*Episode 7

Bimo mendengus kesal. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Yang dia bisa hanya mendengarkan apa yang Maria inginkan.

"Baiklah kalau begitu, katakan hukuman apa yang kamu ingin aku berikan pada mereka berdua."

"Papa." Tiara tidak setuju dengan pertanyaan yang papanya lontarkan pada Maria.

"Diam! Sudah aku katakan pada kalian tadi, jangan bicara bukan? Jadi, jangan bicara sebelum aku yang pinta. Jika kalian bersikeras dan tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan. Maka hukuman yang akan kalian dapatkan akan aku naikkan menjadi dua kali lipat. Mengerti?"

Keduanya langsung diam sambil tertunduk. Menahan hati yang sangat kesal, tapi tidak mampu berbuat apa-apa. Sementara Maria, dia tersenyum bahagia penuh dengan kemenangan.

"Katakan, Maria! Hukuman apa yang kamu ingin aku berikan pada mereka."

"Tidak perlu hukuman yang berat-berat, Paman. Aku hanya ingin paman menarik semua fasilitas yang mereka punya selama satu minggu. Dan, tidak mengizinkan mereka keluar dari rumah ini selama fasilitas mereka di tarik."

"Baiklah, kalau begitu. Akan aku lakukan apa yang kamu minta."

"Bagus. Oh ya, aku lupa. Fasilitas yang paman tarik dari mereka harus paman serahkan pada aku ya."

"Apa!" Sontak, mereka bertiga langsung berteriak kaget bukan kepalang.

"Lah ... ada apa? Bukankah hanya satu minggu saja? Lagipula, semua fasilitas yang kalian miliki itu juga datang dari perusahaan yang aku miliki bukan? Jadi, kenapa harus sebegitu kagetnya saat mendengar keputusan yang aku ucapkan barusan?"

"Apakah ... itu tidak berlebihan, Maria?" tanya Bimo dengan perasaan gugup karena menahan kesal.

"Aku rasa tidak, Paman. Karena semua yang kalian punya itu adalah milik aku juga, kan? Lagian, jika aku hitung-hitung, gaji paman di kantor itu tidak ada seberapa jika dibandingkan dengan pengeluaran anak dan istri paman selama ini."

"Maria! Lancang kamu mengungkit kinerja dan hasil dari pamanmu. Keponakan tidak tahu diri kamu ini ternyata," ucap Tantri dengan nada sangat kesal.

"Diam, Tantri! Sudah aku katakan berulang kali padamu, aku tidak ingin kalian bicara sebelum aku pinta."

"Mah--maafkan aku, Mas. Aku .... "

"Sudah diam! Jangan bicara lagi."

"Untuk kamu Maria, aku akan turuti apa yang kamu katakan. Semua fasilitas dari anak dan istriku akan aku tarik dan aku berikan padamu selama satu minggu. Ingat, setelah satu minggu, aku harap kamu bersedia mengembalikan apa yang aku berikan padamu pada mereka lagi."

"Baik, Paman. Aku akan ingat hal itu."

Maria tersenyum penuh kemenangan.

'Satu minggu sudah cukup buat aku menguras isi ATM yang mereka miliki. Juga sudah cukup buat aku menggunakan kendaraan mereka sesuka hati.'

Maria menerima enam kartu ATM dari kedua ibu dan anak yang telah mendapat hukuman. Wajah Tantri dan Tiara benar-benar tidak enak untuk di lihat sekarang. Memerah menahan amarah dan rasa tidak rela saat menyerahkan kartu-kartu mereka beserta kunci kendaraan roda empat yang mereka miliki.

'Ya ampun, mereka sangat kaya ternyata. Sedangkan pemilik yang sesungguhnya hidup setengah melarat dengan hanya punya satu kartu ATM saja. Benar-benar jalan hidup yang tidak adil buat dia.'

"Baiklah. Aku terima dengan lapang dada semua ini. Terima kasih banyak, paman."

Setelah berucap, Maria langsung beranjak bangun dari duduknya. Dengan membawa enam kartu dan dua kunci mobil, dia berjalan melenggang menaiki anak tangga menuju lantai atas.

Malam harinya, Maria bersiap-siap untuk keluar rumah dengan memakai pakaian sederhana yang dia punya. Dia mendadani dirinya sesederhana mungkin tanpa make-up tebal seperti yang Maria kenakan biasanya sebelum berangkat keluar dari rumah.

