*Episode 8

Tiara langsung menghubungi seseorang lewat ponsel yang dia miliki. Setelah panggilan tersambung, Tiara langsung memberikan perintah untuk segera bergerak karena target sudah keluar dari rumah.

"Baik, bos. Akan kami lakukan sesuai perintah. Jangan cemas dengan hasilnya. Karena soal perempuan, kami adalah ahlinya."

"Baiklah. Aku percaya dengan kemampuan yang kalian miliki. Aku tunggu kabar baik dari kalian. Tapi ingat satu hal, jangan sampai dia mati. Dia harus tetap hidup, karena belum saatnya dia mati. Mengerti?"

"Kami mengerti, bos. Jangan cemas dengan hal itu, karena kami akan usahakan bermain dengan sangat cantik dan baik. Jadi, dia tidak akan mati, bos."

"Bagus. Jalankan pekerjaan kalian sekarang juga."

"Siap, bos."

Panggilan pun berakhir. Tiara tersenyum menyeringai karena dia merasa sedikit lega setelah memerintahkan orang-orang itu untuk menyakiti Maria.

"Lihatlah Maria, apa yang bisa kamu sombong kan lagi nantinya. Karena setelah malam ini, aku yakin, kamu pasti tidak akan berani menampakkan batang hidungmu lagi."

"Kamu pasti akan jadi perempuan yang hidup segan mati tak mau. Atau mungkin, kamu akan lebih memilih mati dari pada hidup tersiksa. Tapi sayangnya, kamu tidak bisa memilih kematian. Ha ... ha ... ha .... "

"Sementara kak Arkan, dia pasti sangat jijik dengan kamu nantinya. Jangankan menikah dengan kamu, melihat kamu saja dia tidak akan pernah mau."

"Saat itulah, aku akan datang sebagai pengganti yang akan menggantikan posisi kamu sebagai istri kak Arkan. Ya ampun, indahnya ... benar-benar sangat indah."

Tiara menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang saking bahagianya dia membayangkan tentang pernikahan antara dia dengan Arkan. Sambil terus tersenyum, dia memeluk guling yang ada di dekatnya.

Sementara itu, para preman suruhan Tiara sudah berada di depan gang sunyi untuk menghadang mobil yang Maria tumpangi. Sebenarnya, ada dua jalan, tapi yang satunya sudah para preman itu tutupi agar mobil Maria tidak melewati jalan tersebut.

Mobil mendadak di rem saat pak Danang melihat para preman yang sedang duduk-duduk di atas beberapa motor. Kira-kira, ada tiga motor yang terparkir di jalan tersebut. Dengan masing-masing dua penumpang yang ada di atas motor itu. Totalnya, ada enam preman yang sedang menunggu kedatangan Maria sekarang.

"Ada apa, pak Danang? Kok tiba-tiba ngerem mendadak?"

"Maaf, nona Maria. Sepertinya, ada preman yang sedang usil di depan kita. Aduh, bagaimana ini nona? Jalan terlalu kecil untuk mobil berputar. Sedangkan untuk mundur, terlalu jauh pula. Apa yang harus kita lakukan sekarang nona?"

"Minta mereka menepi aja, pak. Jika tidak mau, tabrak saja." Maria berucap dengan nada enteng. Sampai-sampai, pak Danang membulatkan mata sangking tak percaya dengan apa yang dia dengar dari mulut si nona yang biasanya manja itu. Si nona yang biasanya selalu takut akan segala hal.

"Nona ... nona Maria ... apa ... apa bapak tidak salah dengar barusan nona bilang apa, non?"

Pak Danang berucap dengan nada gelagapan sangking masih kagetnya dia.

"Bapak memang tidak salah dengar, pak. Mereka yang mulai duluan, bukan? Jadi, untuk apa kita takut pada mereka. Siapa suruh menghalangi jalan kita? Inikan jalan umum, bukan jalan mereka yang bikin sendiri."

