Tidak menyangka, ia tidak yakin suaminya dengan seorang wanita dan anak kecil. Hingga dimana Alea memutuskan untuk pulang, ia meyakini jika yang ia lihat bukan suaminya. Atau hanya rekan klien yang membuat waktu suaminya semakin penat.
"Mas, aku yakin kamu berubah karena lelah aku yang tak kunjung hamil, tapi bukan seperti ini mas. Jangan tinggalkan aku sendirian. Masa lalu kita sudah banyak kita lewati, jika kita bersabar. Aku yakin, kita pasti akan mendapat titipan seorang anak. Aku sudah coba melakukan promil, apa kamu kecewa akan tanda garis dua saat dokter bicara aku hamil setahun lalu, dan ternyata itu adalah penyakit serius yang membuat kandunganku bermasalah mirip orang hamil." lirih Alea dengan sendu kesedihan.
Alea pergi dengan wajah sembab. Hal seperti ini telah berulang kali membuat dirinya lelah dan pusing akan perkataan suaminya.
Ia melaju dengan taksi menuju tempat yang ia rasa cukup untuk tenang. Hingga menepi di rumah sakit, Alea berjalan menuju kamar tujuh kosong tujuh vvip. Ruang louis mawar putih. Sebutan dari sebuah rumah sakit untuk keluarga berkelas. Untuk dirinya, sudah pasti tidak mampu.
Hanya saja keluarga Haris mendapat segala fasilitas meskipun berlebihan. Sudah genap lima bulan Mama mertua koma. Hal itu membuat Alea yakin, jika mama mertuanya masih di beri kesempatan.
Alea duduk menatap kaca ruangan pasien. Dengan balutan seragam biru dan penutup kepala, serta masker saat menjenguk. Alea duduk tepat di samping kanan dan mencium tangan Mama Riris.
"Mama. Apa kabar? Alea datang lagi Mah. Apa mama tidak terganggu. Maafkan Alea yang menjenguk di jam malam. Ingin sekali Alea menginap, tapi Alea hanya di beri waktu tiga puluh menit." kecup Alea pada tangan Mama mertua.
Alea sadar menatap dirinya saat merelung. Ia bersendu memeluk dan menunduk di samping tangan mama mertuanya. Rasa sedih itu membuat ia rapuh, jika saja mama mertuanya tak kembali membuka mata. Maka sosok panutan orangtua benar benar mati tak ia dapatkan.
Alea tak pernah merasakan kasih sayang dari orangtua sedari belia, ia baru mengetahui dirinya dan saudara lainnya tak sedarah. Hal itu membuat Alea tersambar petir ketika ia adalah anak haram dari seorang pria yang kuat identitasnya.
Mama tau, apa Haris sekeras kepala sekali. Ia sangat tak memperdulikan cinta. Apa dia hanya selalu kerja dan bekerja di pikirannya. Apa Alea tak cukup pantas dan seimbang untuk jadi istri putra mama, apakah sikapnya berubah karena aku belum hamil. Mah, cepat siuman, aku rindu suara mama? senyum Alea menatap wajah mama mertua.
Tak sadar Alea yang menangis tersedu hampir saja tertidur. Jika saja suster tak datang mungkin ia akan menginap malam itu juga.
Beberapa Menit Kemudian.
"Mohon maaf. Nona, jam besuk telah habis."
"Terimakasih Sus. Saya juga akan segera pergi." menyapu pipinya yang basah.
"Mama. Alea pamit dulu, besok sampai Lusa. Alea tidak bisa jenguk mama. Tapi Alea sudah memastikan mama akan baik baik saja. Suster Lani akan membantu dan menjaga Mama. Alea sayang Mama." kecup Alea pada kening mama mertua.
Hingga berat langkah Alea yang ingin pergi. Ia harus keluar dan berakhir cepat untuk ke suatu tempat. Tanpa sadar, sebuah air mata begitu saja turun tanpa Suster dan Alea tau, karena pergerakan itu terlintas saat mereka menutup pintu. Tangan jari bergerak perlahan dan mengeluarkan air mata.
Alea ingin sekali pergi untuk menenangkan diri beberapa jam. Karena esok ia sudah pasti telah akan pergi Tour yang harus ia selesaikan bersama rekan kerjanya dan dua kelompok rekan kerja lainnya.
