*Episode 13

Tak seberapa lama, Maria akhirnya berhasil menguras enam kartu ATM tanpa di ketahui oleh pemiliknya. Entah bagaimana caranya, yang jelas, baik Tiara maupun Tantri tidak tahu kalau semua uang yang mereka punya sudah dikeluarkan dari kartu ATM yang mereka miliki.

"Berhasil!" Maria berucap dengan nada dan wajah sangat bahagia. Dia bahkan tersenyum sangat lebar sambil melihat satu kartu yang ada dalam genggamannya saat ini.

"Terima kasih banyak, sepupu dan bibi. Kalian sudah memudahkan aku membuat alasan dengan ulah Tiara tadi malam."

Setelah berucap, Maria kembali melanjutkan langkah kakinya meninggalkan bank menuju rumah sakit. Sementara itu, di rumah, Tiara sedang menjalankan hukuman yang papanya berikan.

Tiara tidak boleh keluar dari rumah selama satu minggu. Karena hal itu, dia juga tidak bisa pergi ke kantor untuk bekerja.

Bukannya kesal, Tiara malah senang karena tidak pergi ke kantor. Karena hukuman itu membuat dia bisa istirahat dengan nyaman di rumah tanpa ada halangan pekerjaan.

"Sepertinya, dapat hukuman satu minggu di rumah juga tidak terlalu buruk. Aku bisa melupakan masalah kantor yang terkadang sangat menyita waktu juga pikiran."

"Tapi ... dengan tidak pergi ke kantor satu minggu, aku pasti akan melewatkan pertemuan dengan kak Arkan tiga hari lagi. Agghhh! Bikin kesal aja deh."

Tiga hari lagi ada rapat penting antara perusahaan Arkan dan perusahaan Maria. Jika ditanya apa hubungan Tiara dengan pertemuan itu, ya tentu saja karena dia adalah sekretaris papanya. Karena Maria belum bisa memegang perusahaan, maka papa Tiara yang menjadi pemimpin sementara sampai Maria sanggup.

"Sial! Benar-benar sial. Gak ke kantor, artinya gak akan ketemu kak Arkan juga dong. Ih ... nyebelin banget deh," ucap Tiara mendadak merasa begitu kesal.

Dalam kekesalan itu, tiba-tiba Tiara ingat akan orang yang dia suruh untuk melakukan rencana menyakiti Maria. Sontak saja, Tiara langsung mengambil ponsel untuk menghubungi orang tersebut.

Satu panggilan terlewatkan. Tiara merasa kesal akan pengabaian itu. Dia harus mengulangi panggilan kedua untuk menghubungi orang yang sama.

Lagi, panggilan kedua juga tidak dijawab oleh orang suruhannya. Dia menjadi semakin kesal karena pengabaian itu.

"Sialan! Apa sih yang mereka kerjakan? Kenapa mau jawab panggilan saja susah banget?"

"Jangan bilang kalau mereka masih bersenang-senang sekarang. Ah, itu tidak mungkin. Tunggu! Apa jangan-jangan, mereka dapat masalah ya? Tapi ... jika mereka dapat masalah, Maria sudah pasti pulang ke rumah dong pagi ini."

"Aduh ... bikin bingung aja deh."

Tiara terlihat sedang gelisah. Dia berjalan munda-mandir tak tentu arah dengan wajah yang terlihat sangat bingung.

"Ya ampun, apa jangan-jangan, Maria di selamatkan oleh seseorang? Terus, orang yang aku bayar buat melecehkan Maria malah berada di kantor polisi lagi saat ini. Ah ... bahaya. Itu sangat bahaya."

Tiara semakin memasang wajah cemas dan terlihat begitu ketakutan. Dia mengigit kuku tangannya untuk menghilangkan sedikit rasa takut yang pada kenyataan itu semua sama sekali tidak membantu.

"Uah .... Tidak! Tidak-tidak-tidak. Jangan sampai rencana ku gagal dan mereka bilang kalau akulah dalang dari semua yang perempuan manja itu alami."

Selesai berucap, gawai Tiara langsung berdering. Sontak saja, deringan itu langsung mengalihkan perhatian juga pikiran Tiara akan ketakutan yang dia rasakan saat ini.

Tiara menyambar gawai tersebut dengan cepat. Melihat siapa yang sedang menghubungi dirinya sekarang. Mata Tiara membulat saat melihat nama yang tertera di layar gawai miliknya.

"Nah ... akhirnya menghubungi aku juga. Tapi ... aku angkat gak ya? Angkat, tidak, angkat, tidak."

