"Kakak tidak tahu lagi apa yang harus kakak lakukan untuk mengubah hatimu agar tidak menaruh dendam. Itu semua hanya sebuah kebetulan, dan selama ini kesalahfahaman telah membelenggumu" kak Chintya mengusap kepala Riko perlahan "Dengarkan kakak, sebelum semuanya terlambat, ubah niatmu untuk menjalani pernikahan ini, kakak hanya tidak ingin kau menyesal nantinya"
"Bukankah sejak awal kakak tahu tujuanku menikahinya?" kembali Riko melontarkan pertanyaan
"Tapi kau juga sangat tahu tujuan kakak melakukan semua ini"
Huff
"Aku tidak bisa berjanji kak. Lebih baik sekarang kakak tidur, jangan terlalu lelah, ingat kondisi kakak" Riko mulai berdiri, dan berjalan mengitari kursi roda sang kakak, akan lebih baik baginya untuk mengakhiri perdebatan ini, daripada ia terus menerus mendengar permintaan kakaknya, tentang hl yang tidak bisa ia kabulkan "Ingat, langsung tidur, jangan fikirkan apapun" peringat Riko setelah membantu kak Chintya berbaring di ranjangnya
Riko berjalan keluar dari kamar kak Chintya, dan berbalik menuju kamarnya. Di tatapnya pintu kokoh itu dengan menghembuskan nafas kasar, fikirannya terus berperang, antara mendengarkan perkataan kakaknya, atau mengikuti hatinya. Kata penyesalan yang tadi kakaknya ucapkan sedikit mengusik hatinya, tapi fikirannya terus mendominasi, dan meyakinkan bahwa tidak akan ada penyesalan dalam hidupnya, hingga akhirnya ia memilih meninggalkan lantai dua dimana kamarnya berada, ia lebih memilih menghabiskan malam ini di ruang keluarga, setidaknya sampai hatinya sedikit tenang.
Jika di luar sana Riko kebingungan dengan perasaannya, maka disini, di kamar mewah nan elegan ini, Bianca tak hentinya berjalan kesana kemari. Ia sedikit berdebar karena ini adalah kali pertama ia akan berada pada satu kamar dengan seorang laki laki secara sadar. Ia tak hentinya melirik kearah pintu masuk, karena takut jika laki laki yang kini ber-status suaminya itu masuk
Helaan nafas tidak hentinya keluar dari mulut Bianca. Bahkan gumaman gumaman kecilpun sesekali terdengar, tampaknya Bianca bennar benar berdebar sekarang. Setelah lama menunggu, suaminya belum juga menampakkan batang hidungnya, kemana suaminya itu? Apa mungkin di kamar kak Chintya? Mengingat, sesaat setelah acara resepsi selesai, suaminya itu mendorong kursi roda kak Chintya menuju kamarnya.
"Kemana dia?"
Kruk...
"Kebiasaan" Bianca memutar bola matanya jengah, bisa bisanya perutnya lapar di tengah situasi seperti ini. Ia kembali melirik pintu kamar, untuk memastikan keberadaan suaminya. Namun ia tetap tidak mendengar tanda tanda akan kedatangan suaminya, dan akhirnya ia memutuskan untuk turun menuju dapur
Setibanya di dapur, Bianca mulai menggeledah satu persatu lemari yang Bianca yakini sebagai tempat penyimpanan makanan. Namun ia tidak menemukan satupun yang bisa di makan, bahkan ia tidak menemukan satu bungkus mie instan pun di rumah ini.
"Ternyata ada jenis warga negara yang tidak mencintai produk lokalnya sendiri. Bagaimana bisa rumah megah ini tidak menyimpan makanan instan?" Bianca menggerutu sembari mengelus perutnya yang semakin lapar
"Maaf nona, anda mencari sesuatu?"
"Aaa... astaghfirullahal'azim" Bianca mengelus dadanya yang sempat berdebar karena terlalu terkejut
"Maaf nona, bibi tidak bermaksud membuat nona terkejut" ucap wanita yang merupakan asisten rumah tangga di kediaman Dirgantara itu. Nyatanya ia memang tidak berniat membuat majikan barunya ini terkejut, tadi ia hanya berniat mengambil air putih di dapur. Namun saat tiba di dapur ia melihat nona mudanya seperti orang kebingungan, maka dari itulah ia berinisiatif untuk bertanya
"Aaa tidak apa apa bik, aku hanya terkejut saja tadi" ucap Bianca saat melihat kesungkanan di wajah wanita paruh baya itu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments