Alea yang berada di kantor. Akhir akhir ini terlihat murung, ia menjadi gila kerja dan selalu lembur. Hal itu membuat Sinta kebingungan, hingga di mana ia merenggangkan jarak, agar Alea sendiri tapi tetap mengawasi.
"Apa yang dia lakukan?" tanya Pak Venzo.
"Haah. Maksud bapak, siapa?" Menoleh dan menyadari jika Sang atasan menatap Alea yang tak berkedip. Gesit dan selalu melupakan makan jam siang.
"Perhatikan rekan baikmu Sinta!"
"Heeuh .. iy pak. Saya mengerti, saya sudah melakukan banyak cara. Tapi ia tidak mau makan, bahkan ia melupakan hari kerja terlihat, seperti robot saja. Tapi bapak tenang saja, saya akan memaksanya!"
Chiyo kali ini datang. Ia menatap berkas forma Alea. Paman Venzo mengatakan jika karyawannya sedang tidak baik. Hingga ia menaikan satu alis.
"Seberapa profesional dirinya bekerja .. Tak peduli apapun itu. Saya hanya mau dia di pindahkan ke ruangan ini. Project ini tidak bisa mengulur waktu!"
TLING!! CHAT BEGITU SAJA TAMPIL DI LAYAR PONSEL ALEA.
Alea kini memasuki ruangan pantry. Ia mengaduk ngaduk teh yang di buatkan Sinta. Alea hanya tak bersemangat untuk makan dan minum. Apapun ketika ia tak mempunyai kerjaan.
"Al. Jangan kaya gini dong, please!"
"Sint. Gue gak kenapa napa kok. Lagian lagi bosen aja. Semua kerjaan dah rapih. Apa gue bantu berkas lo aja Ya?"
"Haaaah.. Bu- buanyak bener Al. Jangan kaya gitu, bisa habis gue nanti sama pak Venzo."
Tak lama saat mereka bicara, seseorang datang membuat kegaduhan. Ya Putri yang ingin mengambil piring untuk makan siang di kantor.
Hari itu kesal karena banyaknya deadline dan lembur berhari hari. Tapi menatap Alea yang berdiri bagai ayam kaku, ia bersemangat untuk menggodanya.
"Aduuuh .. Aduuh. Anak haram ngapain di sini. lagi Galau ya?" sinis Putri.
Sorot mata Sinta ingin sekali mengguyur teh panas. Di cangkirnya membuat dirinya kesal menatap wanita sesama karyawan yang mencari sesuap nasi. Tapi ia lebih kesal saat Alea di olok olok seperti itu.
"Eeeekh. Lo bisa ga diem!"
"Enggak. Emang kenapa sih, gue natap bicara kaya gini ke Alea. Kenapa elo jadi nyolot. Jangan jangan lo satu spesies ya?"
"Sint.. Udah ya! Kita pergi dari sini, ga perlu ladenin orang yang cuma cari panggung!"
"Cari panggung. Haaah gue." tatap Putri.
Alea membuat mata Putri kesal. Biasanya ia selalu diam dan menangis. Tapi kali ini ia membuat mata menohok tak percaya dengan ucapan balasan Alea.
Sehingga Putri menggeleng kepala dan mencubit pipinya. Apa dia bermimpi saat Alea menepisnya.
"Auuuuw .. Sakit kok." gumamnya.
Di BERBEDA TEMPAT.
Melin menatap seru. Kali ini ia tak menyangka jika ia akan ada project kerjasama ambasador dalam sambutan acara AHA. Hal itu ia tak menyangka jika telah menandatangani di bawah perusahaan yang terdiri dari beberapa kandidat termasuk Alea.
"Haaaahaaa .. Alea .. Alea. Kamu akan tersiksa jika bertemu denganku. Kamu ga akan lepas dari kebencianku, juga Honey ku. Haris akan selalu membencimu, terlebih aku telah mempunyai anak daru suamimu itu." seru batinnya.
Haris meletakkan jas dan melingkarkan lengannya. Tepat menatap jendela, ia menatap istrinya Irene sedang berdiri menatap arah balkon. Ia langsung melingkari dan mengecup tungku leher sang istri kala ia rindu.
"Sayang. Apa yang kamu pikirkan?"
"Honey. Kamu datang selalu mengagetkan saja. Ayo bersihkan diri kamu ya!"
"Aku mau kita lakukan sesuatu dulu. Bagaimana?" gelitik Haris membuat Irene meletakkan ponselnya dan menutup tirai.