Alea berhenti di satu tempat paviliun sederhana tak jauh dari kantor. Ia menghubungi bi Onah untuk mengirim paket koper yang berada di kamar tamu. Saat itu Alea telah mempersiapkan dan menaruhnya di kamar tamu, untuk bersiap dan berjaga jaga.
Meski prepare yang tak masuk di akal. Ia selalu waspada dan benar saja waktu benar mendukungnya. Pasalnya bi Onah bicara jika kamar utama di kunci oleh mas Haris dan tak meninggalkan kunci cadangan.
"Baiklah bi. Terimakasih, saya tidak akan berada di rumah beberapa hari. Titip seluruh penghuni ya bi. Jika ada sesuatu kabarkan Alea!"
Alea memicingkan senyuman. Menatap langit dan meminum Coctail dingin dan roti bakar, yang memandang langsung ke arah langit perkotaan yang penuh kerlap - kerlip.
Kamu begitu tega Mas. Setelah mengatakan masih mempertahankan aku di rumah. Karena masih membutuhkan seseorang untuk merawat sang mama. Apa kamu membutuhkan suster atau istri, atau memang dasarnya kamu mendekatiku karena tak ada celah lain untuk melawan almarhum Papa.
Kamu begitu pecundang Mas. Aku akan membuatmu tak bisa melupakan aku. Meski aku merawat mama. Semua ketulusanku tulus karena peran mereka sangat penting bagiku. Aku kehilangan orangtuaku selagi bencana beberapa tahun silam, aku hanya punya kamu mas. Anehnya kamu dengan mudah meminta kita yang baik baik saja berpisah, hanya karena aku tak kunjung hamil.
***
Aku sangat beruntung mengenalnya. Tapi kamu .. saat masih ada Papa dan Mama yang terbaring. Kamu di mana mas?! benaknya.
"Apa kamu tidak kasian dan ingin melihat Mama Sembuh?" gumam Alea.
Tanpa sadar, seseorang memperhatikannya. Lalu pergi karena time yang tidak tepat untuk menghampiri Alea.
Sinta yang selesai bertemu kawan abu - abu sekedar reunian dadakan. Ia segera menatap sisi bangku yang mirip dengan sahabatnya itu.
"What. Alea .. serius gue ga salah kan?"
Alea teriaknya!! menghampiri hingga tepat berada di depan meja.
"Sinta. Kamu di sini, sama siapa?"
"Ga usah membalikan fakta. Aku mah jelas masih single. Lah kamu .. kok malam jam segini kamu masih berkeliaran. Kamu lupa Al, besok kita?"
"Aku tahu, sory! aku hanya penat. Jadi beberapa waktu, aku kerjakan tugas minggu depan hari ini." ujar Alea pamit menjauhi Sinta. Sinta tak bisa menemani Alea, tapi ia berusaha akan menyusulnya setelah pertemuannya selesai.
Alea menarik tasnya, lalu ia berjalan ke arah taman. Ia beberapa kali menghubungi suaminya. Akan tetapi begitu terkejut kala penerimanya adalah suara wanita.
"Tunggu! nomornya ini bener. Tapi kok perempuan?" lirih Alea, dengan mata yang teramat sedih, ia menutup ponselnya.
Alea pun mengirim pesan suara, ia berharap suaminya bisa membalasnya. Akan tetapi apa yang ia dapatkan, suaminya terus saja mengabaikannya. Sehingga saat ia menangis, kala itu seseorang datang menepuk bahunya. Sehingga kesedihan Alea buyar begitu saja, dan menghapus air matanya. Tanpa memperlihatkan seseorang yang melirik Alea.
Girls. Kita bertemu lagi. Permohonan maafmu tak bisa aku kabulkan. Tunggu selesai wawancaraku berakhir ya!
Alea membuka mata. Setelah bisikan itu terngiang. Pria itu sudah tak ada, sehingga ia bangun dan menggerutug kesalahan bodohnya.
"Astaga. Tadi itu siapa ya, kok suaranya ga asing ya?" benak Alea, kala menoleh suara pria itu tidak ada.
'Tunggu! apa dia yang tadi bicara padaku?' batin.
Alea dengan sadar, ia masih menatap punggung pria itu.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
ratu adil
knpa kmu membuat alea sangt naif dan bodooooh bgt thor...msok udh di gugat plah g mau trus udh tau suamix g repsek plah msih berhrp...nek bodoh apa cba
2022-08-26
0