Aku yang sudah di ambang batas langsung berjalan perlahan untuk kembali ke asrama Ririna terus mengikutiku dari belakang. Penasaran dengan kemampuanku dan terus menanyakan bagaimana aku bisa melakukan hal-hal yang mustahil bagi penyihir. Tapi aku menyuruhnya diam dan melupakan apa yang telah ia lihat.
Aku kemudian memperingatinya agar tidak dekat-dekat lagi denganku dan berhenti ikut campur dengan urusanku. Aku memang sudah muak berurusan dengan wanita mengingat wanita-wanita yang aku anggap baik tapi pada akhirnya menghianatiku.
"Sebaiknya kau lupakan apa yang terjadi hari ini dan jangan pernah terlibat lagi denganku" aku kesal dengan dirinya yang terus mengikutiku.
"Tidak mau !" jawabnya spontan.
"Aku memperingatimu Ririna, aku tidak sedang bercanda" tegasku lagi.
"Apa aku juga terdengar seperti bercanda?" raut wajah Ririna malah lebih kesal dariku.
"Pokoknya tidak, walaupun kau mencoba menghindariku aku akan tetap mengikutimu kemanapun sampai kau mengakui keberadaanku sebagai temanmu "
Ririna terus tida memperdulikan bagaimana sikapku kepadanya.
"Kenapa kau sangat keras kepala, aku tidak suka ada rumor-rumor bodoh nantinya dan aku juga tidak mau menambah musuh dari laki-laki yang cemburu melihatku bersamamu " aku semakin lelah menghadapai Ririna yang keras kepala.
"Iya itu resikomu karna sudah membuat gadis manis sepertiku tertarik padamu" dia membanggakan dirinya dengan ekspresi sok manis di depanku.
"Kalau begitu sampai jumpa" aku sudah benar-benar kesal dengan wanita ini.
"Aaaaaaaah maaf..maaf, aku bercanda hanya bercanda" Ririna panik dan berusaha menghentikan langkahku.
"Tapi kalau masalah tidak terlibat lagi denganmu aku benar-benar tidak akan menyetujuinya" wajah Ririna benar-benar serius ketika mengatakan itu.
"Tapi aku benar-benar tidak tertarik dengan menjadi teman ataupun lebih dari itu denganmu" aku berusaha membuatnya mengerti.
"Iya baiklah" wajahnya terlihat murung.
Aku mulai tenang dengan ucapannya yang akhirnya mengerti. Namun dirinya kembali terlihat kesal dan malah lebih kesal dari sebelumnya.
"Apa kau berfikir aku akan mengatakan itu? jangan harap bodoh. Aku Ririna Consta tidak akan menarik kata-kata yang sudah keluar dari mulutku, lagi pula wanita semanis diriku pasti akan membuka hati pria keras kepala sepertimu" Ririna menepuk dadanya dan menyombongkan dirinya.
"Kau yang keras kepala" ucapku kesal.
"Kaulah yang keras kepala dan tidak sadar diri" Ririna tidak mau kalah.
Lalu dari kejauhan seorang wanita yang baru pulang dari ekspedisi memperhatikan keributan yang kami buat. Setelah memperhatikan cukup lama, dia akhirnya mengetahui siapa anak yang sedang bertengkar tersebut. Wanita itu berlari sekuat tenaga dan langsung memeluk tubuhku.
Ririna yang melihat itu langsung kaget dan bingung dengan apa yang terjadi.
"Ka..kau... kau menolak punya hubungan denganku tapi ternyata punya hubungan spesial dengan wanita lain, dasar laki-laki tidak puny..." Ririna tiba-tiba terdiam melihat wanita yang memeluk Rui menangis dengan wajah yang teramat sedih.
"Lama tidak bertemu Rui"
Suara lirih yang keluar dari wanita itu membuatku langsung teringat dengan sosok gadis yang selalu menjagaku ketika aku masih kecil dan tanpa sadar aku mulai meneteskan air mataku juga.
"Iya lama tidak bertemu kakak" aku menangis karena rasa bahagia bertemu saudaraku kembali setelah berpisah bertahun-tahun.
