Sinta yang masih tertawa puas, masih menatap Alea. Tetapi Alea yang sedikit cemberut dan takut ketika tempat itu adalah jadi tujuannnya.
"Al. Udah dong ga usah ngambek!"
"Heuuuuumph."
"Diih, ga seru kan. Masa gitu aja sih, lagian tadi klo ga bilang copet kamu ga akan mau keluar Al. Pasti masih nutup kunci mobilnya."
"Ta, sebelum kita masuk. Jelasin kita bakal masuk ke club ini. Untuk apa? Gue ga akan mau masuk dan tetap diam di sini pokoknya!"
"Kita mau ketemu pak Venzo Al. Doi lagi di sini, sebenarnya kita mau ke gedung sebelahnya. Ada orang yang mau gue cari. Tapi kalau sahabat gue gak mau, tunggu di sini aja ya Al. Sorry!"
Sinta berjalan cepat. Tapi Alea yang tidak tega, ia mau tidak mau untuk ikut melangkah di sisi Sinta. Tatapan lirikan Sinta bagai mood yang jail. Hingga di mana mereka saling menatap dan masuk ke dalam tujuannya.
"Good."
"No Good. Udah cepet ga pake lama!" ketus Alea.
Sesampainya. Alea masuk kedalam bangunan ruangan tinggi hitam, sudah pasti gelap. Dua penjaga meminta id. Begitu terkejut nya Alea menatap Sinta mempunyai kartu itu.
"Sin. Lo kok bisa punya ...?"
"Ini. Kartu vvip, orang dari pak Venzo. Klo gak, mana mungkin kita bisa masuk."
Alea terdiam, begitu menatap ruangan tertutup tapi masih dengan sekat yang luas. Di lantai dua, Alea terdiam saat menatap seisi penghuni pria dan wanita dengan pakaian yang sangat berani. Mungkin pakaian feminim mereka masih terlihat sopan.
Alea melangkah sedikit gemetar. Matanya memejam dan meredup bagai wanita yang sedang sakit. Sinta menoleh, memegang bahu Alea.
"Lo gak apa - apa, Al?"
"Aduuh. Gue ga sanggup Sin.. mereka kok ada yang sama sekali ga pakai busana?"
"Udah sih. Hirauin aja, nah itu dia. Kita kesana Al. Tuh pak Venzo."
Sinta duduk dan menghadap pada pak Venzo. Ia memberikan amplop coklat berisi file dalam flashdisk yang tadi di kerjakan. Alea duduk senyum dan tak mengira jika bos nya akan di temani dengan wanita aneh menurutnya.
Malu banget gue jadi cewe Sin. Kenapa mereka mau? bisik Alea.
Mau gimana lagi. Udah tuntutan, lagian kan emang cari duit di sini lebih cepet. Cuma model kaya kita jangan sampe deh!! balas bisik Sinta pada Alea.
Kenapa emangnya Sin? tanya Alea.
"Bodoh. Jangan di piara, lah bisa bisa kita hamidun tanpa laki lah!" ketus bisiknya.
"Kalian kenapa bisik - bisik?" tanya bos Venzo.
"Haah. Enggak kok pak, Alea bingung semua wanita pada ga pake busana. Apa gak kedinginan?" polos Sinta.
Alea menyenggol bahu Sinta. Pertanyaan bodoh macam apa. " Sinta, kamu sebut aku bodoh. Dia sendiri."
Alea meniup poni dan menghembus nafas. Sementara Sinta hanya tertawa memperlihatkan gigi tak berdosa.
Di satu sisi. Alea menatap seseorang yang ia kenal. Lalu menatap wanita yang tak ingin ia jumpai.
"Al. Lo mau kemana?"
"Bentar Sin. Ke toilet sebentar, permisi bos. Jika berkenan saya sekalian pamit. Sin gue tunggu di luar ya!"
Alea melangkah cepat mengikuti seseorang. Hingga beberapa puluh menit ia menunggu. Dari toilet wanita dan kembali keluar mengikuti.
Betapa terkejutnya ia menatap seseorang yang ia kenal. Ia tak menyangka, semoga ia benar benar salah lihat. Tapi sayangnya itu benar.
"Irene. Kenapa masuk ke ruangan itu. Kenapa bukan sama Mas Haris?"
Alea menghampiri dan membuka sedikit celah pintu. Lalu menatap sempurna kegiatan Irene yang bertelanjang. Membuka sedikit pakaian, lalu bersandar pada pria Lain.
"Aku harus hubungi Mas Haris. Dia pasti ga tau kan?" batin Alea. Ia mencoba menghubungi Haris tapi sulit untuk tersambung.