"Tapi, nona. Mereka terlalu ramai. Lagipula, bapak tahu siapa mereka. Mereka itu adalah anak geng motor yang punya pengaruh kuat di kota ini. Mereka selalu lolos dari jeratan hukum. Karena beberapa dari mereka adalah anak orang terpandang di kota ini."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Pak? Apa kita harus mundur yang itu sama sekali tidak mungkin? Atau, apa kita diam saja di sini sambil nunggu mereka datang buat nyamperin kita? Nah, sedangkan pilihan terakhirnya adalah, maju hadapi mereka atau tabrak saja mereka biar tahu rasa. Pilih yang mana kita sekarang, pak Danang?"

"Ya ampun, nona Maria. Semua pilihan itu tidak mungkin kita lakukan."

"Lah, kok tidak mungkin sih? Lalu, apakah yang harus kita lakukan, jika bapak bilang semua pilihan itu tidak mungkin? Apa kita harus turun dari mobil, terus lari puntang-panting agar tidak berurusan dengan mereka?"

"Itu juga tidak benar, Non Maria. Mereka pasti akan ngejar kita jika mereka melihat kita kabur."

"Ya ampun. Lalu apa yang harus kita lakukan, pak Danang? Aku bosan jika kelamaan mikir, Pak."

"Ya udah, gini aja. Bapak geser ke samping. Biar aku yang nyetir mobilnya. Jika bapak tidak berani menabrak mereka, maka aku berani melakukannya."

"Jangan nona! Tidak akan bapak izinkan non Maria melakukan itu. Non tunggu saja di sini, biar bapak turun untuk bicara baik-baik dengan mereka. Semoga saja mereka bisa diajak bicara baik-baik."

"Kalau tidak bisa bagaimana? Apa bapak sanggup lawan mereka satu lawan enam?"

"Kita coba saja dulu, non. Jika tidak bisa, maka bapak akan tanya apa yang mereka inginkan. Kita akan bicarakan dengan baik-baik sebisa mungkin."

'Ah, orang tua ini. Dia ingin bicara baik-baik dengan para preman. Sejak kapan ada sejarah preman nakal bisa diajak bicara baik-baik coba? Yang ada, bicara dengan mereka itu pakai kekerasan, bukan dengan kata-kata baik-baik.'

"Bapak turun dulu ya, non Maria. Non jangan keluar apapun yang terjadi. Tetap diam di dalam sampai semuanya baik-baik saja baru keluar. Jika ada apa-apa dengan bapak, non jangan hiraukan bapak. Yang paling penting adalah keselamatan non sendiri."

"Pak Danang yakin ingin keluar? Tidak ingin mempertimbangkan apa yang aku katakan pada bapak sebelumnya?"

"Tidak ada cara lain selain cara ini, Non. Kita tidak mungkin diam di sini sampai pagi, bukan? Atau, sampai mereka datang ke mobil untuk memaksa kita keluar dari mobil."

"Sementara kata-kata yang non Maria ucapkan itu sangat tidak mungkin untuk bapak lakukan.

Karena resiko dari apa yang non Maria katakan itu sangat besar. Bapak tidak ingin non Maria di tangkap polisi karena mencelakai orang. Hukumannya sangat berat, Non."

Setelah berucap, pak Danang langsung bergerak untuk membuka pintu mobil. Maria berusaha mencegah, namun tidak dihiraukan oleh laki-laki paruh baya tersebut.

Niat orang tua itu sudah bulat ternyata. Ingin mengajak para preman bicara baik-baik agar mau memberikan jalan supaya mobil mereka bisa lewat.

Sementara Maria, dia hanya bisa melepas napas berat dengan harapan pasrah. Karena sebenarnya, dia sudah tahu akan hasil dari apa yang pak Danang lakukan.

"Hah ... semoga bapak beruntung, Pak. Semoga saja usaha bapak tidak akan membuat bapak celaka. Setidaknya, itu harapan besar yang aku punya saat ini." Maria berucap sambil terus melihat pak Danang yang berjalan semakin mendekat ke para preman yang sedang nongkrong di tengah jalan depan mobil mereka.

Terpopuler

Comments

Aqiyu

Aqiyu

tunjukkan aksi mu Lila

2022-09-27

1

idaman

idaman

mulai beraksi maria....gas kan ajalah

2022-09-04

3

Hasan

Hasan

hadirrr

2022-08-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!