Ririna yang mendengar ucapanku sangat terkejut, karna dia tidak menyangka wanita itu adalah kakak perempuanku.
Ririnapun tidak tau mau berkata apa dan dia hanya diam memperhatikan kami.
"Bagaimna kabarmu dan ibu, maaf aku tidak bisa segera menemuimu di akademi ini, karna aku baru pulang dari tugas ekspedisiku" Karin melepaskan pelukannya dan mulai menenangkan diri.
"Iya aku baik dan ibu juga baik-baik saja, kakak tidak perlu hawatir, malah aku selalu menghawatirkan keadaan kakak yang bersama laki-laki itu" Aku memegang tangan Karin yang sudah lama tidak aku lihat.
" Iya aku baik - baik saja Rui, maaf ya aku tidak bisa menjengukmu dan ibu karna ayah melarang keras aku menemui kalian "
" Iya aku mengerti bagaimana posisi kakak, lagipula ibu pasti akan senang mendengar kakak baik - baik saja, kalau kakak mau di akhir pekan kakak bisa ikut ke rumah kakek untuk menemui ibu"
" Iya baiklah kedengarannya ide yang bagus" jawab karin.
" Lalu siapa wanita ini" Karin sedikit penasaran dengan gadis di dekat Rui.
Mendengar hal itu aku mengingat kembali g
Ririna yang sempat aku abaikan ketika Karin memelukku.
Melihat aku yang menangis, Ririna dengan raut wajah yang menyebalkan cengengesan dan menertawakanku.
" Hehehe..., seorang dengan hati sedingin es tetaplah seorang adik di depan kakaknya. Uuhhhh... apakah kau ingin lebih di manjakan lagi, anak cengeng" Ririna menertawaiku hingga wajahku memerah karena malu.
"Aku tidak tau kak, aku tidak mengenalnya. Sebaiknya kita cari tempat lain saja. Ayoo.." aku ingin segera meninggalkan tempat itu dan pergi dari Ririna.
"Ihhhh, jahat" Ririna kesal.
Karena penasaran Karin menolak untuk pergi dan menolak meninggalkan Ririna.
"Eheem, salam kenal kakaknya Rui, namaku Ririna Consta, putri dari Viscount Emanuel Consta" Ririna memperkenalkan dirinya dengan sedikit angkuh kepada Karin.
"Wah dia manis sekali, apakah dia kekasihmu Rui " Karin penasaran dengan kedekatan kami
"Iya anggaplah begitu" Ririna spontan menjawab.
"Hentikan lelucon itu"
"Plak" aku menjitak kepala Ririna.
Karin hanya terseyum melihat tingkah Ririna yang polos.
"Sepertinya kakak lelah dari ekspedisi, kakak sebaiknya istirahat dulu, aku juga mau pergi mandi karna bauku benar-benar buruk karena keringatku" aku memperlihatkan tubuhku yang perlu mandi.
"Ya sudah kalau begitu, Ririna tolong berteman baiklah dengan adikku" ucap Karin.
"Ya tentu saja serahkan padaku kak Karin" katanya dengan penuh senyuman.
Setelah itu kami bertiga berpisah ke asrama masing - masing.
Ketika akhir pekan kami berdua sepakat untuk menemui ibu kami. Sebenarnya Ririna merengek ingin ikut tapi karna dia disuruh pulang oleh orang tuanya jadi dia mengurungkan niatnya.
Pada pagi hari di hari minggu, kami akhirnya berangkat untuk pulang.
Di tengah perjalanan, aku merasa Karin agak tegang. Hal itu membuatku sedikit khawatir, jadi aku menanyakan bagaimana keadaanya.
"Kakak, apa kau baik - baik saja" tanyaku sambil memegang tangannya yang dari tadi gemetar.
"Ah maaf Rui, aku hanya merasa sedikit tegang bagaimana menghadapi ibu nanti setelah sekian lama kami tidak bertemu" jawabnya
"Maksud kakak" aku bingung.