"Al, lo ngapain di sini?"
Alea menoleh, cukup terkejut saat itu. Hingga ia ikut bicara hal lain. Agar Sinta tak banyak bicara dan bertanya tentang kenapa dia lama diam berdiri di ruangan orang lain.
"Udah selesai Sin. Mau hubungi seseorang susah sinyal ternyata. Ayo kita mau ke gedung sebelah kan!"
"Oke." Sinta mengangguk, dengan tatapan kebingungan dan curiga.
Beberapa saat kemudian, Alea merasa bajunya tersangkut. Ia pun melirik perlahan ke arah sisi kanan. Sementara Sinta telah berlalu menepi di luar gerbang pintu yang sedang sibuk menerima panggilan.
Pintu pun tertutup, Alea ingin berteriak tapi mulutnya di himpit oleh seseorang ke sebuah ruangan skat berbilik, meski salah satu dua bodyguard meliriknya dan menjaga.
Alea berusaha ingin berteriak, hingga di mana ia berhasil keluar dari dekapan seorang pria yang tak bisa ia lihat wajahnya. Aroma parfum yang menyengat tak asing, membuat ia ingin muntah begitu saja.
PLAAAAAKH.
Tamparan dan tendangan pada sebuah manuk kepemilikan pria. Alea mendorong tubuh pria itu, hingga baju nya hampir berantakan.
"Dasar pria gila. Enyaaaahlah kau!" teriaknya.
Alea berusaha pergi dan membuka pintu. Sehingga tatapan dua penjaga pintu luar, langsung menunduk dan membukakan pintu. Ketika mata tajam Alea membuat mereka takut.
"Siiiiet .. cari wanita itu. Jangan lepaskan Dia!" ucap seseorang.
Hingga di mana Alea membenarkan baju. Ia begitu berdegup gemetar. Kala perlakuan tadi seperti pelecehan, tapi jika ia menuntut. Apa jadinya, ia tak mungkin memberi perhitungan pada pria rupawan berkelas.
"Semoga aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Wajahnya gelap, tapi postur tubuh pria itu mengapa ga asing ya. Haaah .. malam yang penuh kesialan." lirihnya.
"Al. Lo dari mana tadi?" tanya Sinta.
"Gu- gue tadi dari toilet Sint. Ya, tadi ke toilet lagi." gugup Alea menjawab.
Sinta merasa ada yang tak beres. Hingga menatap Alea duduk tak nyaman, kakinya sedikit gemetar dan menutup matanya.
"Oke. Cerita nanti ya, gue harus ketemu sepupu nih Al. Doi berulah, dia minjem ke renten pake nama alamat gue lagi. Gilaa kan!" tatapnya.
Alea terhentak kaget, ia hanya membalas satu patah dua patah kata. Ingin rasanya Alea bercerita dan Sinta terkenal dengan bela dirinya. Sehingga mungkin ia bisa memberi perhitungan pada pria asing tadi, teganya dia menutup kilat bibirku dan menarik ku seperti tadi. Astagaaa!
Alea masih menatap di meja sebelah. Sinta sedang bergulat omongan pada sepupunya itu. Hingga di mana Alea lupa ingin menghubungi Mas Haris kala itu.
"Mas. Bisakah kamu meluangkan waktu, aku ingin bicara satu hal padamu!"
Pesan Alea pada nomor Haris. Hingga di mana ia menutup mata dan memejamkan bayangan pria tadi yang menarik tubuh dan tangannya. Hingga di mana kecupan rakus lembut itu membuat Alea mengingat.
"Aaakh. Kenapa jadi ingat tadi sih?"
Alea memukul mukul kepalanya. Ia berharap bisa melupakan kejadian tadi. Bibirnya yang basah pun, terasa sangat basah dan masih bertanda belahan di tengah bibinya.
"Mas. Aku menikah denganmu, tak pernah aku di sentuh oleh siapapun. Tapi mengapa tadi, aku merasa diriku kotor. Aku merasa jijik pada diriku sendiri. Harusnya kecupan pertamaku ini padamu Mas. Setidaknya perpisahan yang kamu inginkan. Kamu membuat tanda agar aku tahu diriku."
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
👉🏾ADELIA😍🤝
Bgus tu Karma buat harus. Lagian alea suda di jerai ngk usah ngurusin np
2022-10-21
1
Fatma Kodja
ternyata Irene wanita murahan, jangan " anaknya juga bukan anaknya Haris, tapi anak dari hubungan gelapnya, dan mengenai diagnosa bisa aja ada yang memanipulasi kalau Alea mandul padahal nyatanya tidak
2022-08-19
2