Haris duduk terdiam. Memicingkan senyuman, lalu menatap ponselnya yang berdering dari Irene. Tak lama ia melanjutkan kembali melangkah, hingga membuka gagang pintu mobilnya agar terbuka.
Haris duduk lalu menyalakan mesinnya, ingin sekali ia melakukan pedal gas dengan kencang, melewati taksi yang di naiki Alea. Dengan wajah geram dan keringat mengepal, ada rasa benci yang muak melihat ke pura puraan Alea, karena dirinyalah dia hilang rasa cinta karena diagnosa dokter Alea mandul.
"Kamu tidak tau aku. Alea jangan pernah menasehatiku, siapa kamu. Kamu hanya orang kepercayaan orangtuaku, bagaimana bisa kamu menceramahiku seperti tadi!"
Alea pun sadar, ia menoleh ke arah jendela kanan. Lalu menatap mobil Haris yang berlalu kencang, melewatinya hampir menyerempet.
"Astaga. Orang kaya tidak tau aturan! Jika saja saya punya jantung. Bisa celaka ini." supir taksi menggeleng kepala. Menatap spion ke arah Alea yang terdiam.
"Tak apa pak. Saya juga terkejut, mungkin pria itu tadi sedang buru- buru. Bagus kita tak apa kan?" Alea sedikit mengeles dan menutupi wajahnya.
"Ya. Buru - buru, orang jaman sekarang hanya terlalu sibuk. Tetapi membahayakan nyawa oranglain. Tidak patut ditiru. Jika tadi saya berhenti dan mobil itu berhenti, sudah pasti berlanjut Non." senyumnya.
SETIBANYA DI KANTOR.
Alea menuju ruangan barunya, ia mengambil dokumen yang tertinggal. Tapi beberapa orang menatapnya dengan sinis, salah seorang karyawan mengenalkan dirinya, setelah berdiri tepat di depan meja Alea.
"Kenalkan. Saya Desi, ini dari pak Chiyo. Jika butuh sesuatu, saya ada di meja sudut belakang. Tapi saya juga masih baru, jadi hiraukan tatapan senior ya!"
"Owh. Begitu ya, baiklah. Saya Alea." senyum berjabat tangan.
Alea yang meneruskan pekerjaannya. Ia menatap dering pesan dari rumah sakit. Alea membacanya dengan menghela nafas, ia sadar dirinya telah benar - benar kehilangan Haris.
Tapi ia tak mungkin mengabaikan Mama Riris, meski bukan lagi tanggung jawabnya. Mengingat kebaikan Mama Riris mertua terbaik, jasanya. Ia selalu anggap dia adalah ibu kandungnya.
"Jangan menangis Alea. Tagihan rumah sakit ini mungkin masih bisa di cicil. Jangan menyerah, keselamatan adalah yang utama. Abaikan masalah yang datang. Semua pasti akan berlalu!" deru batin Alea, menyemangati dirinya sendiri.
Saat Alea tersenyum, ia senang karena pekerjaannya telah hampir selesai. Tapi tiba saja bos kurang sopan datang di saat tidak tepat.
"Alea. Tolong periksa berkas ini, ingat saat ini juga saya tunggu. Dua jam bisa kan, cepatlah!"
Alea mendengus nafas panjang. Ia menatap delapan tumpukan berkas hitam. Ia menatap langit tembok dan lampu kantor yang berada di atas kepalanya, menatap seisi ruangan dan menatap meja lain yang telah berkemas ingin pulang.
"Aaakh! ini sudah waktunya jam pulang kerja, hari pertamaku mengapa seburuk ini. Aku akan pulang jam berapa. Dasar bos crazy, mana bisa urus semua ini dalam dua jam."
Tak ada hal lain, ketika semuanya telah pulang. Menyisakan dirinya dan ruangan bos yang menyala. Alea tetap serius dan mengabaikan pesanan makanan dari Sinta.
"Al .. lembur boleh. Di makan ya, jangan sampe enggak. Gue bakal tunggu di lantai bawah. Kita bareng ke rumah sakitnya!" tutur Sinta.
Alea menatap pesan dengan senyum. Di saat hatinya yang kacau, hanya Sinta sahabat yang ia percaya. Ia pun menatap jam telah pukul delapan, hingga ia beres dan mengantarkan bersiap keruangan pak Chiyo.
TOK! TOK!
"Pak. Maaf, saya baru selesai. Saya mengantarkan ini!"
"Ya. Duduklah, saya akan cek satu persatu. Duduklah sebentar!"
Masih dalam tatapan diam, datar dan wajah kesal. Alea menahan emosinya untuk menggebrak meja sang bos. Mengingat ia masih baru, ia tak mungkin membuat kesalahan.