"Angkat ajalah. Mana tahu dia mau ngasih tahu soal keberhasilan rencana yang dia kerjakan. Tapi ... bagaimana jika ini cuma .... Ah, sebaiknya angkat saja buat memastikan," ucap Tiara langsung menggeser layar ponsel itu untuk menjawab.

Sebenarnya, Tiara sedang di serang perasaan ragu akan apa yang dia pilihkan. Tapi, rasa penasaran sangat besar sehingga dia mengabaikan rasa ragu yang ada dalma hatinya.

Setelah panggilan tersambung, terdengarlah suara laki-laki dari seberang sana. Suara tersebut terdengar cukup bahagia seperti tidak terjadi masalah sedikitpun. Karena merasa tidak ada masalah, Tiara pun merasa lega dan memilih bicara dengan laki-laki yang ada diujung teleponnya.

"Halo nona bos. Maafkan aku yang tidak bisa menjawab panggilan nona bos tadi. Dan maaf juga untuk aku yang baru bisa menghubungi nona bos sekarang. Aku harap nona bos maklum. Aku tidak puas bersenang-senang tadi malam, jadi aku melanjutkan serangan ku pagi ini. Semoga nona bos mau memaafkan aku."

Tiara tersenyum mendengar penuturan itu. Dengan rasa sangat puas, dia berucap dalam hati. 'Bagus sekali. Ternyata, mereka sudah berhasil merusak hidup Maria. Tamatlah riwayat kamu di hadapan kak Arkan, Maria.'

Merasa tidak ada jawaban, laki-laki itu kembali bersuara. "Halo nona bosa. Apa nona bos bisa mendengarkan apa yang aku katakan barusan? Apa nona bisa masih di sana?"

"Ah, iya-iya. Aku mendengarkan apa yang kamu katakan. Kerja bagus. Sekarang, kirimkan rekaman yang aku minta kalian bikin sebagai bukti kalau Maria sudah ternodai."

"Bisa. Tapi, aku ingin kita bertemu langsung. Aku akan menyerahkan secara langsung bukti rekaman vidio yang kamu inginkan itu. Aku tidak ingin mengirimkan rekaman vidio lewat jaringan sosial. Karena jika di lacak, itu akan berbahaya buat aku."

Tiara terdiam. Dia memikirkan apa yang laki-laki itu katakan. 'Sial! Bagaimana aku bisa datang dan bertemu langsung dengan dia? Aku sedang dalam masa hukuman. Jika papa tahu, maka aku akan dapat hukuman tambahan. Lagipula, pertemuan langsung akan sedikit beresiko buat aku. Tapi .... '

"Nona bos. Bagaimana? Ingin vidio nya atau tidak? Jika ingin, datang ke alamat yang akan aku kirim lewat chat. Oh ya, jangan lupa bawa uang sisa pembayaran yang telah kamu janjikan."

"Jika ingin datang, maka datang secepatnya. Aku tunggu kamu kurang dari satu setengah jam di mulai dari saat aku kirim alamatnya padamu. Jangan buat aku menunggu, atau kamu akan tahu apa akibatnya."

"Kamu ancam aku?" tanya Tiara tidak senang dengan ucapan bos preman barusan.

"Oh, tidak mengancam nona bos. Aku hanya bicara layaknya partner yang sesungguhnya."

"Partner?"

'

"Iya. Partner yang saling membutuhkan. Kamu butuh aku untuk mendapatkan apa yang kamu mau. Sedangkan aku butuh kamu untuk mendapatkan uang dari hasil jerih payahku. Itu partner bukan?"

Tiara mendengus kesal.

"Terserah apa yang ingin kamu katakan saja. Sesuka hatimu sajalah."

"He he he .... Jangan ngambek nona bos. Ya sudah, aku tunggu kedatangan nona bos ke tempat yang aku sediakan. Mumpung perempuan itu masih ada di sini, nona bos bisa melihat sendiri keadaan perempuan itu yang sangat menyedihkan karena sudah aku pakai semalaman di tambah pagi ini."

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

uuussshhhh serem kalau dengar

2022-09-27

2

ʏᴏͯɴͥɴͣaͦ🍿👑🎧⁹²⁵BT

ʏᴏͯɴͥɴͣaͦ🍿👑🎧⁹²⁵BT

update lagi Thor 💪💪

2022-08-03

3

Hasan

Hasan

jebakan batman mulai ditebar😈😈😈

2022-08-03

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!