BAB 16

Zahra mengangguk angguk tanda memahami sesuatu.

"Ini petunjuk yang sangat berguna mas Arif"

"Kita harus gerak cepat, gimana caranya agar pak Pras bisa pulang hari ini juga" Arif terlihat sangat hawatir.

"Kita harus bisa membuktikan bahwa Mas Pras tidak bersalah, dan pihak penuntut mencabut laporanya baru mas Pras bisa pulang"

Zahra dan Arif terus mencari jalan agar Pras bisa bebas.

" Kalau hari ini kita tidak menemukan bukti, terpaksa mas Pras menginap di kantor polisi. Tapi akan saya coba dengan jaminan"

Arif sangat kagum dengan ketangkasan Zahhra dalam menghadapi masalah, dari luar dia kelihatan seperti gadis lugu yang polos, namun di baliknya ternyata dia seorang gadis lincah berwawasan luas dan cekatan pula.

Sekarang kita coba periksa cctv dulu mungkin kita bisa dapat petunjuk yang lebih jelas"

"Sebaiknya kita komfirmasi pak irfan,, beliau punya jabatan penting di perusahaan, saya lihat beliu juga bersimpati atas apa yang menimpa pak Pras."

"Kalau begitu ayo jangan buang buang waktu" ajak Zahra.

Setelah menghadap pak Irfan, Arif dan Zahra menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Saya juga tidak percaya kalau Pras berbuat begitu.

Dia adalah pekerja yang jujur"

Setelah itu pak Irfan membawa mereka keruang oprator.

" Mas, kami minta rekaman cctv di depan ruangan pak Pras dalam kisaran tanggal dua enam sampai dua sembilan" Eko si oprator langsung sigap melaksanakan permintaan Arif.

Mereka melihat dengan seksama, tidak ada kegiatan yang mencurigakan, mereka hampir saja putus asa. Namun tiba tiba..

"Tunggu, tahan di situ mas!" Zahra melihat ada bayangan hitam di malam ke dua delapan sedang mengendap endap masuk keruangan Pras.

"Bisa di perjelas mas" Arif tidak sabar.

.

Seseorang berpakaian serba hitam itu sangat mencurigakan Wajahnya di tutupi.

"Kita tidak bisa melihat wajahnya dia memakai penutup wajah." keluh Zahra kecewa.

"Coba lanjutin mas!"

Kini orang itu mulai mendekati komputer di meja Pras.

Dia terlihat mengotak atiknya.

" Tu kan jelas dia merubah laporan yang sudah di buat pak Pras" Arif merasa geram

Sementara itu sepasang mata tengah mengintai kegiatan mereka.

Si pengintai terlihat menelpon seseorang.

"Kamu harus hati hati, mereka sangat cerdik, mereka sedang memeriksa cctv, pikirkan langkah selanjutnya agar kita tidak ketahuan"

Telpon terputus. Perlahan sang pengintai pergi dari tempat itu tanpa meninggalkan suara sedikitpun.

"Yang jelas sekarang kita harus mendapatkan file laporan yang asli, masalahnya kemana orang itu membawanya dan siapa dia?"

Zahra memijat keningnya sendiri.

Terlihat butiran butiran bening mulai muncul di sekitar kening menghiasi hijab yang di pakainya.itu pertanda emosinya sedang terkuras.

Saat mereka sedang kebingungan melintaslah pak Maman si cleaning servis.

Dia menahan langkahnya saat tau ada Arif di antara mereka.

Arif yang tak sengaja melihat pak Maman pun menyapanya.

"Ada apa pak Maman?"

Pak Maman memberi Isyarat agar Arif mendekat.

"Mas, dari tadi saya cari cari mas Arif, saya mau lapor sesuatu ini menyangkut pak Pras"

Arif tetkejut mendengar kata Pras. Dia memberi isyarat pada Zahra agar mendekat.

"Ayo bicara apa yang pak Maman ketahui"

Pak Maman memandang Zahra, dia ragu hendak cerita.

