Aku hampir putus asa, aku menunggumu begitu lama tetapi penantianku sungguh tak sia-sia. Aku benar-benar tak bisa tidur sebelum mengambil nyawamu dengan pedangku sendiri!” Ucapan itu terdengar menyimpan geram yang tak terkatakan.
Pedang yang di pegang laki-laki tampan berjubah hijau itu semakin mendekat hampir mengenai lehar Zhao Juren.
“Kau ingin membunuhku?” Zhao Juren tersenyum kecut. Matanya melirik dengan acuh.
“Jika kamu ingin sekali membunuhku, kenapa kamu tidak
melakukannya langsung di atas gerbang Doting saat itu?” Cibir Zhao Juren. Dia sama sekali tidak merasa gentar dengan ancaman laki-laki ini.
Biar bagaimanapun ada alasan yang tak terungkapkan hingga laki-laki ini sampai sejauh ini terkesan tak berani melakukan sesauatu yang terlalu pada Zhao Juren, terlepas Zhao Juren seorang jenderal yang kini terjebak di tanah musuhnya, Niangxi.
"Jangan meremehkan aku." Dia terlihat lebih muda dari Zhao Juren. Mungkin seumuran dengan pangeran Yan Yaoshan adik dari Yang mulia Yan Yue. Yang juga mau tidak mau di akuinya sebagai adik satu ayah setelah identitasnya terbongkar sebagai anak raja.
“Kamu hanya sedang beruntung saja, Xue Xue menyelamatkanmu.
Jika tidak kepalamu sudah menjadi pajangan di gerbang Doting.” Desis Laki-laki berjubah merah itu terdengar pongah
“Xue Xue? siapa itu Xue Xue? dia malaikat atau mungkin semacam peri?” Alis Zhao Juren bertaut, pertanyaan disengaja dalam nada konyol serupa lelucon.
Si jubah hijau itu tertegun sesaat seolah dia kelepasan berbicara lalu dengan gusar menyorongkan pedangnya ke depan, hingga ujung pedangnya yang dingin itu nyaris menempel di kulit leher Zhao Juren.
Zhao Juren bisa saja menghindar, tetapi dia tak melakukannya,
sekarang nama Xue Xue itu sedang menarik perhatiannya.
“Turunkan pedangmu, aku akan dengan sukarela menyerahkan
nyawaku jika kamu sangat menginginkannya.” Ucap Zhao Juren sama sekali tak menunjukkan dia berselera meladeni si jubah hijau yang menurutnya terlalu kekanakan itu. Emosi yang aneh seolah sedang menguasainya. Dan Zhao Juren tahu, kilat amarah itu karena rasa cemburu yang menggelegak. Entah, cemburu untuk alasan apa.
“Aku hanya ingin tahu beberapa hal supaya ketika aku mati, aku tak penasaran sampai ke dalam tanah.” Zhao Juren berucap dengan santainya, seolah malaikat kematian adalah temannya.
Wajah Laki-laki tampan itu terlihat mengeras, dia mengibaskan jubah hijaunya dengan penuh percaya diri.
"Kau benar-benar tak takut mati? Orang menjulukimu naga dari Yanzhi, tapi aku sekarang hanya melihat naga ompong yang kehilangan sisik di depanku. Sungguh terlihat rentan serta tak berdaya saat terpisah dari koloninya." Cibir Jubah hijau itu sambil menyeringai.
“Aku tak takut mati, tuan muda…”Zhao Juren terkekeh sambil
melipatkan tangannya di depan dadanya, kalimat itu dikatakannya setengah tertawa.
"Aku senang saja jika pedangmu itu sungguhan bisa menembus kulitku."
"Jangan terlalu percaya diri, tuan Zhao!" Hardik lelaki itu berang, sikapnya semakin gusar saja. Kalimat yang di lontarkan Zhao Juren melukai harga dirinya.
“Apa yang ingin kamu tahu?” tanyanya kasar tanpa menurunkan pedangnya.
“Aku ingin bertanya tiga hal saja, supaya ketika aku bertemu dewa pencabut nyawa aku tak lagi penasaran untuk kembali dari alam kematian.” Jawab Zhao Juren tersenyum kecil penuh kemenangan. Dia berhasil membuat laki-laki yang terlihat sangat membencinya itu, meladeni dirinya.
“Tanyakan saja, meski aku sungguh tak senang dengan tawar menawar ini. Tapi setidaknya aku membunuhmu tanpa sedikitpun meninggalkan sesal."
