Bayu memandang tubuh wanita paruh baya yang tergolek lemah di atas pembaringan ini dengan tatapan sendu. Setelah pingsan, ia meminta tolong kepada utusan pak Anton untuk membawa tubuh sang ibu ke kediaman Dinda menggunakan mobil yang mereka bawa. Dan pada akhirnya, dalam waktu lima belas menit, ia tiba di rumah sang istri.
Beruntung rumah milik Dinda begitu terawat dan nampak bersih, sehingga tidak membuatnya kerepotan untuk bersih-bersih dahulu. Meski rumah ini tidak pernah ditempati namun rupa-rupanya sang istri meminta tolong kepada salah satu tetangga untuk rutin membersihkan rumah ini. Alhasil, semua nampak bersih, rapi dan terawat.
"Mas, kamu makan dulu ya. Di meja makan sudah aku siapkan nasi, sayur dan juga lauknya. Biar aku yang gantian menunggu ibu sampai siuman dari pingsannya."
Dinda mempersilahkan sang suami untuk makan terlebih dahulu. Ia ingat bahwa sedari pagi perut suaminya ini belum terisi sama sekali. Oleh karenanya setelah tiba di rumah, wanita bergelar istri tersebut langsung menuju dapur. Mengeksekusi sayuran dan lauk untuk menjadi sebuah hidangan yang bisa memanjakan lidah juga perut.
"Apakah ibu akan kecewa kepadaku karena saat ini aku menjadi pengangguran? Apakah aku ini termasuk anak yang durhaka karena mulai hari ini aku tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup ibu lagi?"
Pandangan Bayu terlihat menerawang. Entah apa yang membuat lelaki itu memiliki pikiran yang membuatnya terlihat begitu kecewa. Padahal, belum tentu lelaki itu selamanya akan menjadi pengangguran. Peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang baru masih terbuka lebar.
Dinda mengulas senyum manis di bibirnya. Sembari mengusap-usap pundak sang suami, ia seolah mentransfer kekuatan dan kesabaran kepada Bayu agar ia tetap kuat dan sabar dalam menghadapi segala bentuk ujian rumah tangga yang sedang menimpanya.
"Ibu tidak akan pernah kecewa kepadamu Mas. Bahkan Ibu akan bangga kepadamu karena kamu selalu menomorsatukan kepentingannya. Oleh karena itu, kamu harus kembali bersemangat untuk bisa mendapatkan pekerjaan lagi Mas."
"Entahlah, setelah kehilangan pekerjaan, aku merasa tidak bersemangat dan bergairah dalam menjalani hidup ini. Bagiku tidak ada pekerjaan lain yang jauh lebih baik daripada pekerjaan sebelumnya."
Dinda hanya bisa membuang napas kasar mendengar perkataan Bayu yang seolah begitu putus asa seperti itu. Lagi-lagi suaminya ini terkesan mendewakan pekerjaan sebelumnya sehingga menutup mata bahwa di luar sana masih banyak pekerjaan yang tidak kalah baik dari pekerjaan sebelumnya.
"Sudahlah Mas, sekarang kamu makan dulu ya. Biar aku yang menunggu ibu di sini. Kamu jangan sampai telat makan yang justru akan membuatmu sakit."
Dinda berupaya untuk membuat tubuh Bayu berdiri tegak hingga kini lelaki ini berdiri tepat di depannya. Tanpa banyak kata, Bayu bergegas melenggang pergi untuk menuju ruang makan di mana makanan sudah dihidangkan oleh sang istri.
Dinda mendaratkan bokongnya di atas kursi plastik yang berada di sisi pembaringan Sonya. Dengan lekat, ia menatap tubuh sang ibu mertua dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada perasaan asing yang muncul kala menatap wajah mertuanya ini. Di satu sisi ia begitu kasihan melihat tubuh sang mertua yang semakin bertambah tua seperti ini. Namun di sisi lain, terkadang ia juga merasa sakit hati dengan ucapan Sonya yang terasa begitu menusuk dan menikam hati.
Astaghfirullah hal adziim .... jauhkan aku dari semua rasa benci kepada ibu mertuaku ya Rabb. Bagaimanapun juga beliau adalah ibuku yang juga harus aku hormati.
***
"Mengapa ini semua bisa terjadi kepadamu Bay? Mengapa perusahaan tempatmu bekerja bisa kolaps?"
Masih menyenderkan tubuhnya di head board ranjang, Sonya nampak begitu frustrasi. Berkali-kali wanita itu mempertanyakan akan keadaan yang saat ini dijalani oleh sang putra. Apa yang menimpa Bayu seakan juga menjadi mimpi buruk buruk bagi Sonya. Ia yang bermaksud datang ke rumah sang anak untuk meminta pertolongan, yang ada justru sebaliknya. Dengan keadaan seperti ini, bisa dipastikan ia tidak akan pernah mendapatkan pertolongan dari Bayu.
"Aku minta maaf Bu. Ini semua juga terjadi di luar kendaliku. Perusahaan mendadak kolaps dan semua pekerja diberhentikan, termasuk aku."
"Lalu, kita sekarang harus bagimana Bay? Ibu tidak mau tinggal di gubuk derita ini. Ini semua tidak sesuai dengan apa yang Ibu citakan, di mana pada hari tua Ibu tunggal di rumah mewah. Bukan rumah yang seperti kandang ayam seperti ini!"
"Hentikan Bu!" teriak Dinda dengan lantang yang sukses membuat tubuh Sonya dan Bayu terperanjat. "Dari tadi aku mendengar Ibu berkali-kali menyebut rumahku ini sebagai gubuk derita dan kandang ayam. Apakah itu pantas keluar dari mulut seorang wanita yang sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri?" sambung Dinda dengan suara sedikit bergetar.
Sonya menatap sinis wajah sang menantu dengan bibir mencebik dan sebelah alisnya terangkat. "Apa yang aku ucapkan memang benar. Rumah ini jauh dari kata layak untuk aku tinggali dan tidak layak ditinggali oleh seorang bos seperti putraku ini!"
Dinda terperangah seraya menggeleng-gelengkan kepala. Ia tidak menyangka jika dalam keadaan seperti ini, sang mertua masih memperlihatkan kesombongannya.
"Bos? Ibu sedang tidak mengigau? Mas Bayu ini sudah tidak bekerja dan itu artinya dia tidak lagi menjadi bos. Ibu lupa? Atau pura-pura lupa?" seru Dinda dengan intonasi suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.
"Dinda! Mengapa kamu sangat tidak sopan kepada ibuku? Mengapa kamu berteriak-teriak di depan ibuku?"
Kini giliran Bayu yang meneriakki sang istri yang berhasil membuat nyali Dinda seakan menciut. Bagi Bayu, ibu merupakan sosok yang harus senantiasa ia hormati dan tidak sepantasnya diteriaki seperti itu.
"Mas, aku tidak bermaksud untuk berbuat tidak sopan di depan Ibu. Namun perkataan Ibu sungguh sudah sangat keterlaluan Mas. Ibu menghina apa yang telah menjadi kerja keras almarhum ayahku untuk bisa membangun rumah ini. Itu semua sungguh menyakiti hatiku Mas!"
"Kamu jangan berlebihan Din. Mengapa kamu tidak bisa mengerti perasaan ibu? Saat ini pasti ibu tengah kacau karena aku sudah kehilangan pekerjaan," jelas Bayu yang justru semakin membuat Dinda tidak mengerti.
"Mas, tidak hanya Ibu. Apa kamu lupa bahwa aku pun juga terpukul saat menghadapi ujian hidup seperti ini? Jadi, tidak selayaknya hal itu menjadi alasan bagi ibu untuk bisa seenaknya menghina hasil kerja keras almarhum ayahku. Lagipula, jika ibu tidak sudi tinggal di rumah ini, kenapa ibu tidak tinggal di rumahnya sendiri saja? Yang jauh lebih layak daripada rumah ini."
Kata demi kata meluncur bebas dari bibir Dinda. Harga diri wanita itu seakan diinjak-injak oleh sang ibu mertua yang dengan tega menghina tempat tinggalnya ini. Sedangkan Bayu, mencoba untuk menelaah kalimat terakhir yang diucapkan oleh istrinya ini.
"Iya Bu, benar apa kata Dinda. Jika Ibu tidak nyaman tinggal di sini, mari kita tinggal di rumah Ibu saja. Bayu rasa itu merupakan ide yang cukup baik Bu."
Sonya yang terdiam membisu, mendadak terkejut setengah mati. Usulan yang dilontarkan oleh Dinda seakan semakin mengingatkannya akan kasus berlian yang tengah ia alami.
"Tidak, tidak bisa. Kita tidak bisa tinggal di sana Bay..."
Dahi Bayu berkerut dalam. "Tidak bisa? Mengapa seperti itu Bu? Bukankah kita akan lebih nyaman tinggal di sana?"
Sonya menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak Bay ... rumah akan Ibu jual!"
Kedua bola mata Bayu terbelalak sempurna. "Akan Ibu jual? Untuk apa Bu? Mengapa mendadak seperti ini?"
Sonya mengusap wajahnya dengan kasar seakan berupaya untuk menghalau rasa kalut yang menyergap dadanya. "Ibu kena tipu produk berlian. Dan Ibu harus bertanggung jawab untuk mengembalikan uang ibu-ibu komplek yang sudah dibawa kabur oleh teman Ibu, Angelica!"
"Apa??? Ditipu??"
Bak mendengar petir di siang hari, membuat Dinda dan Bayu seakan terkejut setengah mati. Kabar yang dibawa oleh Sonya, sudah cukup membuat tulang dan sendi tubuh mereka melemas seketika. Mereka pun hanya bisa meluruhkan tubuh masing-masing di atas lantai dengan kepala menunduk dalam.
Ya Tuhan ... ujian apa lagi ini? Mengapa semua datang bertubi-tubi seperti ini?"
.
.
. bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Rona Jingga
teguran untukmu bu Sonya... awas saja kalo kamu malah semakin membuat Dinda menderita. ingat ya bu.. sekarang kamu ini numpang loh😤😤
2022-07-23
0
candra rahma
maaf kak br bisa ngikutin kisah dinda bayu ga ada jaringan lg ga konek eror trs😭
2022-07-22
0
Arthi Yuniar
Please deh bu Sonya tuh mulut sekolahin dulu lah jangan asal jeplak kalo ngomong, bikin orang sakit hati aja
2022-07-22
0