Ririna yang sudah mengenali wajahku , telihat begitu bahagia. Dirinya menangis lega karena rasa takutnya kini telah menghilang.
Salah satu laki-laki itu mencoba untuk kabur. Namun dengan cepat belati sihirku menancap di kakinya hingga dia tidak bisa bergerak.
Lalu dengan tatapan penuh amarah aku memerintahkan mereka untuk duduk.
Mereka dengan penuh ketakutan menuruti kemauanku. Begitu pula dengan 3 wanita yang bersamanya.
Aku mulai menampar mereka kembali hingga lebam dan mereka merintih sambil meminta ampun dan memintaku untuk berhenti.
" To..tolong ampuni aku, aku mohon berhenti" salah satu gadis itu menangis dengan luka lebam di pipinya.
Tatapan memilukan terlihat dari wajah mereka, memohon untuk di kasihani. Namun aku sudah tidak perduli pada mereka dan menutup hatiku dari rasa belas kasihan. Aku hanya mengingat bagaimana wajah mereka ketika sedang menghinaku dan bagaimana wajah mereka ketika sedang tertawa melihat Ririna memohon ampun.
Mengingat kembali hal itu, membuatku langsung menendang wajah mereka semua. Aku tidak perduli itu wanita ataupun laki-laki, semua penjahat sama di mataku.
" Lalu kenapa aku harus menuruti permintaanmu" kataku setelah mereka tersungkur karena tendanganku.
Seorang wanita yang memukili Ririna terlihat marah dan malah mengancamku.
"Beraninya kau lakukan ini padaku, apakah kau tidak tau siapa aku. Aku Rose Maxswell, anak dari seorang Count. Beraninya sampah sepertimu melakukan ini padaku, kau akan menerima akibatnya."
"Hooh, begitu? lalu" balasku dengan kembali menendang wajah wanita itu hingga mulutnya bercuruan darah.
Dia berteriak kesakitan namun aku sudah menyelubungi area itu dengan manaku yang membuat suara teriakan mereka tidak terdengar orang lain.
Lalu seorang laki-laki dengan wajah yang lebam merintih kesakitan dan menatap ke arah diriku.
"Li..lihat saja nanti, kau akan menyesali ini dan akan aku balas perbuatanmu " ancam orang itu.
"Ya kami akan adukan ini ke profesor dan kau pasti akan dikeluarkan" sambut gadis yang lainnya ikut berbicara.
Namun wajah mereka terbelalak melihat beberapa belati muncul dan berputar mengitari tubuhku. Mereka terdiam dengan wajah ketakutan.
"Lalu mana bukti kalo aku melakukan ini pada kalian" wajah mereka terlihat pucat ketika mendengar hal yang sama dengan ucapan yang mereka katakan pada Ririna.
"Bukti katamu?, dengan luka dan jumlah kami sudah cukup untuk dijadikan bukti ke profesor" wanita itu kembali berbicara.
Aku menatap mereka dengan tersenyum, namun wajah mereka malah ketakutan karena melihat belati yang mengitariku kini sudah bersiap melesat ke arah mereka.
"Lalu, kenapa kalian tidak segera pergi melakukan itu" kataku mulai menantangnya.
Mereka yang bersiap untuk melarikan diri, dengan cepat belati-belati di sekitarku menikam kaki mereka.
"Akkkkhhhhhhhh" teriakan penderitaan dari mulut mereka terdengar begitu menyakitkan.
"Apa sesakit itu?" aku bertanya dengan wajah tersenyum ke arah mereka yang menangis dan ketakutan melihat senyumanku.
Darah bersimbah membasahi kaki mereka disertai tangisan akibat luka di seluruh tubuh mereka. Teriakan kesakitan sudah mulai tidak terdengar karena pita suara mereka ada yang rusak dan tangisannya terdengar sangat kecil.
Ada yang sudah tidak bisa berfikir jernih dan terus meminta tolong dengan tatapan kosong dan kaki mereka sudah tidak mampu berdiri untuk melarikan diri.
Namun wanita yang menyakiti Ririna dan ke dua laki-laki yang memegangi tangan Ririna, masih menjaga kesadarannya dan terus meronta-ronta menahan sakit.
"Kau psikopat gila, apa kau mau membunuh kami" tanya wanita yang masih waras tersebut.
" Oh membunuh, kedengarannya menarik, apakah kau mau menjadi orang pertama yang jadi korbanku" Aku menatapnya dengan tatapan dingin.
Ririna yang mendenger itu tentu saja terkejut ketika ucapan itu keluar dari mulutku. Wajah gadis itu, yang terlihat kesal kembali ketakutan.
"Tidaaak, maafkan aku, aku yang salah, aku tidak akan melakukannya lagi, kumohon"
Wanita itu berlutut ketakutan.
"Jadi, bagaimana perasaan kalian ketika menghinaku, menindas orang lain. Apakah menyenangkan?" aku menatap tajam ke arah mereka.
Mereka terdiam kehabisan kata-kata. Mereka terlihat begitu ketakutan dan tidak berani menjawab pertanyaanku. Namun wanita yang terlihat pemimpinnya tiba-tiba berlutut di depanku. Lalu tangisan yang begitu memilukan terdengar dari mulutnya.
"Ru..ruiii... ak..ku tahu apa yang aku lakukan padamu sa..salah. Aku benar-benar menyesal. Aku memang tidak pantas di maafkan. Na..namun kedua temanku hanya menuruti perintahku, jadi tolong lepaskan mereka" kata wanita itu memohon ampunan untuk temannya yang sudah di ambang batas.
