Zhao Juren berusaha membuka matanya tapi begitu beratnya, sebelum dunianya benar-benar lebih pekat dari malam.
Dirinya seorang prajurit, namun tak mampu melindungi dan dirinya sendiri, bayangan penglihatan pada ratusan mayat yang bergelimpangan di medan perang, sinar mata penuh rasa bersalah kepuasan ketika berhasil merenggut nyawa seseorang tanpa sedikitpun rasa bersalah, perasaan-perasaan itu berkecamuk lambat laun tumpeng tindih. Hujan salju tiba-tiba semakin lebat.
“Yi…er…” Sekujur tubuhnya dingin membeku tak bisa bergerak, hanya tangannya yang menggenggam hulu pedang sekuat tenaga sebelum dia tak ingat apa-apa lagi.
***
Perlahan-lahan muncul seberkas cahaya lentera yang terang benderang, Zhao Juren merasakan kepalanya seperti
ditindih batu yang sangat besar. Dia berusaha bangun tetapi kelopak matanya tak mau membuka. Antara sadar dan tak sadar dia merasa ada seseorang yang selalu berada di dekatnya dalam tidurnya, mondar-mandir dalam langkah yang kadang mendekat kadang menjauh. Telinganya menangkap gerakan-gerakan hanya saja tubuhnya benar- benar tak bisa di ajak kompromi untuk bangun. Kadang dia merasa seseorang sedang meminumkan sesuatu ke mulutnya, sebuah cairan kecut yang berbau aneh seperti dupa dan orang ini seolah sedang mengawasinya meskipun dia berusaha melawan kantuknya, dia tak mendengarkan orang ini berkata apapun kecuali helaan nafas halus yang lembut. Dan…dan bau tubuhnya yang seperti bau bunga persik itu begitu khas menembus rongga hidung Zhao Juren.
Zhao Juren tahu tidak mati! Dia kemudian menyadari hal itu, rohnya msih terperangkap di dalam raganya karena panca inderanya masih bisa bekerja kecuali matanya dan dia tak akan bisa bertanya apapun pada dewa takdir tentang seribu pertanyaan dalam hidupnya jika dia tidak mati.
Entah mengapa, antara sadar dan tidak itu dia merasa nyaman sehingga lama-lama Zhao Juren enggan membuka matanya dia ingin tidur dan terus mencium aroma persik itu untuk membuang kebingungannya, hatinya bagai kayu kering yang meranggas, begitu kerontang. Setengah bermimpi, dirinya melihat seraut wajah Xiao Yi yang tersenyum hangat paaadanya.
“Tuan Zhao, kau boleh memanggilku dengan Yi’er…” Kalimat itu berdengung ditelinga Zhao Juren, dan sesaat dia seperti berdiri di depan kedai Tuan Ding, melihat seorang gadis dalam pakaian rakyat sederhana, terpesona pada sebuah aksesoris rambut, matanya berbinar cerah sambil menggenggam Chai kumala biru.
Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, Zhao Juren merasa begitu lemah dan teramat lelah. Dia hanya ingin terus tidur, dalam hidup sudah tak ada yang dapat dikenang lagi, kebahagiaan yang di impikannya tak lagi berarti apa-apa, cinta seakan menjauh dari hidupnya, ia tak ingin lagi mengingatnya, tubuhnya lunglai kehilangan tenaga untuk berpikir, bahkan sampai tak berani membuka mata untuk menghadapi segala kenyataan ini.
"Aku melihat padang rumput Niangxi di depanku, tapi...aku tak bisa pulang lagi..." suara Jiu Fei tiba-tiba berbisik
parau, begitu nelangsa dan gamang.
"Juren..."
"Ya."
Ingatan pada saat Jiu Fei berada di pelukannya tiba-tiba menggantikan wajah Xiao Yi, seperti siluet, kabur.
“Apakah kamu ingat pertama kali kamu menciumku di gua itu...?" Lamat-lamat pertanyaan itu seperti dekat sekali.
"Ya..." Zhao Juren berusaha mengggerakkan bibirnya, berusaha menyahut.
"Apakah kamu tidak menyesalinya?" Suara itu tiba-tiba menjauh. Zhao Juren mencoba meraih bayangan Jiu Fei.
"Tidak."
"Tapi aku menyesalinya..." Suara Jiu Fei hampir tak terdengar.
Hamparan daun wisteria berwarna ungu keperakan dalam gelap yang berguguran di tanah, di bawah cahaya bulan timbul tenggelam di dalam ingatannya.