DI RUMAH SAKIT RUANG KAMAR TUJUH KOSONG TUJUH.
"Nyonya Alea. Kondisi bu Riris semakin baik. Hanya saja masih perlu beberapa waktu. Cairan infus yang kami berikan. Hanya bisa membuat asupan bertahan pasein. Apa ada lagi yang ingin di tanyakan?"
"Ooooh. Begitukah? Baiklah. Saya hanya perlu sesuatu untuk merujuk. Jika mama saya di rawat di rumah apa bisa Dok?" tanya Alea.
"Begini. Hal seperti ini memang langka, tapi mengingat kondisi pasien bisa menggerakan tangan. Dalam hitungan detik saja, ada kemungkinan bisa sembuh. Tapi untuk saat ini, masih perlu dalam perawatan rumah sakit. Apa keberatan Nona?"
Alea menggeleng kepala. Lalu ia pamit bergegas ke ruangan mama mertuanya. Ia menatap lampiran biaya rumah sakit yang tak sedikit. Lalu ia segera melipat dan mengatur deru nafasnya.
"Mas. Aku ga percaya soal seperti ini. Atau biaya hidup istri barumuitu cukup tinggi. Hingga biaya rumah sakit mama, kamu abaikan. Apa Irene melarangmu, kamu lebih jahat dari yang aku duga. Mama masih perlu pengobatan lanjut kamu malah mencabutnya." batin Alea.
Alea meletakkan tasnya. Lalu menatap mama Riris dengan sayup katup mata lelah. Ya Alea lembur akhir akhir ini. Sidang pengadilan akan terlaksana, kala Haris telah mengugatnya.
Tapi ia tak mengabaikan waktu sekalipun mama mertuanya yang masih berjuang melawan takdir di rumah sakit.
Alea mengingat saat meminta tanda tangan Haris sang anak. Irene menepis dan meminta Alea pergi untuk tak menganggunya.
Dasar wanita jelek. Bodoh, untuk apa suamiku harus mengeluarkan biaya sebesar ini. Hanya untuk mayat hidup tak ada gunanya. Bukankah jelas dia telah mati? Tawa Irene kala itu.
"Jaga bicaramu Irene!" kesal Alea.
Hampir saja Alea ingin menampar saat Irene mengatakan hal semenakutkan. Tapi Haris menepis dan menamparnya. Ia cukup terkejut karena Haris mendengar. Tapi ia memihak dia, dari pada perkataannya yang membela mama.
"Keluarlah Alea. Kamu dengar baik - baik. Jangan pernah injak kaki di mansion Rumahku!"
Alea yang menatap bi Onah dengan wajah sedih. Tak tega mengeluarkan koper dan barang barang Alea keluar pintu pagar.
Awalnya ia ingin menanyakan permintaan dokter. Tapi jawaban Haris sangat memilukan hatinya.
"Mas. Jika kamu tak mau anggap Mama. Ingatlah, mama masih bernyawa. Apa kamu membuangnya demi semua tercapai?" deru Alea.
"Sudahlah. Dasar wanita bodoh. Pergi kau sekarang!"
Irene menendang Alea. Meski kala itu Haris menatapnya. Tapi ia malah masuk dan mengabaikan aksi istri sah dan istri siri yang beradu mulut. Alea tau jika bi Onah ingin melerai, tapi ia tak berani untuk membantunya.
"Dengar ya. Lo pergi, atau setiap kita bertemu Perhitungan karena kamu itu cuma benalu."
Alea pun bergegas tinggal di rumah Sinta beberapa saat. Hingga di mana keputusan pengadilan datang dengan surat panggilan. Ia sempat menghubungi pengacara untuk mengurus segalanya.
Alea menatap berkas map hitam. Ia teringat perkataan Pak Venzo. Jika ia akan di mutasi ke kantor untuk menjadi sekertaris percobaan mendampingi Pak Chiyo Abraham. Hal itu membuat lemas, malu saat menatapnya.
"Aku ga ada jalan lain. Selain menerima tawaran Pak Venzo. Aku butuh biaya besar, juga tempat tinggal untuk aku menyewa. Setidaknya aku membeli rumah kecil dengan kpr untuk tinggal. Dengan begitu tambahanku adalah baiya tiap bulan yang menggunung."
Alea menarik nafasnya. Hal yang semakin rumit akan kehidupan rumah tangganya.
'Haruskan aku akhiri, setelah bertahun tahun, mas Haris yang ku akui setia. Akan tetapi ..?' batin.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Mira ocha
haris enggak tau diri
2022-08-23
1