"Jangan takut, dia Zahra pengacara yang akan membela pak Pras" ujar Arif.

Setelah yakin di sekitarnya sudah aman pak Maman mulai bercerita.

"Malam itu Saya sedang di gudang mau membereskan alat kebersihan, tapi tiba tiba saya dengar derap langkah kaki mendekat ternyata mereka dua orang yang pake baju serba hitam dan penutup wajah., karna ketakutan saya sembunyi di balik lemari.

Mereka tertawa tawa sambil menyebut nama Pras begitu"

Pak Maman menarik nafas panjang.

"Lanjut pak!" Zahra terlihat bersemangat kembali.

"Saya melihat mereka menyembunyikan sebuah map di atas lemari lalu pergi begitu saja"

"Terus?" Arif sudah tidak sabar mendengar kelanjutanya.

"Mereka pergi begitu saja, setelah saya yakin meteka benar benar pergi saya berusaha mengalmbil map itu. Lalu saya ganti dengan map yang warnanya sama persis. Saya yakin mereka mau berbuat jahat pada pak Pras"

"Benar pak, karna itu kami sedang mengumpulkan bukti bukti agar pak Pras bisa bebas " terang Arif.

"Jadi sekarang map yang asli ada pada pak Maman kan?"

"Iya mas, saya selalu membawanya karna tidak tau tempat yang aman"

Pak Maman mengeluarkan sebuah map dari dalam bajunya."

"Sempurna, sekarang kita bisa buktikan bahwa pak Pras tidak bersalah" ucap Arif bersemangat.

"Terimakasih banyak pak Maman, bantuan bapak sangat berguna" ucap Zahra tulus.

"Saya senang bisa menolong orang baik seperti pak Pras." mata pak Maman berkaca kaca.

Kini bukti laporan keuangan yang asli sudah di temukan.

"Dari awal saya sudah yakin bahwa ini adalah sabotase" ujar Arif dengan geram.

"Baiklah, kalian bawa bukti itu kepolisi, saya akan urus yang disini, mudahan dalam hitungan jam laporan bisa di cabut dan pras bisa bebas dengan bersih"

"Sekali lagi terimakasih ya pak, tanpa bantuan bapak kami tidak bisa apa apa"

Zahra menangkupkan kedua tanganya.

"Sama sama.. Kebebasan Pras adalah harapan saya juga" Pak Irfan tersenyum.

Akhirnya setelah melalui prosedur dan bukti bukti yang kongkrit, pihak perusahaan mencabut laporan atas Pras, Pras pun bebas dengan bersih. Namun kasus terus berjalan di tangan polisi. Mereka berjanji akan mengusut tuntas masalah itu.

Zahra dan Arif bisa tersenyum lega.

"Terimakasih, tanpa usaha kalian pasti saya masih mendekam di kantor polisi"

Pras menepuk nepuk pundak Arif, Arif telah membuktikan bahwa dia adalah bawahan yang setia dan berguna saat di butuhkan.

Lalu beralih ke Zahra.

"Saya salut sama kamu Zahra, walaupun kamu masih sangat muda tapi selalu bisa mengambil keputusan yang tepat dan cermat"

Mereka tertwa bersama dalam kehangatan.

"Ayaah!" tiba tiba si kembar datang bergabung bersama mereka.

Pras merentangkan kedua tanganya menyambut kedua buah hatinya.

"Mas, ahinya kamu bisa bebas.." ujar Nadia terharu .

"Iya dik, kalau kita jujur Allah pasti menolong kita.berterimakasihlah pada Arif dan Zahra" ucap Pras sambil memeluk istrinya.

"Terimakasih" Nadia berterimakasih kepasa Arif dan Zahra.

"Ini semua berkat kecekatan pengacara dadakan kita bu" kata Arif sambil melirik Zahra yang di sambut gelak tawa oleh yang lain.

"Berterimakasihlah pada Allah, atas kehendaknyalah kita bisa menang dan mudah mudahan selalu dalam lindunganya" ucap Zahra yang di aminkan oleh yang lain.