"Maukah kamu mengatakan lagi?" Jiu Fei meletakkan telapak tangannya di dada Zhao Juren. Dia meringkuk dan membenamkan wajahnya di sana, sementara nafasnya sudah mulai terputus-putus.
"Mengatakan apa?"
"Bahwa, kamu mencintaiku...seperti yang kamu katakan dulu..." Nada suara itu berpacu dengan nafasnya yang satu-satu. Lalu perlahan-lahan suara Jiu Fei menjauh, semakin jauh dan bayangannya laksana asap.
“Xiao Yi…!” Bukan nama Jiu Fei yang di panggilnya tetapi nama istri dari saudaranya sendiri, permaisuri utama Yanzhi, ratu dari Raja Yan Yue!
“Bukalah matamu, seharusnnya kamu dari kemarin sudah sadar…” Sebuah suara perempuan lamat-lamat sampai di telinganya, membatasi ilusinya yang semakin menjadi-jadi.
“Apakah racun itu telah membuat syaraf-syarafmu lumpuh dan kehilangan kesadaranmu begitu lama? Seharusnya sebagai orang yang punya kanuragan tinggi, tak perlu selama ini untuk tersesat di alam bawah sadar.” Ucapan itu terdengar serupa keluh, dia mungkin sedikit kesal bercampur cemas.
Zhao Juren tak bergeming. Sekarang, dia tak berminat lagi untuk menggerakkan badannya dan tak ingin menunjukkan usahanya untuk membuka mata. Suara itu seperti hipnotis yang mengingatkannya pada saat terakhir dia tumbang dalam pelukan seorang Jenderal Qui!
“Sepertinya dia yang tak ingin cepat-cepat sadar, Tuan Puteri. Dia begitu suka berada di bawah alam sadarnya, mungkin ada sesuatu yang membuatnya enggan untuk kembali pada kesadarannya.” Suara lain menyahut, bersamaan dengan telapak tangan yang halus dan hangat menempel pada leher dan dahinya.
Betapa Zhao Juren sangat ingin mengintip siapa pemilik tangan lembut itu, tetapi dia belum yakin untuk membuka matanya.
“Sebagai seorang jenderal, terlalu pengecut bagimu untuk berusaha melarikan diri dan bersembunyi di dalam raga yang pura-pura tak sadarkan diri.” Suara itu menjadi tegas dan tajam. Sepertinya dia menyadari Zhao Juren telah cukup lama sadar.
Zhao Juren bisa menangkap suara langkah beberapa orang yang sibuk di sekelilingnya, ada orang yang sedang dengan suara pelan berbicara, dan jemari hangat yang sama yang selalu meminumkan obat padanya. Zhao Juren tahu benar itu adalah orang yang sama karena dia dapat mencium aroma persik yang lembut itu sampai ke rongga hidungmya ketika dia menengap cairan pahit itu setiap kali.
Dan suara tegas serta berkesan tajam itu, dia tahu datang dari orang yang sama.
“Berhentilah membodohiku, Jenderal. Aku tahu benar kamu mendengarku. Tak perlu membuatku memaksamu untuk membuka matamu. Karena jika aku melakukannya, mungkin saja ujung kipasku yang tajam ini akan mencongkel kedua matamu. Dan kamu tak perlu bersuasah payah lagi untuk sekedar membuka matamu!”
Dengan berat hati, Zhao Juren berusaha membuka matanya, bukan karena dia takut pada gertakan orang yang berbicara padanya tetapi karena penasaran pada suara perempuan itu. Suara yang sama dengan suara perempuan dalam baju besi Jenderal Qui!
Sesaat, Zhao Juren merasakan silau pada cahaya lentera yang menyambut kelopak matanya terbuka. Dengan reflek Zhao Juren memicingkan matanya, mengumpul cahaya pada satu titik, sebuah wajah di depannya.
Terimakasih telah membaca novel CINTA TERAKHIR ZHAO JUREN ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
mama yuhu
apakah itu jodohmu juren? 🤭
2023-04-07
1
💕💕syety mousya Arofah 💕💕
dannnnn SPT itlh khdupan yg djlni sebagian orang ,,,,,tragis memng tpiiiii ap yg bisa dprbuat selain mnjlaninya ????
2023-02-22
0
City all
ya ampun.. lg merem aja tampan begitu..😆😘
2022-11-09
3