Si kembar terbangun dan menangis oleh suara Nadia.
"Tidak aoa apa sayang, ayo bobok lagi" Bu Warsih menenangkan mereka.
Pras memilih untuk diam, itu lah hal terbaik saat ini yang harus dia lakukan.
malam itu Pras tidur sendirian karna Nadia memilih tidur di kamar si kembar.
"Keadaan semakin runyam saja, masalah Sofia belum kelar, di tambah lagi dengan masallah ibu mertua yang memprovokasi Nadia" pras mendesah pelan.
"Mudah mudahan besok Arif membawa kabar baik , amiin" lalu dia mencoba memejamkan matanya.
"Dek, mas berangkat ya" walaupun Nadia masih marah tapi Pras tetap berpamitan saat mau berangkat kerja.
Nadia hanya mengangguk tanpa mengucap satu katapun.
Setelah yakin Pras sudah bemar benar berangkat kekantor bu Warsih bergegas mendekati Nadia.
" Apa kata Pras?"
Nadia hanya menggeleng lemah.
"Kamu jangan mau mengalah Nad, lihat saja, sekarang gadis itu mulai menjauhkanmu dari anak anak, lama lama baru suamimu akan di ambilnya. Kamu jangan lemah!"
Nadia mencerna kata kata ibunya.
"Betul kata ibu mbak, bahkan kalau mbak Nadia butuh bantuan aku siap" Toni ikut nimbrung.
"Semuanya belum terbukti sih, tapi aku janji kalau aku butuh bantuan aku akan memanggilmu" Toni dan bu Warsih tersenyum lega dengan reaksi Nadia.
"Jangan beri celah buat gadis itu, dia licik sekali, dia pikir bisa masuk ke keluarga ini dengan mendekati bu Laila" gerutu bu Warsih geram.
Terbayang kedekatan Zahra dengan mertuanya membuat Nadia ikut termakan hasutan ibunya.
"Tidak, ini tidak boleh terjadi" batin Nadia.
"Nad, minta jatah bulanan yang lebih pada Pras, kalau tidak, kamu tau kan kemana dia akan membawa uangnya? Pasti ke bu Laila dan gadis itu" melihat Nadia mulai terpancing membuat bu Warsih semakin bersemangat.
Nadia mengangguk membenarkan kata kata ibunya.
Setelah merasa cukup meracuninya ibu dan anak itu meninggalkan kamar Nadia.
"Kita berhasil membuat mbak Nadia panas bu, ibu lihat matanya? Penuh amarah"
Toni tersenyum bangga.
"Tutup mulutmu! dinding dan atap di rumah ini adalah mata mata." ujar bu Warsih.
"Benar juga kata ibu aku tidak mau diam saja, aku harus kendalikan mas Pras... yaa aku harus berpura pura memaafkanya"
Nadia tersenyum sinis.
***
Setelah sampai di kantor, seperti biasa Pras selalu menebarkan senyuman dan mengucap salam pada semua orang tak perduli dia adalah cleaning servis sekilipun.
Tapi pagi ini dia merasa agak heran.
Semua mata memandangnya dengan aneh.. Salamnya pun tak di jawab oleh orang orang yang berpapasan denganya.
Tapi Pras tidak pernah berburuk sangka. Dengan tenang dia melangkah ke ruanganya.
Baru saja dia hendak membersihkan mejanya suara ketukan di pintu terdengar.
"Iya masuk!"
"Pak, bapak di suruh menghadap pak imran sekarang juga"
Ada apa ya, tumben tumbenan kepala direksi itu memanggilnya
'Ah iya saya akan segera menghadap"
Dengan langkah cepat Pras menuju ruang direksi.
"Selamat pagi pak"
"Owh pak Pras sudah datang, silahkan duduk"
Setelah duduk Pras mulai bertanya.
"Bapak memanggil saya?"
"Begini pak, sebenarnya saya juga meragukanya, saya tau pak Pras adalah seorang pekerja jujur, tapi saya juga tidak bisa mengabaukan segala sesuatu yang menyangkut perusahaan ini"
"Maksyd pak Burhan? To the point saja pak"
Prasaan Pras mulai tak enak.
"Dari laporan bulan ini ada yang beda pak Pras"
Pak Burhan membuka sebuah laptop di depan Pras.
"Silahkan pak Pras periksa lagi"
Pras meneruma laptop itu dan memeriksanya
Pras merasa terkejut. Karna laporan bulanan yang dia buat sudah benar, tapi ini?"
