Satu setengah tahun yang lalu …
Saat pernikahan Marsha dan Melvin masih berumur sekian bulan. Keduanya memilih untuk tinggal bersama di sebuah apartemen. Apartemen yang memang sudah dimiliki Melvin dari penghasilannya sebagai seorang aktor. Tentu saja apartemen dipilih Melvin karena unit yang tidak terlalu besar, cocok untuk ditempati pasangan pengantin baru. Terlebih apartemen milik Melvin ini juga sengaja dibeli di dekat lokasi syuting. Sehingga tidak perlu bermacet-macet ria bagi Melvin untuk sampai di tempat syuting karena bisa diakses dengan lebih cepat dari apartemen miliknya.
Sore itu, usai melakukan syuting untuk sebuah mini series, Melvin pulang. Pria itu adalah sosok pria yang romantis. Dia pulang dengan membawa sebuah bunga Krisan berwarna merah muda yang begitu lembut. Dengan bangga, pria itu memasuki unit apartemennya dan mencari keberadaan istrinya itu.
“Ayang … kamu di mana?” panggil Melvin begitu memasuki unit apartemennya.
Marsha yang tengah berada di kamar mandi pun, segera keluar dengan handuk kecil yang membungkus rambutnya yang masih basah lantaran baru saja keramas.
“Apa Ayang? Aku baru saja mandi,” balas Marsha sembari keluar dari kamarnya dan mendapati sosok Melvin yang berdiri di ruang ramu.
Pria itu menyembunyikan satu tangannya di belakang punggung dan menatap wajah Marsha dengan senyumannya yang manis dan juga hangat. Perlahan, Melvin pun mengeluarkan tangannya yang sejak tadi bersembunyi di balik punggung itu.
“Bunga yang cantik untuk Ayangku yang cantik,” ucap Melvin sembari menyerahkan bunga Krisan itu kepada Marsha.
Tentu saja hati Marsha begitu berbunga-bunga. Dirinya memang begitu menyukai bunga Krisan berwarna pink itu. Sebab, bunga Krisan dengan warna merah muda yang lembut itu melambangkan kasih sayang, ketertarikan, dan romansa yang begitu lembut. Senyuman di bibir semerah ceri itu terukir dengan begitu indahnya. Tangan Marsha terulur dan menerima bunga Krisan dari suaminya itu. Lantas Marsha mencium aroma bunga Krisan yang lembut di indera penciumannya itu.
“Makasih Ayang … kamu pinter banget sih bikin aku melting,” balas Marsha sembari menatap Melvin dengan pandangan penuh cinta.
Melvin hanya berdiri dan membalas senyuman istrinya itu, “Anything for your happiness, Ayang,” balasnya dengan begitu lembut.
Oh, itu adalah romansa yang begitu lembut dan manis bagi pasangan yang baru beberapa bulan menikah. Percikan api cinta seakan masih menggelora. Bentuk perhatian semua dituangkan dalam tindakan yang memberikan cita rasa manis di setiap sisinya.
Marsha pun perlahan mengikis jaraknya yang hanya beberapa langkah dengan Melvin, wanita itu mulai sedikit berjinjit, bertumpu pada kakinya, dan melabuhkan sebuah kecupan yang manis tepat di bibir Melvin.
Chup!
Lima detik … Sepuluh detik … Lima belas detik …
Marsha memejamkan matanya dan kaki yang semula berjinjit itu perlahan mulai menapak kembali di lantai.
Menarik sejengkal wajahnya, Marsha lantas memandang Melvin dengan mata yang bersinar, “Thanks Ayang … sudah mencintaiku semanis ini,” balas Marsha.
Sebagai seorang wanita, sebagai seorang istri tentu saja Marsha sangat suka mendapatkan perhatian dan sikap yang begitu manis dari suaminya itu. Seolah Marsha menjadi wanita yang paling berbahagia di dunia karena suaminya itu sangat manis. Aktor kelas atas yang berperilaku baik dan juga keromantis.
Tanpa permisi, Melvin mengangkat kedua pinggang Marsha, menggendongnya, dan Melvin segera mencumbu bibir Marsha.
Mmmpphh!
Ciuman dengan nafas yang begitu memburu itu disambut Marsha dengan gerakan yang serupa. Wanita itu melingkarkan kakinya di pinggang Melvin, dan membawa kedua tangannya yang masih menggenggam bunga Krisan itu untuk turut melingkari leher Melvin. Dengan tergesa-gesa, Melvin menggendong Marsha menuju ke dalam kamar. Sebab, sebuah ciuman tidak akan berhenti sebagai ciuman belaka bagi Melvin dan Marsha. Sebuah ciuman hanya sebatas menu pembuka yang akan membawa keduanya menikmati menu utama.