Malam sudah agak larut saat Mereka berpisah menuju rumah masing masing.

"Sukurlah Pras bisa segera bebas, berapa habis biaya untuk menebusnya?"

Bu Warsih mengintrogasi Nadia tentang kebebasan Pras.

"Tidak ada tebusan bu, semua karna perjuangan Zahra"

"Zahra lagi, Dan kamu ikut ikutan percaya begitu saja"

Nadia mengangguk pasti.

"Kamu sangat naif Nadia, bisa saja kan ini ulahnya Zahra itu, lalu dia datang jadi sang penolong agar kalian simpati"

"Kelihatanya tidak begitu koq" jawab Nadia santai.

"Di bilangin koq nggak percaya" ucapan bu Warsih berhenti saat melihat Pras mendekati mereka.

"Ngobrol apaan, koq serius banget kayaknya" tanya Pras seraya duduk di dekat istrinya.

"Tidak ada, ini ibu bilang..."

Bu Warsih ketakutan kalau Nadia akan memberitau Pras apa yang mereka obrolkan.

"Ini lo nak Pras, ibu bilang ke Nadia mau pulang kampung saja, tidak enak sudah lama disini" Bu Warsih mulai berakting.

Nadia menatapnya heran, kenapa ibunya tiba tiba berkata begitu.

"Terus ibu mau tinggal dimana, kan rumah sudah tergadaikan" Pras mengingatkan cerita bu Warsih sendiri.

Bu Warsih kelabakan, tidak menyangka Pras akan bertanya sampai kesitu.

"Aah ibu akan tinggal di saudara ibu, ada tanah peninggalan orang tua kami, walaupun tidak luas tapi insya Allah bisa kami manfaatkan nantinya"

Nadia semakin bingung, cerita ibunya bertambah ngelantur.

karna setau Nadia ibunya tidak punya saudara.

Bu Warsih merasa yakin Pras akan simpati dan menahanya.

"Owh jadi begitu, yaa Pras tidak bisa menahan ibu lagi, karna itu sudah jadi pilihan ibu, jam berapa berangkat? Nanti biar di urus sama Arif, dan ingat kasi ibu bekal yang cukup dik" kata Pras kepada Nadia.

Bu Warsih kaget oleh jawaban Pras.

"Kenapa dia tidak menahanku, harusnya dia bilang, ibu disini saja, anggap rumah sendiri saja. Begitu jadi menantu yang baik" omel bu Warsih dalam hati.

Melihat ibunya kebingungan Nadia menyembunyikan tawanya.

Bu Warsih permisi kepada Pras untuk ke kamarnya.

"Dasar menantu tidak peka, masa ngebiarin mertuanya pulang kampung, tahan kek atau apa? Padahal hidupku sudah enak disini"

Bu Warsih terus menggerutu.

HAI PARA PEMBACA, SEPI BANGET, MANA DUKUNGANYA? KOMENT DONG! Kritik juga nggak apa apa tapi yang membangun ya!

.

"Mau pulang?" Pras memperjelas ucapan bu Warsih.

"Iya nak Pras" Bu Warsih sudah sangat yakin Pras akan mencegahnya dengan berkata.

"Kenapa pulang bu, disini saja , temanin Nadia, dan anggap saja rumah sendiri"

Bu Warsih tersenyum kecil menanti kata kata itu.

"Sebenarnya ibu sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri, tinggal bersama kami disini, tapi kami tidak bisa mencegah kalau itu sudah nenjadi keputusan ibu, nanti Biar Arif yang ngantar ibu sampai terminal"

Mata bu Warsih terbelalak mendengar jawaban Pras. Dia menelan ludah karna tak menyangka Pras akan mengijinkanya pergi.

Bukan seperti dalam anganya.

Nadia menyembunyikan senyumnya.

" Berangkat pukul berapa bu?"

"Mungkin jam tuju" jawab bu Warsih kesal.

"MASIH DENGAN HARAPAN YANG SAMA,

Mohon dukunganya sengan like koment dan...

Terimakasiih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!