Zhao Juren memicingkan matanya, semburat merah telah berubah
menjadi gelap tetapi warna warni pohon-pohon di belakang laki-laki itu bercahaya kemilau, rembulan naik malu-malu di atas langit. Bulan di awal musim semi begitu bulat dan jernih. Musim dingin tak begitu jahat di Niangxi bahkan hutan di belakang sana masih nampak penuh dengan warna-warni yang indah.
“Pertanyaan pertama, latakan padaku siapakah sebenarnya dirimu?” Tanya Zhao Juren dengan mimik serius.
“Aku tak perlu memperkenalkan diri untuk selembar nyawa yang
udah di ujung pedangku!” sahutnya setengah menyela, terlihat jelas rautnya kesal, Zhao Juren memancing emosinya dengan telak.
“Tentu saja harus, jika tidak aku akan kembali dengan segala
cara menemuimu meskipun aku sudah berkalang tanah…” Ucap Zhao Juren setengah berkelakar.
Laki-laki itu terbahak-bahak, tubuhnya sampai bergoncang-goncang oleh tawanya sendiri.
“Jawabanmu konyol sekali jenderal…” Tawanya masih terdengar
riuh memecah sepi.
“Tapi, baiklah…aku kan menjawabmu. Karena, aku senang sekali memperkenalkan pada diri pada calon hantu penghuni Danau Lima warna ini! Setelah itu namaku tak akan berarti lagi bagimu…” Dia memainkan ujung pedangnya
di depan leher Zhao Juren.
“Dengarkan baik-baik, namaku Lin Hongse. Aku adalah salah
satu wakil jenderal Qui yang terkenal.” Ucapnya dengan gaya pongah, seolah nama Zhao Juren bukan lagi tandingan baginya.
“Tuan Hongse, Jubahmu semerah namamu.” Sahut Zhao Juren sambil tersenyum kecil, membuat Laki-laki bernama Lian Hongse itu melotot
padanya.
“Yang kedua…” Zhao Juren cepat melanjutkan, dia tak ingin Hongse berubah fikiran karena kesal.
“Aku penasaran, berapa lama aku tak sadarkan diri?”
“Tiga purnama lebih kurasa." Jawab Lin Hongse sambil tertawa puas,
"Malah ku kira kamu sudah mati. Tapi kamu beruntung ada yang berbaik hati menyelamatkan selembar nyawamu yang tak berharga itu. Tapi aku puas, setidaknya kamu hampir mati karena racun jarumku,"
"Racun jarummu?"
"Yah, racun kelabang hijauku tak pernah gagal selama ini untuk sekedar menjemput nyawa tapi ku akui sungguh luar biasa kamu bisa selamat. Tetapi sayangnya keberuntunganmu berakhir malam ini…” Lin Hongse menyeringai lebar.
Zhao Juren manggut-manggut, dia tahu laki-laki ini jauh lebih
muda darinya, emosinya tidak stabil jika membicarakan tentang dirinya sendiri. Sebuah kebanggaan pada diri yang berlebihan.
“Terakhir…” Zhao Juren berucap cepat, sebelum Lin Hongse berbicara.
"Em..."
Zhao Juren menggeliat sedikit, menarik ujung pedang Hongse menuju lehernya, ujungnya melukai kulitnya sendiri, seolah dia tak merasakan sakit. Matanya melirik pada sebuah pohon besar di pinggir danau, pohon willow terbesar yang
pernah dilihatnya. Senyumnya merekah sedikit, senyum itu begitu misterius.
“Apakah kamu mengenal seorang gadis bernama Xue Lian?” Tanya Zhao Juren dengan volume yang sengaja sedikit di besarkan seolah-olah berharap pohon Willow tua itu mendengarnya.
Mata Hongse langsung membesar, hampir keluar dari rongganya. Dia terkejut bukan alang kepalang mendengar nama itu di sebutkan, sebuah nama yang hanya beberapa orang yang mengetahuinya di dunia ini.
"Apa kamu yang kamu katakan? Dari mana kamu tahu nama itu?"
...Terimakasih telah membaca novel CINTA TERAKHIR ZHAO JUREN ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Ju Makram
You are the best... 👍👍👍👍👍
2023-02-28
0
USWA ,
tadi hijau sekarang merah....
2022-09-20
3
Tri Yenti
lanjutkan thor 😘
2022-07-25
1