“Dengan berat hati, Zhao Juren berusaha membuka matanya, bukan karena dia takut pada gertakan orang yang berbicara padanya tetapi karena penasaran pada suara perempuan itu. Suara yang sama dengan suara perempuan dalam baju besi Jenderal Qui!
Sesaat, Zhao Juren merasakan silau pada cahaya lentera yang menyambut kelopak matanya terbuka. Dengan reflek Zhao Juren memicingkan matanya, mengumpul cahaya pada satu titik, sebuah wajah di depannya.
Dia tak pernah mendengarkan apa-apa dari bibir orang itu kecuali hembusan nafasnya yang teratur, diam-diam memandangi dirinya. Karena itulah Zhao Juren enggan membuka matanya. Ia mengetahui semuanya, namun tak mau bangun, Zhao Juren hanya merasa kelelahan yang amat sangat mendera segenap dagingnya merasuk hingga tulang belulangnya, hatinya bagai kayu kering di musim kemarau, meranggas, kering kerontang.
Berulangkali dia bermimpi dalam tak sadarnya, dalam mimpi itu ia merasa berdiri di tengah api yang berkobaran, kakinya menginjak bara yang demikian panas, dirinya mengambang di atas tanah berbatu yang terbuat dari bara yang merah menyala. Di setiap penjuru dan sudut seakan ingin membakarnya. Tetapi dia sama sekali tidak merasakan panas itu. Kulitnya kebas dan mati rasa. Dia hanya ingin tidur saja menenggelamkan dirinya dalam panas itu, seberkas cahaya samar-samar muncul dari kejauhan di belakang dirinya seakan mengejarnya seperti obor, dan dia bertwemu dengan sepasang mata itu! Mata yang mana? Kenapa mata itu sangat mirip dengan mata yang bersembunyi di balik ketopong besi jenderal Qui? Mata sebening kaca yang kini menatapnya seperti elang dari balik cadarnya yang berwarna hitam dengan ukiran bunga persik itu.
“Kenapa kamu menatapku seperti hantu?” Tanyanya sembari menaikkan alisnya yang tampak sehitam bola matanya itu. Matanya bulat, seperti cermin tempat berkaca. Zhao Juren tak pernah melihat mata sebening itu. Tidak
hitam tetapi tidak juga terlalu abu-abu.
“Si..siapa kamu?” Zhao Juren berusah beringsut tetapi badannya terasa berat sehingga hanya ada gerakan kecil saja yang bisa di lakukannya. Perempuan itu mundur beberapa dua langkah dari pinggiran tempat tidur Zhao Juren. Gerakannya ringan tetapi tidak gemulai seperti perempuan pada umumnya.
“Aku telah menotok beberapa titik di badanmu, racun kelabang hijau itu melemuhkan syarafmu. Aku telah membuangnya dan meberikan hawa murni yang baru tetapi tubuhmu menolaknya. Itu yang membuat kamu tidak bisa segera menjadi sadar. Tidak usah terlalu banyak bergerak dulu. Beristirahat yang cukup, itu baik untukmu supaya segera pulih.” Ucapnya dengan acuh.
Sekarang yang terpampang di depan mata Zhao Juren seorang perempuan dengan tubuh tinggi ramping, rambutnya di kuncirnya seperti seorang pria hanya saja di puncak kepalanya ada hiasan rambut dari bunga persik yang berwarna emas kehitaman, terlihat mencolok.
Pakaiannya dari sutra hitam yang lembut dengan hiasan benang emas di beberapa bagian, itu nampak seperti bunga lotus dan persik yang di padu dalam lukisan aneh pada sebuah pakaian perempuan. Dan dua orang bercadar lain dalam balutan baju yang sama berdiri tak jauh darinya dalam balutan jubah sewarna. Mereka terlihat seperti pengawal yang patuh dan sigap.
“Aku bertanya, siapa kamu?” Zhao Juren berusaha menaikkan volumenya, dia memutar pandangannya pada suasana kamar yang begitu asing baginya itu. Dia sedikit berharap mengenali tempat yang kini menjadi tempatnya terbaring seperti seorang pasien itu.
“Tidak perlu berteriak begitu, di sini kamu bukan lagi seorang jenderal. Sebagai tamu yang tak berdaya seharusnya kamu lebih hormat pada tuan rumahmu.” Suara itu terdengar tajam, memperingatkan.