"Pak. Apa di periksa malam ini juga?"
"Ya. Jatah lembur tetap di hitung, tunggulah. kamu tidak ada waktu pergi atau berkencankan. Tunggulah, saya tidak suka ada berkas kesalahan!"
Gerutu Alea masih dengan bahasa hewan. Mimik bibirnya bergetar kesal, mengingat sahabatnya telah menunggu lama di loby.
Alea pun hanya pasrah. Ia meminta ijin dan mengirim pesan pada Sinta untuk tidak menunggunya. Meski ia tau, Sinta pasti kecewa tapi ia bukan tipe teman yang buruk dan selalu mengerti keadaannya. Begitupun Alea pada Sinta.
***
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN.
Alea kini rutinitasnya sibuk akan hal kerja dan kerja, demi pengobatan mama Riris.
Di rumah sakit, pukul enam pagi.
"Lo tau gak Sint. Gue semalam, gila pengen banget nemplokin kopi panas. Segitunya jadi karyawan baru, masa gue di bikin sibuk. Entah kenapa gue pengen balik lagi. Kenapa juga Pak Venzo kirim gue kesana?"
"Al. Sabar .. gue ngerti kok. Tapi setau gue, pak Chiyo itu baik. Gue denger dari cara perlakuan dia beberapa waktu lalu. Tapi kalau di kantor dia kan bos. Bukannya keren ya?" tatap Sinta.
"Diieh. Baru gitu aja, udah belain. Keren dari mana coba?" gerutu Alea.
Alea dan sinta duduk di ruang tunggu. Ia menunggu panggilan dari kasir rumah sakit. Hingga ia syok menatap lembaran putih merah.
Lima belas menit Alea terdiam. Ia menatap tagihan yang harus di lunaskan bulan ini sebesar dua ratus juta dengan pengobatan selama satu tahun. Alea menatap Sinta dengan gemetar, hal yang tak mungkin ia kumpulkan dengan waktu singkat.
"Apa saya bisa mencicilnya dok?"
"Saya akan rujuk dan bantu. Tapi hanya lima persen. Namun uang muka seratus juta harus terkumpul agar pengobatan Nyonya Riris tak berhenti. Maaf Alea, saya sudah semampu membantu, mengingat kamu teman baik almarhum adik saya."
"Aaakh. Ya, saya benar - benar berterimakasih pada dokter Ken. Saya pasti akan segera melunaskannya. Pastikan Mama saya sembuh dok!"
"Baiklah. Semampu saya, jika boleh tau. Dimana putra bu Riris. Mengapa tak datang dan saya butuh menjelaskannya?"
"Dia .. Dia, mulai saat ini. Pasien bernama bu Riris adalah tanggung jawab saya Dok. Mohon untuk memutuskan komunikasi kabar tentang Mama. Karena dia menginginkannya!"
Dokter terdiam. Ia meminta maaf pada Alea meski tidak tau masalahnya, tapi dengan perkataan Alea cukup jelas ia simpulkan.
Alea yang telah pamit menutup pintu ruangan dokter. Ia menemui Mama di kamar pasien. Lalu selama lima belas menit pula Sinta menunggu dan menatap Alea.
"Mah. Bantu Alea dengan doa, bantu agar Alea bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Jangan pernah meninggalkan Alea. Jangan pernah membuat pengorbanan Alea sia - sia. Mama hanya punya Alea, begitupun Alea. Alea mohon sembuh ya Mah!"
Sinta hanya bisa mengeluarkan air mata. Ia menutupi wajahnya yang sembab tak tahan.
Dengan memakai kacamata bulat, ia membuat alibi dan kembali ke luar kamar pasien. Ia tak sanggup melihat Alea yang benar benar kesulitan seperti ini. Setelah perjalanan pernikahannya gagal, putra dari ibu yang terbaring lemah itu menceraikan Alea hanya karena Alea di diagnosa mandul, akibat operasinya dahulu yang di alami adalah Tumor ganas mematikan.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Fatma Kodja
menantu berhati malaikat, anaknya saja hanya sibuk dengan istri ke dua karena memiliki anak, sedangkan Alea didiagnosa mandul, meskipun dokter mendiagnosa mandul tapi kalau Tuhan berkehendak lain, maka tidak menutup kemungkinan Alea bisa mengandung, tapi apa mau dikata nyatanya Alea sudah di talak 3, jadi terpaksa harus menerima perceraian tersebut, tapi kasihan mamanya sakit dan bahkan butuh pengobatan yang sangat mahal Haris malah lepas tangan, benar" anak durhaka, tinggal tunggu karma bakal terjadi selanjutnya
2022-08-19
2