Ririna yang melihat itu merasa kasihan dan tidak tahan dengan perlakuanku pada mereka. Mendekatiku perlahan dan memegang tanganku untuk menghentikanku bertindak lebih jauh.
"Rui, Sudah cukup" ucap Ririna lirih.
"Dan kenapa aku harus mematuhi ucapanmu, kau pikir kau berhak memerintahku" aku membentaknya dengan kesal.
Ririna terkejut mendengar ucapanku.
"Jangan salah paham, aku melakukan ini karna mereka membuatku jengkel" aku menepis tangan Ririna dari tanganku.
Lalu Ririna menamparku sambil menangis.
"Cukup Rui sadarla. Aku mohon.. sesungguhnya aku tidak perduli pada mereka, tetapi aku tidak mau kau bertindak lebih jauh dari ini karna firasatku mengatkan jika kau lanjutkan ini kau akan kehilangan sesuatu yang penting dalam dirimu" teriakan serta tangisan Ririna membuatku kembali menyadari tindakanku.
Aku terdiam dengan ucapan Ririna dan mulai mengalihkan pandanganku ke 6 anak yang masih ketakutan tersebut.
"Baiklah aku akan menghentikan ini, tapi jika salah satu dari kalian membocorkan kejadian ini. Kalian semua yang akan menerima akibatnya. Camkan itu !"
Mendengar hal itu terlihat tangis bahagia di wajah mereka yang di penuhi luka.
"Ak..aku berjanji, terima kasih atas kemurahan hatimu" Jawab mereka dengan nada yang masih ketakutan.
Namun Ririna masih cemas melihat noda darah serta luka-luka yang terlihat begitu parah di tubuh mereka.
"Tapi Rui, bagaimana dengan luka merka. Para profesor pasti curiga kenpa mereka bisa terluka dan berakhir seperti ini" tanya Ririna cemas.
"Ahh, tidak perlu hawatir masalah ini. Kami pasti mendapatkan alasan yang bagus untuk meyakinkan profesor jadi tolong lepaskan kami segera, aku ingin mengobati luka-lukaku yang mulai semakin perih dan membawa temanku yang pingsan" wanita itu memohon untuk segera di biarkan pergi.
"Kalian tidak perlu melakukan itu" ucapanku membuat mereka bebingungan.
Aku mulai mengarahkan manaku pada tubuh mereka dan sedikit demi sedikit mulai menyelubungi tubuh mereka.
Mereka sedikit ketakutan dan mulai panik karena merasakan sesuatu yang aneh sedang merayap di tubuh mereka.
"Cukup diam dan tenang, atau aku akan kembali menyiksa kalian" mereka terdiam ketakutan dan hanya bisa pasrah.
Namun tiba-tiba, mereka semua sangat terkejut dan tidak percaya apa yang mereka lihat. Luka-luka di tubuh mereka kini tertutup. Mereka mengetahui ini perbuatan Rui. Kemampuan itu membuat mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi karna di dunia ini sihir yang dapat mengembalikan luka seperti sedia kala hanya bisa di lakukan oleh sihir ilahi dari sang saint.
Bahkan Potion penyembuh hanya bisa mempercepat proses tubuh menyembuhkan diri.
Aku juga awalnya terkejut karena skill ini dia dapatkan secara kebetulan. Ketika mencoba merubah bentuk belati sihir ke bentuk yang lebih padat dan tajam, aku tidak sengaja menggores ibu jari pada tangan kiriku ketika mencoba ketajamannya.
Lalu aku mencoba menghentikan pendarahannya dengan memadatkan mana yang paling murni pada area lukanya, tapi entah kenapa mana yang menyelimuti lukaku malah terserap dan membentuk jaringan kulit yang baru dan akhirnya lukaku menutup dan sembuh total.
Awalnya, Akupun terkejut dan kebingungan dengan apa yang terjadi. Namun aku juga menjadi sangat senang dengan kemampuan yang aku dapatkan secara kebetulan. Aku mulai menyayat tanganku lagi dan lagi dan rupanya bisa langsung di sembuhkan.
"Tapi bagaimana jika ke tubuh orang lain" pikirku dalam hati.
Karna penasaran aku mulai mencoba pada binatang seperti kelinci dan binatang lainnya dan aku mendapatkan hasil yang memuaskan.
Hingga pada pengujian terakhir, aku secara diam-diam mengendalikan belati sihirku ke tangan seorang penjaga keamanan di mansion. Karena sangat cepat, penjaga itu tidak menyadari luka sayatan di tangannya. Setelah melihat dia terluka, aku mulai mengarahkan manaku yang paling murni ke lukanya dan seperti dugaanku ternyata berhasil. Lalu aku menamai skill ini, Purifycation.
Lanjut ke saat ini.
Setelah aku menyembuhkan mereka, manaku benar-benar di ambang batas dan aku hampir pingsan namun aku berusaha keras menahan diriku agar tetap tersadar dan tidak roboh.
Lalu aku menyuruh mereka semua pergi dari tempat itu. Para laki-laki menggendong wanita yang pingsan dan segera pergi dari sana. Namun wanita yang dulu pernah menghinaku merendahkan kepalanya dan pergi dari hadapanku.
...Bersambung...!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Jans🍒
bertahaann
2022-10-26
1
Inru
Sakit banget pasti itu
2022-10-12
2
Inru
Duh, sakit
2022-10-12
1