"Tapi laporan yang saya biki7n sudah benar koq pak"
"Saya juga sempat tidak prcaya, tapi maaf, ini sudah menjadi keputusan dewan direksi, semua akan berjalan sesuai prosedur.
"Baik pak"jawab Pras linglung.
"Apa? Pak Pras korupsi, itu tidak mungkin! Saya sangat mengenal pak Pras" kata Arif sengit saat dia mendengar para karyawan bergosip. Dengan segera dia menghubungi Pras.
"Ponselnya tidak aktif lagi" Arif merasa kebingungan.
"Selamat pagi Arif" sebuah suara menyapanya
"Pagii juga bu"
"Kenapa Rif, kayak orang bingung gitu?"
"Bu Sofia belum dengar kalau pak Pras di fitnah, dia di tuduh korupsi"
Sofia tidak terkejut oleh berita itu,
"Koq kamu bisa tau kalau itu fitnah Rif?"
"Saya kenal pak Pras"
"Arif, Arif.. Kamu jangan naif begitu dong. Namanya manusia itu bisa berubah, yang baik belum tentu seterusnya baik, begitupula sebaliknya. Tapi.. Kita doakan saja mas Pras bisa melalui ini dengan tabah"
Sofia melangkah dengan anggunya meninggalkan Arif yang masih bengong.
"Gila tu orang, nggak ada simpatinya sedikitpun, atau jangan jangan...? "
Arif menggeleng tidak percaya dengan apa yang di pikirkanya.
****
Sementara itu tanpa perlawanan Pras di giring ke kantor polisi.
"Boleh saya menghubungi pengacara saya?"
Polisi memberi ijin.
Setelah tau keadaan Pras, Nafia bergegas menemuinya.
"Kenapa bisa begini mas?"
"Tenang dek, mas tidak bersalah, jadi mas yakin semua akan terbukti, kamu tolong urus bersama pengacara kita ya?"
Nadia mengangguk, bagaimanapun marahnya saat ini pada Pras tapi melihat keadaanya hati Nadia terenyuh juga.
Kabar itu juga sudah sampai ke Zahra, niat Pras mau menghubungi ibunya tapi Zahra yang angkat.
"Kasihan ibu baru sembuh mas, sebaiknya dia tidak tau dulu" kata Zahra lewat telpon.
Nadia semakin panik saat tau pengacara keluarga mereka sedang berada di luar kota dalam jangka waktu lama dan tidak bisa menangani kasus Pras.
"Bagaimana ini mas??" Nadia tidak bisa menahan tangisnya.
Saat yang bersamaan Nadia Arif dan
Zahra bertemu di kantor polisi.
Sebenarnya Nafia merasa jengkel tapi di tahanya melihat kondisi Pras lebih penting saat ini.
"Bagaimana langkah kita selanjutnya pak"? Tanya Arif.
Saat mereka menemui jalan buntu tiba tiba Zahra bersuara.
"Saya yang akan jadi pengacara mas Pras"
Semua memandang kearahnya.
"Maksud anda?" tanya Arif ragu.
"Iyaa, sedikit sedikit saya tau soal hukum, karna saya lulusan fakultas hukum"
"Tapi itu tak lantas bisa membuatmu jadi pengacara dadakan" ledek Nadis.
"Percaya sama saya!" Zahra meyakinkan.
"Dan saya mohon sama mas Pras maupun mbak Nadia jangan sampai ibu tau dulu, takutnya beliau strees"
Ahirnya di sepakati Zahra jadi pengacaranya Pras.
Dengan di bantu Arif, dia mulai mengumpulkan petunjuk dan bukti bukti.
Sedangkan Nadia hanya bisa berharap kalau Pras bisa segera bebas.
"Mas Arif, bisa bantu saya periksa cctv di ruangan mas Pras?"
"Tentu, tapi bagaimana mereka mengijinkanya, tempat itu di amankan polisi"
"Mas Arif tidak percaya saya seorang pengacara?" tanya Zahra tersenyum.
"Maaf bukan itu maksud saya"
"Sebagai pengacaranya mas Pras saya sudah mengantongi ijin untuk memeriksa tkp atau semacamnya"
"Owh begitu" Arif terkagum kagum oleh Zahra.
"Oh ya saya baru ingat tadi pagi saya berpapasan dengan bu Sofia," lalu dia menceritakan tentang hubungan Pras dan Sofia, juga tentang kecurigaanya.
Zahra mengangguk angguk.
HAI SOBAT JANGAN LUPA DUKUNGANYA YA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments