BAB 6

Setelah melewati beberapa prosedur, ahirnya mereka di perbolehkan pulang.

Sesampainya di hotel, mereka bersiap hendak balik kekamar masing masing, namun Pras sempat mengingatkan Arif.

"Rif kita siap siap untuk pulang pagi ini"

Arif mengangguk,lalu pandanganya beralih ke Sofia.

"Mbak masih mau nunggu kelanjutan kasus ini ?" tanyanya kemudian.

"Ah kayaknya tidak Rif, saya sudah percayakan semua pada aparat disin, biar mereka yang mengurusnya, mereka tinggal mengabari saya" ujar Sofia menundukkan wajahnya.

"Mobilnya kan belum ketemu, pulangnya gimana?" cecar Arif sambil menatap Pras.

Yang di tatap malah menghela nafas panjang.

"Itu gampang, nanti saya pikirin" jawab Sofia sambil melenggang pergi.

" Pulang bareng kami saja mbak" teriak Arif yang membuat Sofia menghentikan langkahnya.

"Ya, betul kata Arif, pulang sendiri sangat bahaya buat seorang wanita" ujar Pras ahirnya.

Apa salahnya menawari tumpangan pada Sofia, keliahatanya dia sudah berubah, mudahan dia memang bener sudah berubah.

ucap Pras dalam hati.

"Tidak usah mas, aku sudah terlalu banyak ngerepotin kalian" tolak Sofia.

" Terima saja tawaran bos saya mbak, toh kita satu tujuan, iya kan?" desak Arif lagi.

" Baiklah, terimakasi banyak ya mas" ucap Sofia kikuk. Pras hanya mengangguk.

" Kalau begitu saya mau siap siap dulu. 10 menit lagi kita ketemu di loby" ujar Pras.

Lalu ketiganya berlalu kekamar masing masing untuk bersiap.

Suasana kaku dirasakan Pras saat harus duduk di belakang dengan Sofia. Namun Sofia pintar membaca keadaan, dia berusaha mencairkan suasana dengan banyak bertanya tentang pekerjaan pada Pras, sesekali Arif yang sedang menyetir ikut nimbrung. Sofia juga bercerita bagaimana rencananya kedepan.

"Iya mas, rencananya aku mau cari kerja kantoran yang sesuai bidangku. Rasanya tak mungkin selamanya ikut paman, aku mau mandiri"

"Bagus lah kalau kamu mau maju dalam hidup, manfaatkan potensi yang ada" ujar Pras menyemangati. Pras merasa lega Sofia benar benar sudah berubah.

****

Sementara itu, Nadia merasa pusing oleh masalah mobilnya, dia duduk di kursi sambil selonjoran lalu minta di buatin segelas kopi.

"Mar saya minta kopi, tapi gulanya sedikit saja"

Beberapa saat kemudian

" Kopi spesial buat ibu" Mar meletakkan secangkir kopi di meja. Lalu ikut nimbrung menyaksikan tayangan infotaiment di tv.

"Sempurna banget mbak itu, sudah kaya, cantik baik pula" ujar Mar ketika tayangan itu mengupas profil seorang gadis cantik dan berhijab.

Nadia ikut mengarahkan pandanganya kelayar tv tersebut.

"Kayaknya saya mau hijrah juga deh bu, pakai hijab gitu biar tampak anggun kayak wanita itu, ucap Mar percaya diri.

"Mau pake atau ngak pake hijab kamu sih sama aja Mar," Jawab Nadia menahan tawanya.

" Ah ibu, Malah ngeledek. Mar kan juga punya mimpi seperti orang lain, bisa cantik, punya uang banyak biar bisa perawatan, trus dapet suami yang baik dan ganteng kayak ba..pak" ujarnya sambil cengengesan.

"Ternyata diam diam kamu penggemar suami saya ya?" ledek Nadia sambil tertawa.

"Maaf bu, jangan salahin saya, Salahin saja bapak yang membuat saya harus bermimpi punya pasangan yang seperti dia" ucap Mar membalas ledekan majikanya sambil tertawa juga

"Saya laporin ke bapak tau rasa kamu" ancam Nadia bercanda.

"Jangan bu, saya malu ini kan rahasia sesama wanita" kilah Mar tak mau kalah.

Terkadang ngobrol dengan ARTnya itu membuat Nadia melupakan masalah yang sedang di hadapinya.

Mar yang selalu ceria, ceplas ceplos dan selalu terbuka,

Tapi dia berhati sangat baik. Terkadang bersama Mar Nadia merasa menemukan teman ngobrol yang asik.

Nadia tertegun sejenak..

Memang benar apa kata Mar, semua orang punya mimpi, dirinya sangat beruntung, punya fisik yang nyaris sempuna. Materi tercukupi,

Punya suami yang sangat mencintainya anak anak yang sehat dan lucu, apa lagi?

Lamunanya di buyarkan oleh suara gaduh dari depan.

"Mar, coba periksa, kayak ada taksi berhenti tuh, siapa ya?" kata Nadia.

"Bapak barangkali" jawab Mar sambil beranjak keluar.

"tidak mungkin bapak, dia kan bawa mobil" Nadia ikut penasaran.

"Siapa Mar?" tanya Nadia saat mendengar langkah yang tidak beraturan mendekatinya.

"Ini ibu Nad" sebuah suara mengagetkannya, yang jelas itu bukan suara Mar. serentak Nadia memutar kepalanya saat mendengar sebuah suara.

Di sana sudah berdiri ibu dan adiknya Toni.

"Ibu?" tanya Nadia terkejut.

"Ayo Ton, minta maaf pada mbakmu!" perintah ibunya.

Toni maju mendekati Nadia.

"Mbak aku minta maaf, aku salah" ujarnya.

Nadia tidak bisa berkata apa apa untuk menanggapi permintaan maaf dari Toni.

Belum hilang rasa bingungnya kembali di kejutkan dengan suara ibunya.

"Maar.. Bawain koper saya masuk!"

"Iya nyonya.." Mar datang sambil menyeret koper yang cukup besar.

Belum juga ada sepatah katapun keluar dari mulut Nadia.

"Nad, kamu pasti heran melihat ibu datang dengan bawa bawa koper segala, iya kan?"

Nadia hanya mengangguk.

"Dimana Pras? Ibu mau bahas sesuatu"

"Mas Pras ada tugas keluar kota, tapi hari ini dia pulang" jawab Nadia terbata.

"Yasudah sama kamu saja ngak apa apa" ujarnya.

"Ada apa bu?" tabya Nadia penasaran.

"Ibu memutuskan untuk tinggal disini, sekalan ngawasin Toni. Kapan benernya anak ini, kalian pasti kurang tegas padanya selama ini makanya dia jadi seenaknya"

"I..ibu mau tinggal disini?" ulang Nadia.

"Iyaa.. Kamu keberatan? Kalau kamu keberatan biar ibu pulang saja." kata bu Warsih meraih tasnya hendak berbalik.

"Bukan begitu bu, aku senang koq ibu mau tinggal bersama kami, cuman aku kaget saja, tiba tiba ibu memutuskan untuk tinggal bersama kami, padahal dari dulu kami tawarin ibu selalu menolak." bujuk Nadia.

"Ibu sudah tua Nad, ibu sering merasa kesepian, apalagi semenjak Toni juga tinggal denganmu, ibu merasa sendirian" ucap ibunya dengan wajah sendu. Nadia jadi iba di buatnya

"Iya sudah, nanti kita bahas lagi hal ini bersama mas Pras. Sekarang ibu istirahat dulu" Nadia menuntun ibunya duduk di kursi.

Sedangkan Toni hanya tersenyum menyaksikan drama ibunya.

"ibu memang aktris berbakat" ucapnya dalam hati. Tapi gue seneng juga ibu tinggal disini, dia akan selalu ngebela setiap kesalahan gue, pikir Toni diapun berlalu kekamarnya. Selama ada ibunya Toni merasa semua akan baik baik saja.

"Mar ambilin saya minum, haus ni!" teriak bu Warsih pada Mar.

Nadia agak risih juga mendengar nada suara ibunya yang keras pada Mar. Padahal dia dan Pras selalu memperlakukan Mar seperti keluarga sendiri.

Kay dan Nay yang baru pulang main terkejut melihat keberadaan bu Warsih.

"Ada eyang.. Eyaang!" keduanya berlarian berebut mencium tangan bu Warsih.

"Wah waah cucu eyang sudah pada besar ya, tuh sudah hampir sama besarnya sama eyang" gurau bu Warsih pada cucunya.

"Eyang jangan cepet cepat pulang ya.. Nginap yang lama saja" rengek Kay.

"Eh dengar.. eyang tidak akan pulang" ucap bu Warsih yang membuat kedua cucunya saling pandang.

"Eyang akan tinggal disini bersama kalian" ucapnya gembira pada Kay dan Nay.

Nadia tak habis pikir, kenapa ibunya berani memutuskan sesuatu tanpa minta pendapatnya ataupun Pras. Tapi bila ingat bahwa wanita itulah yang telah mengambilnya dari panti asuhan dan membesarkanya. Memberinya pendidikan hingga dirinya menjadi seperti sekarang ini.

Hatinya luluh kembali.

Dan Nadia juga sangat yakin bahwa Pras akan menerima kehadiran ibunya dengan senang hati.

inget jempol dan koment ya, Othor tunggu !!🙏🙏🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!