"Nah, kalo gini kan baru cantik namanya." Maria berucap sambil menatap dirinya di depan cermin.

Dia tersenyum sesaat setelah melihat wajahnya. Lalu kemudian, dia beranjak meninggalkan kamar itu dengan membawa satu tas selempang yang isi di dalamnya semua ATM dan dua kunci mobil milik ibu dan anak tersebut.

Ketika menuruni anak tangga, dia dicegat oleh Tiara. Seketika, langkah kaki Maria terhenti karena penghadangan itu.

"Mau ke mana kamu, Maria?"

"Keluar."

"Keluar? Keluar ke mana malam-malam begini, ha? Lagipula, Ratna sedang tidak ada di rumah bukan? Ngapain kamu keluar sendirian?"

"Ya ampun. Apa salahnya jika aku ingin keluar sendirian? Lagipula, aku juga tidak benar-benar sendirian kok, Tiara. Ada pak Danang yang pergi bersama aku keluar."

"Maria, kamu benar-benar berubah jauh ya setelah pertunangan itu. Kamu benar-benar berpikir soal kak Arkan yang akan selalu ada buat kamu sekarang, ha? Jangan mimpi Maria."

"Dengar ya, aku kasih tahu satu hal padamu, Maria. Kak Arkan itu mau bertunangan sama kamu cuma sebatas untuk menghormati keluarganya saja. Tidak benar-benar suka sama kamu kok, Maria. Jadi, kamu harus sadar dengan hal itu. Karena sejujurnya, kak Arkan sangat tidak suka perempuan lemah, manja, dan juga ceroboh seperti kamu. Kamu mengerti?"

"Tiara, ternyata kamu sangat peduli dengan aku ya. Ah, terima kasih banyak sepupuku yang naif. Aku sangat-sangat menghargai kepedulian mu itu."

"Oh ya, aku gak bisa lama-lama bicara sama kamu sekarang. Soalnya, aku sedang buru-buru. Aku harus pergi sekarang."

Setelah berucap, Maria langsung melanjutkan langkah kakinya meninggalkan Tiara. Mengabaikan keberadaan Tiara yang ada di dua anak tangga terakhir untuk sampai ke bawah. Namun, baru saja berhasil melewati Tiara, Maria kembali menghentikan langkah kakinya.

Maria menoleh ke arah Tiara sambil mempersembahkan senyum termanis yang dia punya.

"Mm ... Tiara, apa kamu mau ikut dengan aku keluar malam ini? Karena Ratna tidak ada, aku pikir, kalo ajak kamu pergi juga bagus. Soalnya, aku bisa jadikan kamu asisten ... mm ... semacam pembantu gitu untuk menggantikan Ratna. Bagaimana?"

"Jangan mimpi kamu, Maria! Tidak akan pernah mau aku ikut kamu ke manapun." Tiara berucap dengan nada sangat kesal.

Hal itu membuat Maria merasa bahagia. Dia tersenyum kecil sambil melihat kepergian Tiara meninggalkan dirinya dengan membawa wajah yang benar-benar kesal.

'Hei ... baru segitu saja dia sudah ngambek. Bagaimana kalau aku perlakukan lebih buruk lagi? Apa jangan-jangan, dia akan bunuh diri ya karena tidak kuat menerima perlakuan dariku?'

'Ya sudahlah. Tidak perlu memikirkan dia lagi. Sekarang, kita harus jalan-jalan buat melepas letih sekaligus menguras ATM mereka ini,' ucap Maria sambil beranjak dengan senyum yang masih mengembang tentunya.

Maria lalu beranjak meninggalkan rumah dengan mobil yang pak Danang kendarai tentunya. Sementara Tiara yang melihat dari jendela kaca kamar tidurnya, menggenggam erat tangan karena kesal.

"Tunggu saja pembalasan dariku, Maria. Kau boleh bahagia sekarang. Tapi, itu tidak akan lama. Karena aku pastikan, kau tidak akan sampai ke tempat yang ingin kamu tuju malam ini. Atau bahkan, kau mungkin tidak akan pulang ke rumah lagi malam ini, Maria. Sepupuku ******!"

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

$%^&*

2022-09-27

1

Hasan

Hasan

lanjottt

2022-08-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!