Perpustakaan Tokyo University
Luca meletakkan kepalanya di atas meja dengan wajah manyun dan mata coklatnya menatap Emi yang duduk di sebelahnya sambil asyik membuka MacBook nya untuk merevisi skripsinya. Wajah gadis itu tampak serius dan sesekali dirinya menuju rak buku untuk mencari buku-buku yang diperlukan.
Sebenarnya Luca gatal ingin mengajak Emi ngobrol tapi aturan ketat di perpustakaan yang tidak boleh berisik sedikit pun membuatnya harus mengerem mulutnya.
Luca bersyukur dia bisa melihat bagaimana ekspresi Emi dalam mengerjakan skripsinya. Wajahnya yang memang sudah dasarnya judes akan semakin judes ketika menemukan sesuatu yang tidak sesuai, menggigit bibir bawahnya saat berpikir dan menggerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan saat puas mendapatkan hasilnya.
Luca tersenyum menatap Emi yang menoleh ke arah pria tampan itu.
Aku sudah selesai. Emi menulis di atas notesnya.
Yuk, pulang. Luca membalas tulisan itu.
Emi langsung membereskan semua barang bawaannya begitu juga dengan Luca. Seperti biasa, Luca selalu berjalan sedikit di belakang Emi karena dirinya memang tipe menjaga. Tidak hanya Emi, bahkan jika Luca berjalan bersama sang Oma atau mommynya, dirinya selalu di belakang wanita-wanita yang dicintainya.
"Mau kemana kita, Em?" tanya Luca sambil berjalan bersama Emi menuju parkiran tempat motornya terparkir.
"Kamu ada acara apa?" tanya Emi balik bertanya.
"Tidak ada. Hanya suntuk saja tadi tesisku habis dibantai Opa Joshua."
Emi melirik ke arah Luca yang manyun. "Opa mu sendiri membantai cucunya?"
Luca mengangguk. "Kalau dikira aku dan Joey mendapatkan perlakuan istimewa disini... Kamu salah. Almarhum Opa Kenzo yang mantan dekan fakultas science pun sama. Di keluarga kami, tidak ada namanya kita dimanjakan. Kami masuk ke Todai itu murni dari otak kami bukan karena Opa Joshua dosen senior disini."
"Aku salut dengan keluarga kamu, Luca."
"Thanks."
Getaran ponsel membuat Luca merogoh saku jaketnya dan wajahnya tampak bingung.
"Ada apa Luca?"
"Emi, apakah kamu takut mayat?" seringai Luca.
***
Instalasi jenazah Tokyo University Hospital
Luca dan Emi berjalan menuju tempat Joey dihukum sambil membawakan makan siang pria itu. Luca dan Emi sepakat membelikan bento untuk dimakan berempat di kantor Dokter Daisuke.
"Joey!" panggil Luca.
"Masuk saja Darth Vader!"
Emi melirik ke arah Luca. "Darth Vader?"
"My nick name" kekeh Luca sambil membuka pintu. Disana tampak Joey dan Dokter Daisuke sedang menulis laporan koroner.
"Your lunch, bro. Dokter Daisuke." Luca lalu meletakkan kotak bento untuk Joey dan Dokter Daisuke.
"Domo, Bianchi." Dokter Daisuke lalu membuka kotak bentonya.
"Luca, kamu tidak memperkenalkan gadis itu kepada kami?" goda Joey.
"Eh? Kan kamu sudah tahu J" ucap Luca.
"Hajimemashite ( salam kenal ). Watashi wa Emi Takara desu. Yoroshiku Onegaishimasu ( senang bertemu dengan anda semua )" salam Emi sambil membungkuk hormat ke dokter Daisuke.
"Kochira koso ( kami juga )" balas Dokter Daisuke.
"Joey Bianchi" Joey menghampiri Emi dan mengulurkan tangannya.
"Emi. Bianchi satu kah?" Emi tersenyum smirk.
"Busted!" cengir Joey.
"Ada kasus apa hari ini?" tanya Luca sambil memakan bentonya.
"Tidak ada. Hanya laporan rutin dari kasus hari Minggu kemarin dan kapten Hideaki Yamamoto sudah menahan si istri" sahut Dokter Daisuke.
"Memangnya ada kasus apa sih?" tanya Emi penasaran.
Joey dan dokter Daisuke bercerita tentang kasus yang terjadi di hari Minggu kemarin. Emi terkejut mendengar bagaimana seorang wanita bisa menikam sampai segitu banyaknya.
"40 tusukan? 40 luka tusukan?" Emi memastikan kembali.
"Aku yang menghitung Emi. Dua kali!" ucap Joey.
"Sebentar." Emi pun berdiri dan melihat sebuah dummy manusia yang terbuat dari gel. "Dia nusuknya pakai apa?"
"Pisau dapur" jawab Dokter Daisuke.
Emi melihat ada sebuah pisau dapur yang ada di ruang kerja dokter Daisuke lalu mengambilnya.
"40 tusukan itu berarti dia dalam kondisi sangat marah. Aku wanita, tinggi 172 cm berat 52kg. Pelaku tinggi berapa?"
Dokter Daisuke mencari hasil penyelidikan Kapten Hideaki Yamamoto yang menyebutkan nama pelaku. "Tinggi 155cm berat 48kg. Kalau korban tinggi 153cm berat 45kg."
"Hampir 20 Senti di bawahku." Emi pun bersiap. "Luca, tolong bawa dummy nya di lantai karena aku yakin dia pasti mendorong korban sampai jatuh dan menindihnya."
Luca lalu mengambil dummy yang berbentuk tubuh manusia yang terbuat dari gel bewarna kuning. Tubuh yang dari leher ke pinggang itu biasa dipakai oleh tim forensik CSI untuk merekonstruksi luka pada tubuh korban.
Bahan gel yang digunakan hampir mirip dengan tubuh manusia tapi minus tulang karena bisa memudahkan mencari tahu arah tusukan atau arah peluru masuk ke tubuh manusia.
"Oke. Aku marah!" ucap Emi.
"Kamu marah" goda Luca sambil nyengir yang membuat Emi memicingkan matanya judes ke arah pria itu.
"Aku marah suamiku baji*Ngan jadi aku lampiaskan ke wanita yang merusak pernikahan aku!" Emi lalu mengayunkan pisaunya dan dengan menaikkan emosinya menjadi marah, dia melakukan apa yang dilakukan pelaku.
Setelahnya, dirinya merasa lelah luar biasa. "Aku yakin dia pasti lelah tapi adrenalin kemarahan masih ada dan dia berjalan menuju suaminya..."
"Dan membuatnya seperti bunuh diri" gumam Dokter Daisuke.
"Benar-benar harus super marah dan tubuh wanita itu pasti tercabik-cabik dan sisa daging serta human tissue pasti berceceran dimana-mana" ucap Emi.
"Emi, apa kamu yakin kamu bukan detektif?" tanya Joey.
"Hei, aku anak Yakuza jadi hal seperti itu sudah biasa aku lihat" sahut Emi sambil berdiri dari dummy yang sudah berantakan diberikan luka tusukan.
"Eeerrr Emi..."
"Ya dokter Daisuke?" Emi menoleh ke arah dokter senior itu.
"Siapa yang akan mengganti dummy itu?"
Emi tersenyum kecut.
***
Emi akhirnya meminta anak buah Otousan nya untuk membawakan dua dummy sebagai pengganti dummy yang dirusak olehnya.
Mereka berempat menikmati acara hari Senin itu tanpa ada insiden lebih lanjut dan Joey mengajak Luca dan Emi untuk berjalan - jalan ke Ikebukuro karena dirinya ingin refreshing.
"Kamu naik apa J?" Luca bertanya demikian karena tadi dirinya berangkat lebih dulu dari Joey.
"Ducatimu lah. Kamu naik Triumph kan?" Joey berjalan menuju parkiran.
"Kita bertemu di sana? Di taman Ikebukuro Nishiguchi gimana?" Luca bertanya ke kakak sepupunya.
"Iya ketemu disana saja." Joey memakai helmnya dan naik motor Ducatinya. Luca dan Emi lalu berjalan menuju motor Triumph milik Joey.
"Kamu tidak apa kan kecan hari kedua bersama obat nyamuk yang ikut?" tanya Luca sambil menyerahkan helm kepada Emi.
"Tak apa. Seru juga" senyum Emi.
Luca terkesima melihat senyuman Emi. "Harusnya kamu lebih sering - sering tersenyum padaku Emi."
"Kenapa?"
"Pertama, kamu cantik kalau tersenyum. Kedua, senyuman itu menghilangkan kerutan di wajahmu. Ketiga, aku semakin jatuh cinta padamu kalau kamu selalu memberikan senyuman itu padaku" cengir Luca.
Emi menatap tajam ke arah pria tampan di hadapannya. "Pria Italia memang Casanova!"
Luca terbahak. "Yaaa, sudah mendarah daging sih tapi aku hanya menjadi Casanova saat bersamamu. Kamu bisa tanya ke keluargaku, apakah aku sering merayu wanita lain. Jawabannya pasti tidak."
"Tentu saja mereka akan mengatakan tidak karena mereka keluargamu" balas Emi sambil naik di sisi belakang motor Luca.
"Tanyakan saja ke semua teman-teman aku kalau tidak percaya. Pegangan Emi, nanti kamu jatuh!" Luca meraih dua tangan Emi untuk memeluk pinggangnya lalu memacu motornya kencang.
"Lucaaaaa!" teriak Emi kesal karena dadanya harus menempel punggung liat pria itu.
***
Yuhuu Up Malam Yaaaa
Maaf agak terlambat karena ada urusan di dunia nyata
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Kayaknya bukan istrinya yg bunuh bisa jadi orang lain atau mungkin anaknya yg benci liat kelakuan ayahnya dan juga selingkuhannya.
tapi ibunya yg mengorbankan diri, spy anaknya ga di penjara.
2022-11-05
0
heidiy
Emi jutek sama Luka, tapi akhirnya sama Luka
2022-07-27
1
🍭ͪ ͩ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦ꍏꋪꀤ_💜❄
pawangnya joey belum ada tanda2 kah ini mbak....
kasian jadi obat nyamuk
2022-07-27
2