"Bagaimana jika ibu tidak merindukanku, bagaimna jika aku hanya merepotkan ibu dengan kedatanganku, bagaimna jika aku hanya menjadi masalah buat ibu nanti" Karin tertunduk dengan wajah yang kacau dan sedikit was-was.
"Kakak, kenapa kakak berkata begitu ?, kakak harusnya tau bagaimna ibu sangat menyayangi kita berdua"
"Apakah kakak tau kalau ibu terus-terusan menangis saat aku akan ke akademi, jadi aku yakin ibu pasti akan sangat bahagia melihat kakak nanti, percayalah padaku"
Jawabku meyakinkan Karin.
"Ahh, maaf Rui, sudah mengatakan hal yang tidak-tidak, aku hanya gugup sehingga aku memikirkan omong kosong barusan, terima kasih Rui" Karin terseyum kembali.
Sesampainya disana, kami melihat sebuah kereta kuda yang cukup mewah di depan mansion kakek.
"Sepertinya ada bangsawan yang sedang berkunjung" pikirku.
Aku menanyakan siapa yang datang kepada penjaga keamanan dan dia berkata kalau Viscount Armin Ronald sedang mengunjungi ibuku.
"Mengunjungi ibu ?, bukan kakek ?" aku mulai curiga.
Kami langsung memasuki mansion dan berjalan ke ruang tamu. Langkah kami terhenti ketika melihat Viscount Armin duduk menempel dengan ibuku.
Pikiranku langsung kacau dan geram melihat pemandangan itu.
"Apa maksudnya ini ?" tanyaku dengan menahan emosiku.
Ibuku yang kaget langsung berdiri dan melihat ke arah kami.
"Ah... Rui kau sudah pulang nak" jawab ibuku terkejut dengan kedatangan kami.
Ketika melihat Karin ibuku langsung berlari ke arah kami karna sangat senang bertemu dengannya.
"Ahhh Karin, ibu sungguh merindukanmu " Ibuku berlari ingin memeluk Karin.
"Hentikan itu !" ucapku sambil menghalangi ibuku yang ingin memeluk Karin.
"Jelaskan dulu apa yang yang sedang terjadi di sini " jawabku dengan ekspresi serius.
"Ahh... beliau adalah Viscount Armin yang datang berkunjung" jawab ibuku tenang.
"Aku tidak menanyakan itu, apa yang ibu lakukan dengan dia tadi" jawabku mulai marah.
"Rui, itu tidak sopan, ibu hanya sedang berbincang dengannya" ibuku kesal melihat aku yang tidak sopan pada Viscount.
"Oh begitu, ibu yang tidak pernah memarahiku, sekarang membentakku karena orang itu. Sepertinya dia memang sosok yang lebih berharga dari pada kami"
"Maaf atas kelancangku dan maaf sudah mengganggu kalian berdua, ku pikir ibu akan kesepian karna aku yang tinggal di akademi "
"Tapi ternyata aku salah, sepertinya kau tidak membutuhkan kami dan sudah punya orang lain untuk menghibur rasa kesepianmu, maaf sudah mengganggu waktu kalian, kalau begitu kami permisi" aku pergi sambil menarik tangan Karin.
Rui, aku minta maaf, ibu tidak bermaksud membentakmu, ibu mohon jangan pergi" Julia menarik lenganku untuk mencegahku beranjak pergi.
"Maaf, tapi sebaiknya kau melepaskan lenganku sekarang, aku harus pergi sekarang jadi lanjutkan saja urusan pentingmu disini. kalau begitu kami permisi" Aku benar-benar kecewa pada ibuku saat ini.
"Tidak Rui, Karin, kembali , ibu mohon jangan pergi, kumohon dengarkan penjelasan ibu"
Tangisan ibuku semakin menjadi.
Tapi aku tidak menghiraukannya dan langsung keluar dari sana.
Ketika akan keluar dari gerbang mansion, kami berpapasan dengan kakek dan nenek yang baru pulang dari memantau keadaan desa sekitar.
"Ah Rui, Karin, nenek sangat bahagia melihat kalian berdua pulang" Nenek memeluk kami berdua.