Terjadilah sore yang panas dan menggelora bagi pasangan Marsha dan Melvin kala itu.
***
Kini …
Situasi hati yang belum membaik, membuat Marsha lebih memilih untuk merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Bayang-bayang masa lalu yang begitu indah dan penuh romansa dengan Melvin seakan memudar begitu saja dengan sendirinya.
Sampai terdengar bunyi deringan telepon milik Marsha yang memang tidak diatur dalam mode silent. Marsha mengernyitkan keningnya saat mengetahui ada nama suaminya yang tengah menelponnya malam itu.
Ayang Melvin
Berdering
Jari-jemari Marsha pun perlahan bergerak. Semarah dan sesebal apa pun dirinya kepada Melvin, tetap saja Marsha akan menerima panggilan seluler dari suaminya itu. Hingga ibu jari Marsha menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar handphonenya.
“Halo,” sapa Marsha sembari mendekatkan telepon itu ke telinganya.
“Halo, Ayang … kamu baru ngapain?” tanya Melvin di seberang sana. Tentu saja jam 21.00 seperti ini, Melvin masih berada di lokasi syuting.
“Aku di kamar saja kok … kenapa?” sahut Marsha.
“Oh, ya sudah … sorry buat kesalahanku semalam yah. Dimaafin enggak Ayang?” tanya Melvin kepada Marsha.
Sungguh, Marsha tidak mengira bahwa suaminya itu akhirnya menghubunginya dan meminta maaf kepadanya. Sekalipun hanya melalui handphone, itu sudah cukup buat Marsha. Dalam pemikiran Marsha berarti suaminya itu masih memikirkannya.
“Kalau enggak dimaafin?” respons Marsha saat itu.
Ada dengkusan yang terdengar di telepon itu, “Kalau enggak dimaafin, aku akan kasih hukuman buat kamu,” balas Melvin dengan setengah berbisik.
Marsha sudah tahu dengan pasti bahwa hukuman yang dimaksud suaminya itu tentu adalah hukuman berbalut kenikmati yang sudah lama tidak dirasakannya. Mungkin hampir dua minggu, Marsha tidak merasakan hukuman dari Melvin.
“Enggak ada,” sahut Marsha pada akhirnya.
“So, dimaafin enggak Ayang?” tanya Melvin lagi.
Pada akhirnya Marsha pun menganggukkan kepalanya, “Ya sudah, dimaafkan … cuma janji jangan nyebelin lagi. Kan semua buat kebaikan kamu,” balas Marsha.
“Iya-iya … aku tahu. Makasih Ayang,” suara Melvin terdengar begitu lega saat Marsha dengan mudahnya memaafkannya.
“Ayang, aku bilang sesuatu nih,” sambung Melvin lagi.
Marsha kian mendekatkan telepon itu di telinganya, dan merespons perkataan Melvin. “Hmm, kenapa Yang?” tanyanya.
“Sorry yah … malam ini aku tidak pulang. Kami harus lanjut rekam adegan. Mungkin besok pagi aku baru pulang,” ucap Melvin kali ini.
Marsha hanya bisa menghela nafas panjang, mungkin memang tujuan suaminya meminta maaf terlebih dahulu karena harus syuting sampai pagi. Ingin berkata tidak dan meminta Melvin pulang pun sia-sia karena pria itu benar-benar totalitas saat bekerja.
“Harus banget yah?” tanya Marsha.
“Iya … kamu tahu sendiri kan. Suamimu ini super sibuk. Banyak adegan yang harus diambil,” kilah Melvin kali ini.
Lagi-lagi Marsha hanya bisa menghela nafas yang begitu berat di dalam dada. Risiko memiliki suami berprofesi sebagai aktor dan memiliki jam terbang yang tinggi memang seperti ini.
“Baiklah,” jawab Marsha pada akhirnya.
“Thanks Ayang,” balas Melvin di seberang sana dan kemudian mematikan panggilan selulernya.
Dalam hati, Marsha bergumam dengan perasaan pedih. Dalam satu setengah tahun terakhir, malam-malam berakhir dingin dengan meringkuk sendirian di ranjang berukuran super king size ini. Tidak ada pelukan suami. Tidak ada ucapan selamat malam. Tidak ada belaian hangat. Suaminya begitu sibuk, hingga malam ini tidak bisa membuatnya tidur di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 319 Episodes
Comments
Anah
p
2022-11-29
0
Adelia Rahma
lelah sendiri menunggu suaminya pulang untuk menemani nya
2022-08-02
1
Nany Setyarsi
konsekuensi jadi istri seorang aktor yg jam kerja nya gk tentu ya
2022-07-27
3