Zhao Juren terdiam, dia berusaha mengenali wanita bercadar ini, siapa tahu dia pernah melihatnya di suatu tempat atau di suatu kala. Tapi yang kemudian bisa di rasakannya, hatinya berdegup samar menatap bulu mata yang lentik dan lebat yang menaungi mata hitam itu.
“Aku di mana?” Akhirnya Zhao Juren menyerah untuk menanyakan jati diri perempuan itu. Sekarang yang mau di ketahuinya adalah di mana dirinya berada. Apakah masih berpijak di dunia ataukah sudah menginjak neraka. Dia tak yakin berada di surga, karena semua dosa-dosanya.
“Aku tak akan mengatakannya.” Jawab perempuan itu dingin, bahasa tubuhnya menunjukkan hendak membalikkan badannya.
“Apakah aku, berada di tanah Niangxi?” Tanya Zhao Juren, nadanya seperti sebuah tebakan. Perempuan itu sesaat urung membalikkan badannya tetapi dia sama sekali tak menjawab, hanya suara dengus lembutnya seolah tak berminat memberi keterangan apapun pada Zhao Juren.
“Kamu adalah pesuruh jenderal Qui?” Zhao Juren mendesis, di sambut tatapan sesaat dari perempuan itu.
“Terserah kau saja menebaknya.” Dia menggedikkan bahunya.
“Kamu terlalu banyak bertanya, dan terlalu banyak ingin tahu. Itu sama sekali tidak cocok dengan statusmu, tuan Jenderal.” Dia terkekeh kecil, sedikit mengejek. Lalu benar-benar berbalik. Dia memberikan kode pada dua orang perempuan bercadar lainnya yang berdiri di belakangnya tadi.
“Atau…Kamu adalah jenderal Qui itu?” Pertanyaan Zhao Juren dari tempatnya berbaring itu sejenak membuat langkah perempuam itu terhenti. Nafasnya seolah tertahan.
“Sepertinya Tuan ini sudah cukup sehat. Panggil tabib untuk memeriksanya sekali lagi sebelum kita membuangnya ke seberang!” Suaranya terdengar tegas, tak ingin di bantah. Lalu dengan langkah gusar dia keluar dari dalam kamar itu meninggalkan Zhao Juren yang berusaha untuk bangun tetapi tubuhnya yang lemah tak bisa melakukan apa-apa kecuali menggeliat seperti ulat. Beberapa bagian tubuhnya mungkin sudah di totok sehingga dia tak bisa terlalu banyak bergerak.
“Ukh…” Zhao Juren memejamkan matanya, berusaha mengumpulkan ingatannya pada kejadian terakhir kali yang membuatnya harus terbaring seperti orang sekarat di atas sebuah dipan besar ini.
Tubuhnya terasa meriang bukan karena begitu sakitnya dia menahan sakit dari beberapa luka maya panah pada tubuhnya dan sabetan pedang pada punggungnya, tetapi dia merasa benar-benar malu dengan keadaannya, seorang jenderal besar dengan tak terhitung pengalaman di medan perang begitu tak berdayanya di sebuah tempat tidur asing bersama seorang perempuan yang seakan sengaja menawan tubuhnya yang terluka.
Desir angina malam, melewati celah ruangan yang berada di seberang dipannya, meniupkan aroma dupa yang harum, seperti bau cendana yang berpadu dengan wangi persik yang nyaman.
Rasa kantuk menyerang begitu kuat, membuat kepala Zhao Juren terasa begitu berat. Semakin dia melawan kantuknya semakin saja dia ingin memejamkan mata. Dan akhirnya Zhao Juren menyerah. Dia sangat ingin tidur. Suara langkah wanita bercadar itu semakin jauh dan kemudian hening. Yang tersisa hanya aroma lembut bunga persik yang khas.
“Siapa kamu?” Pertanyaan itu menggantung di kepalanya, sebelum lelap menjemputnya.
...Terimakasih telah membaca novel CINTA TERAKHIR ZHAO JUREN ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
HNF G
warrior princes and the gang😁😁😁😁
2023-02-15
0
City all
waow....!! jendral berjodoh dengan jendral, kerenn Thor....!!😍😍
tapi pasti kisah cinta nya tidak mulus ,, bakal banyak penghalang 🤔🤔
2022-11-09
1
Semar X Petung
huffff seru
2022-08-29
1