidak bernafsu saat melihat aku," ucap Tiara sambil melihat wajahnya di depan cermin.

"Ih, Tiara. Kamu kok pintar banget?" Tiara berucap sambil tersenyum bahagia sambil memuji dirinya sendiri.

Dia lalu beranjak meninggalkan kamarnya dengan pakaian rumahan juga tidak menggunakan bedak sedikitpun. Saat melintasi ruang tengah, dia melewati mamanya yang sedang duduk sambil melihat televisi.

Tantri terlihat kebingungan ketika melihat anaknya yang sedang menyandang tas kecil, tapi tidak berdandan sedikitpun. Bahkan, baju yang anaknya kenakan juga baju bekas pakai tadi malam.

"Tiara. Kamu ini kenapa sih? Pakai tas dalam rumah? Kamu gak sedang mimpikan? Nah tuh ... baju yang udah kamu pakai tadi malam, kenapa kamu pakai lagi? Kamu gak punya baju lain apa?"

"Perasaan, kamu punya banyak baju deh di dalam lemari mu, Tiara. Lalu, kenapa ini? Ah, jangan bikin mama pusing dong, Tiara. Kita tidak diizinkan keluar rumah hanya satu minggu, bukan satu bulan atau satu tahun. Satu minggu itu gak lama kok. Tapi ... ah, kamu udah jadi kayak gini. Satu hari saja belum."

"Mama ... udah ngocehnya?"

"Mama dengar ya, aku itu gak kenapa-napa sebenarnya. Cuma aku sedang ada kerjaan penting. Jadi, mama gak perlu pusing dengan apa yang sedang aku kenakan sekarang."

"Kerjaan penting? Apa maksud kamu?"

"Itu ... aku tidak bisa menceritakan pada mama sekarang. Tapi aku janji, aku akan cerita nanti setelah aku pulang. Yang jelas, aku harus segera keluar sekarang agar tidak terlambat."

Setelah berucap, Tiara langsung beranjak. Hal itu membuat mamanya yang duduk cantik, kini harus segera bangun sambil memasang wajah cemas dan tak percaya dengan apa yang akan anaknya lakukan saat ini.

"Hei! Kamu tidak bisa keluar, Tiara. Kita sedang dalam masa hukuman. Kamu tidak lupa soal itu bukan?"

Tiara yang sudah berada di depan pintu, kini langsung menghentikan langkah kakinya untuk melihat mamanya.

"Tentu saja aku tidak lupa, mama. Bukankah mama juga barusan sudah mengingatkan kalau kita dapat hukuman selama satu minggu? Jadi, aku sudah pasti ingatlah."

"Jika ingat, kenapa kamu malah keluar sekarang, hm? Kamu gak takut dapat hukuman tambahan dari papamu, Tiara?"

"Aku gak akan dapat hukuman jika mama menjaga rahasia dengan baik. Tolong ya, Ma. Bantu aku jaga rahasia. Jangan biarkan papa sampai tahu kalau aku keluar rumah hari ini. Aku akan pulang secepatnya. Mama jangan cemas soal aku."

"Tapi Tiara .... "

"Aku pergi sekarang, Ma. Ingat, jaga rahasia."

Tantri hanya bisa mendengus pelan saat melihat anaknya yang langsung beranjak tanpa mendengarkan apa yang dia katakan. Sementara Tiara, dia langsung masuk ke dalam taksi online yang sudah dia pesan sebelum dia bersiap-siap untuk berangkat.

Sementara itu, di sisi lain, tepatnya di kantor Arkan. Jhun sedang mengetuk pintu ruangan pribadi yang bertuliskan CEO Arkanza di depan pintu tersebut.

Dua kali ketukan, terdengarlah suara khas milik si ceo dari dalam ruangan tersebut. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Jhun segera membuka pintu itu untuk masuk. Setelah masuk, dia tutup kembali pintu itu plus langsung menguncinya.

"Ada apa, Jhun? Sepertinya, ada hal yang sangat penting sampai kamu harus mengunci pintu ruangan ini setelah masuk ke dalam," ucap Arkan sambil menutup laptop yang ada di hadapannya.

"Maafkan saya, tuan muda. Saya mengganggu waktu kerja tuan muda untuk urusan pribadi. Karena menurut saya ini sangat penting, maka saya beranikan diri mengurus urusan pribadi dengan mengabaikan urusan kerja."

"Maksud kamu apa, Jhun? Katakan dengan jelas, jangan bertele-tele. Kamu tahu aku tidak suka bertele-tele, bukan?"

Jhun tidak menjawab dengan kata-kata. Tapi, dia malah menjawab dengan anggukan saja. Lalu, dia segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku tersebut. Yang Jhun keluarkan adalah flash disk.

Dia serahkan flash disk tersebut ke tangan Arkan dengan cepat. Arkan menerima benda kecil itu dengan wajah yang masih bingung karena tidak mengerti sedikitpun dengan maksud dan tujuan dari si bawahan dengan menyerahkan benda itu tanpa berucap kata sebelumnya.

"Apa ini?" tanya Arkan sambil menatap tajam Jhun yang ada di hadapannya.

"Maafkan saya jika bicara lancang, tuan muda. Tapi sebaiknya, tuan muda langsung lihat saja apa isi dari flash disk tersebut jika tuan muda ingin tahu apa yang saya maksudkan."

"Kamu ...." Arkan memberikan tatapan tajam pada Jhun selama beberapa detik. Namun kemudian, dia mengalihkan tatapan itu.

"Ah, baiklah. Karena kamu adalah bawahan yang paling aku percaya juga paling bisa aku andalkan, maka aku akan melihat sendiri isi dari flash disk yang kamu berikan."

"Tapi, ingat satu hal, Jhun. Jika apa yang ada dalam flash disk ini tidak penting menurut aku, maka kamu akan terima sedikit konsekuensinya. Aku akan potong sedikit gaji bulanan yang kamu dapatkan. Atau ... mungkin bonus bulanan untukmu tidak akan aku keluarkan."

Jhun terdiam. Dia sangat berharap kalau Arkan tidak melakukan hal itu. Tapi menurut kata hatinya, Arkan memang tidak akan melakukan hal itu. Selain isi dari flash disk itu yang dia anggap penting. Dia juga tahu bagaimana sifat Arkan.

Arkan tidak akan bersikap tega pada bawahan rendah sepertinya. Apalagi ... dia adalah bawahan kepercayaan Arkan selama ini. Dia sudah menjadi mata-mata kepercayaan Arkan sejak beberapa tahun terakhir.

Meski dia bukan asisten pribadinya Arkan, tapi dia lebih dekat dengan Arkan. Dia lebih dipercaya oleh Arkan dari pada asisten pribadi yang Arkan miliki.

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

pasti rekaman CCTV tentang Maria yang ngalahin preman

2022-09-27

3

Ida Blado

Ida Blado

benar kata si arkan bertele tele,seperti part ini,,,bahkan aq lewatin gitu aja

2022-08-13

6

Hasan

Hasan

nah apa tuh? 🤔🤔

2022-08-05

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!