Kami tidak membalas pelukannya dan masih dalam kondisi marah, kakek yang curiga langsung menanyakan apa yang terjadi.
"Ada apa Rui, apakah ada masalah ?" kakek penasaran dengan raut wajahku.
Ketika ingin berbicara ibu membuka pintu mengejar kami sambil masih dalam kondisi menangis.
"Tidak Rui, kumohon jangan pergi"
"Maaf kakek kami harus pergi, kami sebenarnya ingin bertemu ibu tapi sepertinya ibu sedang sibuk dengan urusannya, jadi kami permisi dulu"
Sebelum ibu sampai untuk menghentikanku aku menggunakan skill teleport dan langsung berpindah ke dekat akademi.
Sebenarnya aku belum ingin memberitahu Karin tentang kemampuanku tapi karna pikiranku sedang kacau, aku langsung melakakukannya tanpa berfikir.
Sesampainya di akademi, aku langsung duduk diam dan meratapi kembali apa yang telah aku lakukan.
"Maaf kakak, karna keegoisanku, kakak jadi tidak bisa melepas kerinduan dengan ibu" tanpa sadar air mataku menetes.
"Tidak apa-apa Rui. Jangankan dirimu, akupun merasa kecewa dan takut. Dirimu yang trauma karena di buang oleh ayah, pasti merasa ketakutan jika ibu pergi meninggalkanmu bukan ?" Ririna mengelus kepalaku.
Aku benar-benar merasa sangat terbantu hanya dengan kata-kata dari wanita ini. Aku benar-benar beruntung memilki kakak seperti dirinya.
"Maaf... aku sungguh minta maaf, aku memang masih bocah dan egois, hanya memikirkan diriku sendiri dan tidak memikirkan bagaimna perasaan ibu, aku hanya tidak ketakutan jika dirinya pergi meninggalkanku seperti yang di lakukan ayah" aku meminta maaf dan menunduk di depan Karin.
"Tidak apa Rui, aku mengerti, tapi bagaimana kita bisa langsung kesini dalam hitungan menit bukankah ini area akdemi" Karin kebingungan.
"Aaah, maaf ini salah satu kemampuan manaku, aku bisa berpindah dalam sekejap ke tempat aku menandai lokasi dengan manaku"
"Ah , bagaimna caranya, apakah ini benar-benar sihir" Karin terlihat sangat penasaran.
"Mmm, agak rumit menjelaskannya tapi kerja manaku memang sangat berbeda dengan mana penyihir pada umumnya dan aku juga tidak bisa menggunakan sihir seperti penyihir lain" jawabku.
"Ahh, aku masih tidak percaya kau mempunyai kemampuan seperti itu. Aku bangga padamu rui, jadi apakah kau mempunyai kemampuan lainnya ?" Karin semakin penasaran.
"Iya... tapi maaf aku sedang tidak bisa menceritakan semuanya kepada kakak" aku benar-benar dalam keadaan yang tidak mood untuk bercerita.
"Aku mengerti Rui, kau pasti syok dengan kejadian tadi, aku juga sangat kaget melihat ibu bermesraan dengan laki-laki yang tidak aku kenal" Karin terlihat murung.
"Ahh... kalau begitu aku permisi kak, aku akan pergi berlatih saja" aku izin pamit dari tempat itu.
"Baiklah Rui, sepertinya aku dan kau juga membutuhkan waktu untuk sendiri, kalau kau butuh apa-apa langsung saja temui aku" ucap Karin padaku.
Setelah itu kami berpisah, aku ke lapangan latihan untuk menenangkan pikiranku dan kakak kembali ke asramanya.
Aku ingin menghiburnya tapi aku benar-benar dalam pikiran yang kacau. Jadi aku melampiaskan amarahku dengan berlatih menyerang boneka kayu dengan pedangku.
...Bersambung...!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Lanz D Kenzy
bagus, kekuatannya sangat berguna.
2022-10-30
1
Inru
Ririna, kamu pantang menyerah yah
2022-10-12
1
Blue
Skil nya hebat tpi sifat jelek
2022-10-09
2